"Saya terima nikah dan kawinnya Cinta Annisa binti Almarhum Faisal Ivan dengan maskawin uang tunai sepuluh juta rupiah dibayar tunai."
"Bagaimana saksi? Sah?."
"Sah."
"Alhamdulillah."
Beberapa jam yang lalu telah terjadi pernikahan sederhana antara Cinta Annisa dan Rafael Ibrahim. Pernikahan yang terjadi karena sebuah keadaan dan pastinya keterpaksaan bagi kedua belah pihak. Namun apa daya ada kedua bayi laki-laki yang harus dipertimbangkan keberadaannya.
"Oekkk...oooeeekkk...oekkk...oooeeekkk."
Suara tangis kencang kedua bayi laki-laki membuat Annisa tersadar dari lamunannya. Wanita syar'i itu berjalan menghampiri box bayi berukuran besar. Kemudian memberikan susu formula yang sudah tersedia di dalam botol. Hingga kedua bayi itu diam karena dahaganya sudah terpenuhi.
Annisa menatap lekat kedua bayi kembar tersebut. Hasan dan Husein baru dibawa pulang tadi pagi setelah kemarin sore lahir dari rahim seorang perempuan cantik yang bernama Nesha Camila. Seorang adik yang sangat disayanginya. Sang adik berprofesi seorang model cantik papan atas.
Telinga Annisa mendengar ada yang membuka pintu dan berjalan mendekat kearahnya. Dan benar saja, itu Rafael.
"Rupanya jagoan-jagoan Papa haus." Rafael mengusap lembut pipi merah menggemaskan Hasan dan Husein.
Annisa berbalik dan berjalan menjauh dari mereka. Kembali ketempatnya, berdiri di dekat jendela. Tempat favorit di kamar itu karena pemandangannya langsung tertuju pada sebuah taman yang dipenuhi berbagai macam bunga yang sedang mekar.
Rafael menoleh ke arah Annisa lalu ikut bergabung dengan Annisa dan berdiri di samping Annisa. Pria itu berdiri santai, memasukkan satu tanganya ke dalam saku jas.
"Ada yang harus saya bicarakan."
"Hmmm. Bicara saja."
"Karena kita sudah sama-sama tahu kenapa pernikahan ini terjadi. Maka saya minta kamu harus fokus pada Hasan dan Husein saja. Jangan hiraukan yang lain, termasuk saya."
"Iya. Saya tahu."
"Terima kasih."
"Sama-sama."
Rafael pun berlalu dari hadapan Annisa, pria itu pergi keluar dari kamar dan menutup rapat pintunya.
Annisa yang masih betah di sana pun kembali memutar memorinya pada kejadian beberapa hari sebelum ia mau menerima pernikahan ini.
"Ingat, umur kamu sudah berapa?. Mau nunggu pria yang kaya gimana lagi?. Ini mumpung ada pria yang butuh istri meski untuk ngurus bayi-bayinya. Sekalian, kamu juga bantu Nesha jagain Rafael dari perempuan-perempuan ganjen di luar sana."
Mama Nur selalu khawatir kalau anak pertamanya tidak menikah dan menjadi perawan tua. Mau ditaruh dimana mukanya sebagai orang terpandang diantara saudara-saudaranya yang lain.
Bukan mau mengambil suami dari adiknya, hanya saja Annisa menggantikan sementara posisi Nesha sampai Nesha sadar dan kembali sehat. Sebab dokter masih memiliki harapan besar untuk kesembuhan Nesha lebih cepat.
"Berapa lama pernikahan ini akan berlangsung?." Annisa menatap sang Mama yang selalu baik padanya. Walau terkadang suka mengeluarkan kata-kata pedas namun benar adanya.
Mama Nur tersenyum.
"Berdoa saja adikmu cepat sadar. Kalau sudah sadar maka Rafael akan langsung menjatuhkan talak padamu."
Annisa terdiam sesaat sebelum ia mengangguk setuju. Karena menolak pun tidak akan bisa. Karena Mama Nur sangat ingin melihat Annisa menikah.
Tok...tok...
Annisa berjalan ke arah pintu lalu membukanya.
"Nyonya Valeri meminta anda turun dan ikut makan bersama."
"Iya, saya akan turun." Annisa mengikuti perempuan yang memanggilnya setelah memastikan kedua bayi laki-lakinya aman di dalam box.
Annisa tiba di lantai bawah, semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makam.
"Mana Rafael?." Mama mertua menatapnya tajam.
"Di kamar tidak ada, mungkin keluar." Annisa menarik kursi untuk didudukinya.
"Paling Kak Rafael ke rumah sakit, menemani istri tercintanya." Celetuk si bungsu Renata sambil mengibaskan rambut panjangnya.
"Sudah, kita makan saja sekarang. Ayo Annisa makan! Jangan sungkan." Papa mertua Annisa menyodorkan piring berisi lauk ke hadapan Annisa.
"Terima kasih, Pa." Annisa mulai memenuhi piringnya dengan nasi dan lauk lalu sejenak berdoa sebelum menyantap makanannya.
Kedua mata Renata tidak lepas menatap lekat Annisa. Ia ingin tahu bagaimana cara makan orang yang menggunakan cadar. Dan Renata mengangguk sambil tersenyum. Ternyata tidak aneh.
.
.
.
.
Di rumah sakit, Rafael mengecup mulai dari kening, pipi, kedua mata dan terakhir pada bibir pucat Nesha sebelum Rafael mengajak bicara Nesha. Berharap wanita yang sangat dicintainya itu bisa mendengar dan merespon apa yang dikatakannya.
Rafael menceritakan kedua bayi mereka yang sangat lucu dan menggemaskan. Mata cantik mereka seperti Nesha dan hidung mancung milik Rafael. Bukan hanya tentang bayi-bayinya saja yang dibicarakan. Rafael juga menyampaikan rasa rindu akan sosok Nesha yang ceria, hangat dan sangat romantis. Rafael merindukan setiap momen kebersamaan mereka.
Cerita itu mengalir begitu saja dari mulut Rafael hingga tidak terasa pria itu pun tidur di samping Nesha dengan memeluknya. Menenggelamkan wajahnya pada lengan Nesha yang terpasang infus.
Nesha Camila harus terbaring di rumah sakit, mengalami pendarahan hebat setelah kedua bayinya lahir dengan selamat tanpa kekurangan apapun. Yang menyebabkannya koma.
Keesokan paginya.
Rafael terbangun sebelum sesaat dokter datang guna mengecek kondisi Nesha namun sayang belum ada perubahan apa-apa.
"Terus saja berdoa jangan pernah putus, Nesha pasti sadar dan kalian bisa hidup bahagia. Sesekali boleh bawa si kecil untuk merangsang Nesha. Biarkan mereka tahu dan lebih sering menyentuh Nesha." Rafael mengangguk mengiyakan. Kemudian Dokter yang menangani Nesha menepuk pelan pundak Rafael lalu pergi dari sana untuk melanjutkan kunjungan pada pasien lain.
Rafael menatap dalam sang istri. Perjalanan cintanya yang luar biasa sanggup membuat Rafael bertahan dalam keadaan apapun. Dan akan selalu seperti itu.
Rafael pamit pada Nesha, ia harus melihat kedua bayi mereka. Bahkan Rafael sudah berencana untuk segera membawa Hasan dan Husein menemui Mama yang telah melahirkannya ke dunia sampai bertaruh nyawa.
Rafael berjalan ke arah area parkir lalu segera menaiki mobilnya. Mobil Rafael melaju kencang meninggalkan gedung rumah sakit. Segala harapannya tergantung di sana untuk kesembuhan sang istri tercinta.
Setelah beberapa menit kemudian, mobil Rafael sudah terparkir di halaman rumah. Ia turun dari mobil lalu menuju lantai dua. Setibanya di lantai atas, Rafael segera mencari keberadaan si kembar Hasan dan Husein di dalam kamar. Namun tidak ada di sana. Rafael segera keluar dan menuju balkon. Langkah kakinya terhenti saat melihat kedua bayinya yang sedang berjemur bersama Annisa. Kedua bayi itu ada dalam gendongan Annisa dengan menggunakan pelindung mata.
"Apa tidak bahaya kamu menggendong dua-duanya begini?" Rafael berdiri tepat di depan Annisa.
"InsyaAllah aman, tadi ada Mbak Lastri yang membantu saya. Tapi sekarang Mbak Lastri nya lagi ke bawah ambil makanan untuk saya."
"Hmmm." Rafael mengangguk-anggukan kepala.
Bersambung
Jangan lupa like, komen, gift dan vote. Terima kasih 🙏🙏
Sesuai keinginannya dan juga dokter yang menangani Nesha. Sore itu Rafael mengajak kedua jagoannya menemui Nesha setelah sebelumnya mereka diperiksa terlebih dahulu. Keadaan Hasan dan Husein sangat baik dan sehat, tidak ada hal yang harus dikhawatirkan dari bayi-bayi itu.
Annisa pun ikut ke rumah sakit karena permintaan Rafael dan juga karena Hasan dan Husein. Saat ini mereka hanya diizinkan tiga puluh menit saja untuk berada di dalam ruangan Nesha. Karena bagaimana pun bayi sangat rentan terhadap virus atau kuman yang ada di rumah sakit.
"Sayang, aku ke sini bersama jagoan-jagoan kita. Hasan dan Husein." Rafael mendekatkan Husein yang ada dalam gendongannya pada wajah Nesha. Lalu di sebelah sisi yang lain ada Husen dalam gendongan Annisa.
Secara bersamaan kedua tangan mungil bayi-bayi tersebut diarahkan menyentuh pipi Nesha. Dibuatnya gerakan memutar, naik turun untuk beberapa saat. Mereka melakukannya berulang kali dibarengi Rafael dan Annisa yang bercerita tentang Husein dan Hasan.
Tanpa terasa tiga puluh menit telah berlalu, Rafael dan Annisa berpamitan pada Nesha yang masih nyenyak dalam tidurnya.
"Nes, Kakak pamit dulu ya. Nanti ke sini lagi bawa Hasan dan Husein. Kamu cepat sembuh, Kakak sayang sama kamu." Setelah mengatakan itu Annisa mengecup kening Nesha. Lalu berjalan keluar lebih dulu bersama Husen.
Rafael mengecup kening dan terakhir bibir Nesha, "Aku pulang, sayang. Nanti malam aku ke sini lagi."
Rafael merapikan selimut Nesha sebelum keluar dari ruangan Nesha dan menuju Annisa yang sudah menunggunya di depan.
Rafael dan Annisa berjalan bersama menuju tempat parkir. Lalu menempatkan Hasan dan Husein ke dalam tempat bayi yang sudah disiapkan dalam mobil. Annisa duduk di depan bersama Rafael.
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibu kota malam itu. Hening, itu yang terjadi di dalam mobil. Hasan dan Husein tidur begitu nyenyak, apalagi keduanya baru menghabiskan satu botol susu.
Rafael melambatkan laju jalan mobilnya. Menatap ke arah sebelah kiri, ada mall yang biasa didatanginya bersama Nesha. Tempat favorit mereka untuk berbelanja dan menghabiskan waktu.
"Ada yang mau kamu beli enggak? Aku mau mampir ke sana" Rafael menghentikan mobilnya tepat di depan Mall tersebut.
"Keperluan Hasan dan Husein sudah lengkap semua."
"Untuk kamu sendiri?."
Annisa mengangguk lalu mengambil uang pecahan lima puluh ribu dari dalam tas. Yang kemudian di sodorkan pada Rafael. "Saya titip beli pembalut saja."
Rafael menatap uang lima ribu yang sodorkan Annisa, namun bukan masalah pada uangnya. Masalahnya justru ada pada pembalutnya. Secinta matinya ia terhadap Nesha, tapi untuk yang satu itu tidak pernah bisa melakukannya. Nesha selalu membelinya sendiri.
Entah kenapa, ada perasaan geli dan jijik melihat barang perempuan yang satu itu. Melihat darah banyak ia tidak masalah, tapi kalau sudah menempel pada yang namanya pembalut, itu sudah lain cerita.
"Kalau tidak bisa, enggak apa-apa. Nanti beli di warung dekat rumah aja." Annisa menurunkan tangannya, memasukkan kembali uang tersebut ke dalam tas.
Rafael yang tadi bergulat dengan pikirannya, akhirnya turun dari mobil lalu menutup pintunya. Berjalan ke arah Mall seorang diri.
Hampir satu jam lamanya Annisa menunggu di dalam mobil, Rafael belum juga datang. Sampai-sampai ia ketiduran. Rasa lelahnya datang juga setelah begadang menjaga Hasan dan Husein yang bangun tengah malam.
Selang lima menit dari Annisa terlelap, barulah Rafael masuk dan menutup pintu. Meletakkan satu kantung plastik kecil di bawah kaki Annisa. Lalu menjalankan lagi mobilnya menuju rumah.
Setibanya di rumah, Annisa terbangun karena pergerakan Rafael yang menutup pintu mobil cukup kencang. Mungkin sengaja ingin membangunkannya namun tidak enak hati. Lantas Annisa mengucek kedua matanya lalu turun dari mobil setelah memastikan si kembar sudah tidak ada di sana.
"Kalian baru pulang?." Sambut Mama mertua dengan sebuah pertanyaan pada Annisa.
"Mana Hasan dan Husein?" Tanyanya lagi.
"Sudah di atas, Ma." Annisa membetulkan cadarnya.
"Rafael yang bawa?." Tanyanya menatap tajam Annisa.
"Iya, Ma. Tadi saya ketiduran." Jawab Annisa jujur.
"Oh, jauh beda banget ya sama Nesha. Mungkin karena bawaan baju kamu ini, jadi kamu serba lelet." Lanjutnya lagi sambil berlalu pergi begitu saja.
Annisa pun tidak ambil pusing dan melanjutkan lagi langkahnya menuju anak tangga. Ia sampai di kamar dan melihat Hasan dan Husein yang membuka matanya lebar-lebar.
Cepat-cepat ia memeriksa diapers keduanya, masih aman. Mungkin mereka bangun ingin melihat seisi kamarnya atau mungkin ingin diajak bercanda.
"Mama Nesha, itu nama Mama Hasan dan Husein. Mama Nesha itu sangat cantik, baik, ceria, penyayang, pekerja keras dan kalian tahu?, Mama Nesha itu seorang model terkenal. Pasti kalian akan sangat bangga pada Mama Nesha. Namun sekarang Mama Nesha sedang sakit." Jelas Annisa sambil memasang wajah sedih.
"Kita harus selalu mendoakan kesembuhan untuk Mama Nesha ya. Kalau Papa kalian sudah sibuk bekerja, maka Tante yang akan mengantarkan kalian menemani Mama Nesha." Tangan Annisa mengusap lembut kulit tangan Hasan dan Husein secara bergantian. Pakaian panjang yang tadi dikenakan Annisa lepas diganti dengan yang baru.
"Hasan dan Husein harus menjadi cahaya dan penyemangat yang kuat untuk Mama Nesha. Bujuk Mama Nesha supaya cepat bangun dan kalian bisa berkumpul lagi." Annisa mengusap minyak wangi yang sudah ditempelkan pada tangan sebelummya.
"Wanginya jagoan-jagoan Mama Nesha dan Papa Rafael." Lanjut Annisa lagi sambil mendaratkan kecupan gemas pada pipi kedua keponakannya.
Ya, Annisa tahu betul posisinya dimana saat ini dan sampai nanti. Ia hanya seorang istri yang jadikan pengasuh untuk menjaga, merawat dan menyayangi kedua ponakannya yang tampan-tampan.
Jadi masalah? Tentu tidak. Karena ia melakukan ini demi adiknya Nesha. Tidak masalah dengan pernikahannya yang hanya status saja.
Dari balik pintu kamar mandi Rafael mendengar semua ucapan Annisa. Ternyata ia salah, Annisa tidak memiliki niat untuk mengambil posisi Nesha. Jutsru Annisa dari sekarang sudah memperkenalkan sosok ibu kandung mereka yang sedang koma.
Tidak ada alasan bagi Rafael untuk tidak suka atau berprasangka buruk terhadap Annisa. Perempuan itu sangat dewasa sesuai dengan umurnya. Rafael akan mencoba untuk bicara dengan Annisa mengenai banyak hal tentang Nesha dan kedua bayinya.
Annisa menjauh dari box saat Hasan dan Husein yang sudah memejamkan mata. Annisa duduk di tepi tempat tidur. Ia meraih kantung plastik dan membukanya.
"Pembalut? Jadi Rafael membelikannya" batin Annisa melihat ada beberapa ukuran pembalut. Sebelum menikah, ia sudah kedatangan tamu bulanannya.
Kalau pernikahannya berjalan normal, mungkin ia bisa langsung hamil dan segera memiliki seorang anak. Namun sayang, ini hanya pernikahan tidak biasa, terpaksa karena kedua ponakannya namun ia sangat menyayangi mereka.
Bersambung
Jangan lupa like, komen, gift dan vote. Terima kasih 🙏🙏
Annisa duduk di dekat jendela setelah memberi susu formula pada Hasan dan Husein. Tidak ada lagi kegiatan yang bisa dilakukannya sekarang ini.
Sebelumnya pun Annisa memang tidak bekerja, ia hanya tinggal di rumah mengurus sang Mama yang sudah sakit-sakitan. Untuk urusan makan Annisa mengandalkan uang pensiunan almarhum Papa nya. Sekarang Mama ditemani seorang ART yang diambil Rafael dari yayasan.
Hanya saja kalau di rumah Mama nya, Annisa bisa mencoba membuat berbagai macam masakan dan ada beberapa tetangga yang menjadi langganannya.
Annisa segera mengenakan hijab dan cadarnya saat melihat dari jendela mobil Rafael sudah memasuki halaman rumah. Tidak berselang lama pria itu datang mengetuk pintu lalu masuk. Menaruh tas kerjanya di atas meja kecil lalu mencuci tangan. Rasanya sudah sangat rindu ingin melihat kedua jagoannya.
"Hari ini mereka rewel tidak?" Rafael tahu kalau di dekat jendela ada Annisa. Pria itu mulai tahu kebiasaan Annisa yang merupakan istrinya juga.
"Tidak, hari ini mereka sangat anteng." Sahut Annisa dari tempatnya.
Rafael hanya mengangguk lalu berbalik badan dan mendekati Annisa.
"Hari ini saya tidak sempat ke rumah sakit, setelah rapat di luar langsung pulang." Rafael sudah mau menceritakan apapun pada Annisa selama itu tentang Nesha dan anak-anaknya.
"Tadi saya mengajak Mama dan anak-anak ke sana. Alhamdulillahnya enggak tiga puluh menit. Tapi satu jam" Annisa tersenyum bahagia namun Rafael tidak bisa menikmatinya.
Ya, Rafael meminta Annisa untuk tetap menutup wajahnya selama mereka menikah. Dengan alasan ia tidak berhak melihat apapun yang ada pada diri Annisa selain pria yang benar-benar menjadi suami Annisa kelak. Pria itu tidak ingin memanfaatkan statusnya sebagai suami.
"Wah enak dong, bisa puas ngobrol sama Nesha." Rafael melipat kedua tangan di dadanya sambil tersenyum ramah.
"Hmmm, malahan Mama tadi menaruh Hasan dan Husein bergantian di atas dada Nesha. Cukup lama juga. Kami sangat berharap semoga secepatnya Nesha bisa sadar dan kembali sehat."
"Iya, saya juga sangat menginginkan adanya keajaiban untuk Nesha."
"Iya" sahut Annisa lirih.
"Kamu tidak tidur?" Rafael menurunkan tanganya lalu membuka jas dan menaruhnya ke dalam keranjang baju kotor yang terpisah dengan anak-anak.
"Iya, belum mengantuk. Mungkin sebentar lagi."
"Ok, saya mandi dulu. Rasanya sudah lengket banget."
"Iya."
Rafael pun segera meluncur ke dalam kamar mandi. Cukup lama Rafael berada di dalam sana, sudah sering kali Rafael berendam di air dingin guna meredam gairah dan hasratnya yang terkadang datang disaat yang tidak tepat. Hanya pada Nesha ia ingin melampiaskan semuanya.
"Cepatlah sadar, sayang. Aku sangat tersiksa." Rafael memukul kencang pinggiran bathtub. Kepalanya bersandar lalu mulai turun dan semakin turun hingga tubuhnya masuk ke dalam air.
Sejenak Rafael menahan nafasnya di bawah sana, setelah berhasil mengusir jauh gairah dan hasratnya buru-buru ia naik ke atas dengan nafas yang tersengal-sengal. Namun ia sangat puas dengan hasil yang didapatnya.
Rafael bangkit lalu menyambar kimono yang menggantung. Mengenakannya kemudian mengikatnya kencang. Sebab ia sadar di dalam kamar mandi tidak ada baju ganti yang dibawanya.
Ia keluar dari kamar mandi lalu melihat ke arah sofa dekat box bayi Hasan dan Husein. Di sana sudah ada Annisa lengkap dengan baju dan selimut tebalnya. Kedua mata perempuan itu sudah tertutup rapat.
Rafael segera mengenakan baju yang sudah diambilnya dari lemari. Pria itu menghampiri Hasan dan Husein lalu mengecupnya sebelum naik ke atas tempat tidur miliknya dan Nesha.
Waktu sudah pukul tujuh pagi ketika Annisa dan si kembar tiba di meja makan.
"Cucu-cucuku sudah wangi, tampan lagi. Sini gendong sama Nenek Kakek." Mama dan Papa mertua mengambil alih si kembar.
Annisa duduk tenang di sebelah Rafael. Ia mulai mengisi piring kosong yang ada didepannya. Mama mertua langsung melayangkan protes pada Annisa.
"Kamu ngambil makanan untuk diri sendiri?."
Annisa mengangguk mengiyakan sambil menghentikan aktivitasnya.
"Eh, sangat jauh beda sama Nesha. Nesha itu istri idaman, jadi rebutan para laki-laki di luar sana. Udah model terkenal, cantik, baik dan yang penting bakti sama suami. Enggak modelan kaya kamu, baju-bajunya aja syar'i tapi kelakuannya macam gini."
Mama mertua begitu sewot atas anggukan kepala Annisa. Ia tidak terima anak kesayangannya tidak diurus dengan baik.
"Ma, sudah. Tidak baik bicara begitu pada Annisa." Papa mertua menengahi.
Mama memberikan Hasan dan Husein pada Mbak Lastri dan si bungsu Renata lalu meminta mereka untuk membawanya ke kamar. Sebab ia belum puas menceramahi menantu barunya yang berpenampilan seperti ustadzah itu. Ia tidak menghiraukan keberadaan Papa mertua dan Rafael yang sudah mulai menyuap makanannya.
"Dengar Annisa! Perempuan seumuran kamu harusnya udah tahu tugas dan tanggung jawab seorang istri itu apa. Bukan begini, masa kamu kalah sama Nesha. Tahu begini mending Rafael nikah sama Yulia aja." Mama mertua bicara begitu dengan nada tinggi dan sangat marah.
Nama yang Mama mertua sebut datang tanpa diundang ke dalam rumah itu. Namun dengan akrab dan santainya Yulia menyapa Rafael, Mama dan Papa mertua.
"Selamat pagi, Rafa, Tante, Om." kemudian Yulia berdiri di samping Mama mertua. Tidak mempedulikan sapaannya diacuhkan oleh ketiga orang tersebut. Kelihatannya sedang ada perang.
Rafael menaruh sendok dan menyudahi makannya. Ia mengelap mulut dengan tissue lalu menatap sang Mama dan buka suara.
"Annisa sudah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri dengan sangat baik, Ma. Tapi, ada beberapa hal yang bisa aku lakukan sendiri. Jadi itu bukan masalah untukku." Rafael bangkit lalu melirik pada Annisa yang duduk tertunduk.
"Kamu masuk ke kamar, nanti saya minta Mbak Lastri membawakan makanan untuk kamu. Saya harus berangkat sekarang, nanti terlambat karena saya harus ke rumah sakit dulu." Annisa berdiri dan mereka meninggalkan meja makan. Annisa menaiki tangga dan Rafael langsung menuju mobil.
Papa mertua juga menyusul Rafael, segera berangkat ke kantor. Sungguh sangat malas mendengar ocehan istrinya.
"Jadi itu Kakak nya Nesha? Istri yang baru Rafael?." Yulia duduk di samping Mama mertua. Ia menatap Renata yang baru turun lalu pamit harus ke berangkat ke kampus.
"Kamu belum makan, Renata."
"Gampang, Ma. Nanti di kantin kampus aja. Bye Ma, Kak Yulia."
"Iya, hati-hati." Jawab Mama mertua dan Yulia.
"Tante belum jawab pertanyaan aku." Yulia menoleh ke arah Mama mertua dan bertanya lagi mengenai perempuan bercadar itu.
"Iya, itu Annisa." Jawabnya singkat.
"Lagian, kenapa enggak nikah sama aku aja Rafa nya, Tante?. Padahal aku cinta mati sama Rafa, rela deh aku jadi istri kedua juga."
"Rafael nya yang enggak mau sama kamu, padahal Tante dan Renata sangat setujunya sama kamu." Mama mertua memasang wajah kecewa terhadap pilihan sang putra.
Bersambung
Jangan lupa like, komen, gift dan vote. Terima kasih 🙏🙏😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!