" Oke, kamu hanya harus mengikuti not yang tertulis di kertas ya Han dan lakukan seperti saat latihan. Ingat itu, jangan gugup. Eomma yakin kamu bisa melakukan Engan baik."
Hyejin menggenggam erat tangan Haneul. Sambil terus mengucapkan doa dalam hati, Hyejin bolak-balik melihat arloji yang melingkar di tangan kanannya.
" Eomma, perasaan bukan aku deh yang gugup tapi Eomma. Tenang saja, aku sudah sering melakukannya, aku juga sudah sering berlatih dengan baik."
Malam ini adalah malam dimana Haneul akan tampil sebagai pembuka diacara teater musik di salah satu teater musik. Teater Bobino, atau dalam sejarahnya dikenal sebagai Les Foiles Bobino. Menurut informasinya Bobino merupakan teater aula musik yang telah menampilkan sebagian besar nama besar musik perancis abad 20. Maka dari itu, Hyejin memang sedikit gugup. Tapi Haneul tidak, bocah berusia 7 tahun itu sangat tenang dan santai.
" Haah, kamu ini. Iya, iya Eomma tahu. Jangan lupa berdoa sebelum naik ke atas panggung, oke."
" Iya Eomma, Han tidak akan lupa."
Tepat pukul 07.30 malam waktu negara P. Tidak ada kata sambutan memang untuk dimulainya teater musik tersebut karena Haneul memang lah menjadi pembukanya. Haneul sudah berada di sisi kiri panggung dengan sebutan piano besar. Dia duduk di sana, dan saat lampu menyorotnya, tangan Haneul mulai menari indah di atas tuts piano. Alunan musik mulai memenuhi ruangan teater, semua ikut hanyut dalam melodi yang Haneul mainkan.
Apalagi lagi yang Haneul mainkan adalah lagu milik Edith Piaf yang berjudul La Vie En Rose. Lagu yang dirilis di tahun 1945 tepatnya setelah perang berakhir ini menceritakan tentang cinta dan kebahagiaan yang dirasakan saat sedang jatuh cinta. Semua orang tentu tahu lagu tersebut karena menjadi referensi internasional.
Deeenggg
Tuts terakhir ditekan oleh Haneul, tanda permainan piano nya selesai. Ia lalu berdiri dan membungkuk kepada para penonton yang datang, riuh suara tepuk tangan memenuhi teater. Tatapan kagum jelas bisa Haneul rasakan. Ia pun kembali masuk ke dalam dan menghembuskan nafas lega.
Di bangku penonton, Hyejin sungguh terharu. Matanya berkaca-kaca melihat penampilan Haneul. Dia tahu putranya sangat suka bermusik. Bukan hanya piano saja yang Haneul kuasai. Gitar, biola dan drum adalah alat musik yang bisa Haneul mainkan dengan sangat baik.
Hyejin kemudian bangkit dari kursi nya dan pergi menuju belakang stage. Mereka tentu akan pulang setelah Haneul selesai melakukan penampilan. " Kerja bagus sayang, Eomma bangga padamu nak."
" Terimakasih Eomma. Apakah kita akan langsung pulang."
" Ehmm, bagaimana kalau kita makan di luar. Sebelum berangkat tadi kita hanya sediiikiiit sekali maknanya."
Ajakan Hyejin tentu saja langsung disetujui oleh Haneul. Sudah lama mereka tidak makan di luar bersama. Dua bulan ini Hyejin sedang banyak sekali pekerjaan, dan ketika sampai di rumah ia tampak sudah lelah. Sedangkan Haneul pun begitu, sanggarnya sedang mempersiapkan sebuah pertunjukan besar di teater musik Alahambra. Itu adalah salah satu teater musik yang cukup menjadi favorit Haneul, dan cita-citanya adalah pergi untuk tampil di sana. Maka dari itu Haneul juga sibuk dengan latihan.
Kedua ibu dan anak itu langsung pergi meninggalkan teater, mereka harus menunggu hingga acara di sana selesai. Karena pada dasarnya tugas Haneul adalah sebagai pembuka.
Di sisi lain, tepatnya di bangku penonton, seorang pria tampak tersihir dengan penampilan yang baru saja ia saksikan. Matanya bahkan belum beranjak dari atas panggung, padahal orang yang melakukan pertunjukan sudah tidak ada di sana.
" Sayang, bagus kan? Aku yakin kamu tidak akan menyesal datang ke mari."
" Apa kita pernah bertemu anak itu, mengapa aku merasa seperti mengenalnya?"
Abelia menatap Sailendra dengan tatapan penuh keheranan. Jelas saja tidak, mereka bahkan baru 2 hari berada di kota ini. Jadi mana mungkin pernah bertemu dengan anak yang baru saja menampilkan kepandaiannya memainkan piano.
Ya, bocah yang Sailendara lihat adalah Haneul. Ketika Haneul muncul, matanya langsung tertuju ke sana. Hatinya seperti tertusuk sebuah belati, sakit. Rasanya begitu sakit saat melihat bocah laki-laki itu. Ia sendiri tidak tahu kenapa tapi itulah yang ia rasakan, bahkan mata Sai mulai mengembun.
" Eeh, kamu nangis Sai?"
" Tidak, mungkin bocah itu mengingatkan ku terhadap pasien yang pernah ku operasi tapi ternyata tetap tidak bisa bertahan. Dan sepertinya liburan kita akhiri di sini. Aku sudah memberi tiket pesawat. Kita akan kembali ke tanah air besok pagi-pagi sekali. Tapi jika kamu masih ingin di sini, maka tinggallah. Aku tidak bisa terlalu lama meninggalkan pasien-pasienku."
Abilla tidak menjawab, dari awal dia sudah yakin bahwa semuanya tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang ia harapkan. Inilah adalah ungkapan nyata dari ' ekspektasi tidak sesuai dengan realita', keinginan Abilla berlibur dengan tunangan di kota romantis adalah agar Sai bisa bersikap romantis juga terhadap dirinya, tapi semuanya hanyalah tinggal angan-angan saja. Sailendra Khalid Daneswara tetaplah datar seperti kanebo yang kering dan selalu teringat dengan pasiennya.
Sebenarnya Abilla memaklumi hal tersebut. Sai adalah pria berusia 34 tahun yang merupakan seorang dokter bedah toraks dan kardiovaskular. Bedah toraks dan kardiovaskular adalah tindakan medis berupa bedah pada dada ( Sumber: Wikipedia.org). Dan di Rumah Sakit Mitra Harapan, dokter bedah toraks masihlah sangat terbatas. Bahkan sekarang Sai pun masih mengambil gelar profesor agar bisa semakin ahli dalam bidang tersebut. Tapi Abilla juga wanita biasa yang kadang ingin dimanja, ia ingin sekali bisa menghabiskan waktu selayaknya pasangan pada umumnya.
" Bagaimana, kau mau tetap tinggal atau akan pulang. Kalau kau akan tetapi tinggal maka aku akan merescedul tiket pesawat milikmu," tanya Sai, saat ini keduanya sudah berad di depan pintu kamar yang mereka tinggali. Abilla di depan pintu kamar nya sendiri dan begitu pun juga Sai. Meeka tidak seperti apa yang kalian pikirkan ya, Sai tidak pernah setuju dengan ide tinggal bersama saat liburan begini meskipun mereka sudah menjadi tunangan.
" Haaah, aku akan tinggal. Masih banyak endorsment yang belum ku kerjakan di sini. Kau tahu kan bahwa aku di sini juga karena kerjaan."
" Oke, maka akan aku reschedul yakni di hari kau pulang. Besok aku akan langsung ke bandara. Jadi kau tidak perlu mengantarku. Tidurlah dengan nyaman."
Cekleek
Braaak
Dari suara pintu yang Abilla tutup, jelas sekali bahwa ia sangat kesal. Sai hanya menggeleng pelan lalu ikut masuk ke dalam kamar. Di kamar yang berbeda, Abilla melemparkan tasnya kemudian ia menangis tersedu. Ia menangis karena merasa lelah. Bertunangan sudah setahun dan siap untuk merencanakan pernikahan tapi Sai masih seperti itu dan tidak ada perubahannya sama sekali.
" Aku lelah, aku sungguh capek dengan kamu. Kamu sama sekali tidak bisa mengerti aku. Aku hanya ingin waktumu sebentar saja. Entahlah, jika begini apakah aku sanggup untuk melanjutkan apa yang sudah kita jalani selama ini. Hiks, aku sungguh lelah Sai hiks hiks hiks."
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Rahma Inayah
mkn kah sai ayah kandung dr haeul..
2024-09-25
1
Nanik Kusno
Apakah nantinya Sai tidak jadi menikah dengan Billa???
2024-07-23
1
Bunda Aish
kadang ungkapan lebih baik dicintai daripada mencintai, capek lho... apalagi buat perempuan yg sering baperan/Grimace/
2024-05-25
0