Cinta Annisa
"Saya terima nikah dan kawinnya Cinta Annisa binti Almarhum Faisal Ivan dengan maskawin uang tunai sepuluh juta rupiah dibayar tunai."
"Bagaimana saksi? Sah?."
"Sah."
"Alhamdulillah."
Beberapa jam yang lalu telah terjadi pernikahan sederhana antara Cinta Annisa dan Rafael Ibrahim. Pernikahan yang terjadi karena sebuah keadaan dan pastinya keterpaksaan bagi kedua belah pihak. Namun apa daya ada kedua bayi laki-laki yang harus dipertimbangkan keberadaannya.
"Oekkk...oooeeekkk...oekkk...oooeeekkk."
Suara tangis kencang kedua bayi laki-laki membuat Annisa tersadar dari lamunannya. Wanita syar'i itu berjalan menghampiri box bayi berukuran besar. Kemudian memberikan susu formula yang sudah tersedia di dalam botol. Hingga kedua bayi itu diam karena dahaganya sudah terpenuhi.
Annisa menatap lekat kedua bayi kembar tersebut. Hasan dan Husein baru dibawa pulang tadi pagi setelah kemarin sore lahir dari rahim seorang perempuan cantik yang bernama Nesha Camila. Seorang adik yang sangat disayanginya. Sang adik berprofesi seorang model cantik papan atas.
Telinga Annisa mendengar ada yang membuka pintu dan berjalan mendekat kearahnya. Dan benar saja, itu Rafael.
"Rupanya jagoan-jagoan Papa haus." Rafael mengusap lembut pipi merah menggemaskan Hasan dan Husein.
Annisa berbalik dan berjalan menjauh dari mereka. Kembali ketempatnya, berdiri di dekat jendela. Tempat favorit di kamar itu karena pemandangannya langsung tertuju pada sebuah taman yang dipenuhi berbagai macam bunga yang sedang mekar.
Rafael menoleh ke arah Annisa lalu ikut bergabung dengan Annisa dan berdiri di samping Annisa. Pria itu berdiri santai, memasukkan satu tanganya ke dalam saku jas.
"Ada yang harus saya bicarakan."
"Hmmm. Bicara saja."
"Karena kita sudah sama-sama tahu kenapa pernikahan ini terjadi. Maka saya minta kamu harus fokus pada Hasan dan Husein saja. Jangan hiraukan yang lain, termasuk saya."
"Iya. Saya tahu."
"Terima kasih."
"Sama-sama."
Rafael pun berlalu dari hadapan Annisa, pria itu pergi keluar dari kamar dan menutup rapat pintunya.
Annisa yang masih betah di sana pun kembali memutar memorinya pada kejadian beberapa hari sebelum ia mau menerima pernikahan ini.
"Ingat, umur kamu sudah berapa?. Mau nunggu pria yang kaya gimana lagi?. Ini mumpung ada pria yang butuh istri meski untuk ngurus bayi-bayinya. Sekalian, kamu juga bantu Nesha jagain Rafael dari perempuan-perempuan ganjen di luar sana."
Mama Nur selalu khawatir kalau anak pertamanya tidak menikah dan menjadi perawan tua. Mau ditaruh dimana mukanya sebagai orang terpandang diantara saudara-saudaranya yang lain.
Bukan mau mengambil suami dari adiknya, hanya saja Annisa menggantikan sementara posisi Nesha sampai Nesha sadar dan kembali sehat. Sebab dokter masih memiliki harapan besar untuk kesembuhan Nesha lebih cepat.
"Berapa lama pernikahan ini akan berlangsung?." Annisa menatap sang Mama yang selalu baik padanya. Walau terkadang suka mengeluarkan kata-kata pedas namun benar adanya.
Mama Nur tersenyum.
"Berdoa saja adikmu cepat sadar. Kalau sudah sadar maka Rafael akan langsung menjatuhkan talak padamu."
Annisa terdiam sesaat sebelum ia mengangguk setuju. Karena menolak pun tidak akan bisa. Karena Mama Nur sangat ingin melihat Annisa menikah.
Tok...tok...
Annisa berjalan ke arah pintu lalu membukanya.
"Nyonya Valeri meminta anda turun dan ikut makan bersama."
"Iya, saya akan turun." Annisa mengikuti perempuan yang memanggilnya setelah memastikan kedua bayi laki-lakinya aman di dalam box.
Annisa tiba di lantai bawah, semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makam.
"Mana Rafael?." Mama mertua menatapnya tajam.
"Di kamar tidak ada, mungkin keluar." Annisa menarik kursi untuk didudukinya.
"Paling Kak Rafael ke rumah sakit, menemani istri tercintanya." Celetuk si bungsu Renata sambil mengibaskan rambut panjangnya.
"Sudah, kita makan saja sekarang. Ayo Annisa makan! Jangan sungkan." Papa mertua Annisa menyodorkan piring berisi lauk ke hadapan Annisa.
"Terima kasih, Pa." Annisa mulai memenuhi piringnya dengan nasi dan lauk lalu sejenak berdoa sebelum menyantap makanannya.
Kedua mata Renata tidak lepas menatap lekat Annisa. Ia ingin tahu bagaimana cara makan orang yang menggunakan cadar. Dan Renata mengangguk sambil tersenyum. Ternyata tidak aneh.
.
.
.
.
Di rumah sakit, Rafael mengecup mulai dari kening, pipi, kedua mata dan terakhir pada bibir pucat Nesha sebelum Rafael mengajak bicara Nesha. Berharap wanita yang sangat dicintainya itu bisa mendengar dan merespon apa yang dikatakannya.
Rafael menceritakan kedua bayi mereka yang sangat lucu dan menggemaskan. Mata cantik mereka seperti Nesha dan hidung mancung milik Rafael. Bukan hanya tentang bayi-bayinya saja yang dibicarakan. Rafael juga menyampaikan rasa rindu akan sosok Nesha yang ceria, hangat dan sangat romantis. Rafael merindukan setiap momen kebersamaan mereka.
Cerita itu mengalir begitu saja dari mulut Rafael hingga tidak terasa pria itu pun tidur di samping Nesha dengan memeluknya. Menenggelamkan wajahnya pada lengan Nesha yang terpasang infus.
Nesha Camila harus terbaring di rumah sakit, mengalami pendarahan hebat setelah kedua bayinya lahir dengan selamat tanpa kekurangan apapun. Yang menyebabkannya koma.
Keesokan paginya.
Rafael terbangun sebelum sesaat dokter datang guna mengecek kondisi Nesha namun sayang belum ada perubahan apa-apa.
"Terus saja berdoa jangan pernah putus, Nesha pasti sadar dan kalian bisa hidup bahagia. Sesekali boleh bawa si kecil untuk merangsang Nesha. Biarkan mereka tahu dan lebih sering menyentuh Nesha." Rafael mengangguk mengiyakan. Kemudian Dokter yang menangani Nesha menepuk pelan pundak Rafael lalu pergi dari sana untuk melanjutkan kunjungan pada pasien lain.
Rafael menatap dalam sang istri. Perjalanan cintanya yang luar biasa sanggup membuat Rafael bertahan dalam keadaan apapun. Dan akan selalu seperti itu.
Rafael pamit pada Nesha, ia harus melihat kedua bayi mereka. Bahkan Rafael sudah berencana untuk segera membawa Hasan dan Husein menemui Mama yang telah melahirkannya ke dunia sampai bertaruh nyawa.
Rafael berjalan ke arah area parkir lalu segera menaiki mobilnya. Mobil Rafael melaju kencang meninggalkan gedung rumah sakit. Segala harapannya tergantung di sana untuk kesembuhan sang istri tercinta.
Setelah beberapa menit kemudian, mobil Rafael sudah terparkir di halaman rumah. Ia turun dari mobil lalu menuju lantai dua. Setibanya di lantai atas, Rafael segera mencari keberadaan si kembar Hasan dan Husein di dalam kamar. Namun tidak ada di sana. Rafael segera keluar dan menuju balkon. Langkah kakinya terhenti saat melihat kedua bayinya yang sedang berjemur bersama Annisa. Kedua bayi itu ada dalam gendongan Annisa dengan menggunakan pelindung mata.
"Apa tidak bahaya kamu menggendong dua-duanya begini?" Rafael berdiri tepat di depan Annisa.
"InsyaAllah aman, tadi ada Mbak Lastri yang membantu saya. Tapi sekarang Mbak Lastri nya lagi ke bawah ambil makanan untuk saya."
"Hmmm." Rafael mengangguk-anggukan kepala.
Bersambung
Jangan lupa like, komen, gift dan vote. Terima kasih 🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-08-20
0
Ryeowook Anggara
dunia terlalu kejam dan tidak adil buat wanita,,, apakah seperti ini bisa kita lakukan untuk laki-laki yg masih lajang.
2024-08-12
1
Neulis Saja
Thor, kenapa adek kakak ko barengan ditikah sama satu laki2 bukannya dalam Islam gak boleh?
2024-08-02
0