The dark side

Seketika aliran darahnya seakan terhenti, wajah Cindy menjadi kaku, dan jemarinya gemetar. Tanpa sengaja, ponsel yang di pegang itu jatuh begitu saja ketika menyadari sosok asli Jason.

Ya, Jason adalah pemimpin dari anggota Triad. Meski belum pasti kebenarannya, namun nama Jason Liu tercantum di sana. Inilah alasan di balik kekayaan dan keberhasilan bisnisnya yang begitu besar, dengan perusahaan MFCG yang tersebar di seluruh dunia. Bisnis resmi yang dimilikinya hanyalah topeng untuk menutupi bisnis gelapnya.

Jason, di balik citra seorang pengusaha sukses yang masih muda, sebenarnya adalah seorang dewa judi yang terkenal di dunia perjudian kasino. Tidak ada yang bisa menandingi keahliannya dalam berjudi.

Namun, Cindy berusaha menenangkan diri di tengah ketegangan yang melingkupinya.

"Ini berarti aku harus lebih berhati-hati dengan Pak Jason. Ternyata, dia bukan orang sembarangan. Astaga!" batin Cindy, seolah terjebak di dalam lembah kematian saat berada di Mansion itu.

Jason, seolah tak tergoyahkan oleh hukum, dikenal sebagai figur yang tegas dan tanpa ampun bagi siapa pun yang melanggar. Ia tak ragu untuk menyingkirkan orang yang menghalangi jalannya, bahkan dengan mengambil nyawa mereka.

Meskipun memiliki banyak koneksi, yang sering melindunginya dari tindakan ilegal, Jason juga memiliki sisi kemanusiaan. Ia tidak tega melihat orang lemah atau tak berdaya yang tertindas, dan selalu menjadi benteng dan perisai bagi mereka.

Sebagai seorang yang memiliki pengaruh dan kekuatan, Jason bisa melindungi orang-orang yang lemah atau tak berdaya dari kejahatan dan ketidakadilan yang membuatnya harus mengulurkan tangan tanpa rasa pamrih.

...

Setelah puas mengamati koleksi senjata api di ruangan itu, Cindy melanjutkan penjelajahannya. Dalam keheningan, suaranya terdengar jelas, seiring dengan detak jantung yang berdegup kencang. Pandangannya menyisir ke atas, ke langit-langit ruangan yang tinggi dan terbuat dari kaca, memperlihatkan langit yang cerah di luar.

Ia membuka pintu ke ruangan berikutnya dan menemukan berbagai alat pertarungan mematikan, termasuk katana, samurai, dan tongkat rantai. Namun, yang paling mengejutkan adalah salah satu samurai yang dibiarkan di atas meja dengan noda darah kering di atasnya. Jason meninggalkan tulisan bahwa samurai itu adalah hasil rampasan dari musuhnya, dan noda darah itu menandai saat Jason menghabisi musuhnya tersebut.

Cindy merinding menyadari kekejaman dan bahaya yang ada di hadapannya. "Ya Tuhan, dia benar-benar kejam," gumamnya.

Di satu sisi, Cindy mencoba menggenggam tongkat rantai dan melakukan aksi seperti adegan Kung Fu, mengayun benda tersebut ke udara dengan cepat dan lincah.

"Watao... Hia... " desisnya, mirip seperti tokoh dalam adegan laga, dengan imajinasi yang kuat.

Namun, nasib berkata lain, karena ia tak berpengalaman, mengakibatkan ujung tongkat rantai malah mengenai keningnya, membuat ia merasakan sakit yang menusuk.

"Aduh!" keluh Cindy, dengan sedikit tertawa atas kecerobohan yang di buat sendiri.

Ia memijat keningnya yang terasa sakit akibat benturan itu.

"Eugh, sial!" Sambil meringis kesakitan, Cindy meletakkan tongkat rantai itu kembali ke tempatnya, meninggalkan memar dan benjol di kening.

"Aah, sakit," desah Cindy, matanya sedikit pusing karena ulahnya sendiri.

Setelah keluar dari ruangan itu, Cindy melangkah ke ruang berikutnya. Ia terkejut melihat beberapa kotak kaca berisi cairan pengawet berwarna bening, dan yang lebih mengerikan, terdapat beberapa potongan tubuh yang diawetkan di dalamnya.

"Hais!" pekik Cindy, seolah-olah ia berada dalam adegan horor. Siapakah mayat-mayat itu? Cindy tidak memiliki jawaban. Apa motif di balik semua ini?

Jantungnya hampir copot saat melihat potongan kepala seorang pria yang diawetkan, yang tampak menghadap ke arahnya. Dengan mulut menganga, matanya terbuka lebar, dan pupilnya menonjol, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu.

Cindy berjongkok, penuh ketakutan, dan teriakan tanpa ampun memenuhi ruangan. Tatapannya melayang ke arah mayat-mayat dan potongan tubuh itu, membayangkan mereka mungkin akan bangkit kembali sebagai zombie.

"Tidak!" teriaknya, dengan mata terpejam, berharap ini hanyalah mimpi dan mencoba mengusir pikiran mengerikan itu.

Ia melihat wanita-wanita cantik tanpa busana yang diawetkan utuh di balik dinding kaca tersebut, bak manekin di dalam air.

Tubuh mereka sungguh sangat aduhai, tapi mengapa harus berakhir seperti ini, menjadi korban di tangan Jason? Cindy menggelengkan kepala, tidak ingin menjadi korban berikutnya.

Tanpa ia ketahui korban-korban itu sebenarnya adalah wanita-wanita yang mencoba menggoda Jason. Itulah mengapa Jason merasa risih dan mengakhiri hidup mereka dengan cara yang kejam, dan jasadnya di jadikan pajangan bagaikan boneka.

Cindy merasakan tubuhnya kaku ketika wajah-wajah mereka tampak menyeringai ke arahnya dalam halusinasi. Ia bahkan kesulitan untuk bangkit dan melangkah, terjebak dalam situasi yang mengerikan.

"Ya Tuhan." Ia berisik, hatinya penuh kepanikan. "Tolong aku Tuhan!" ia terus bergumam dan berdoa kepada entitas yang paling kuat di alam semesta ini, mencari perlindungan dari ketakutan yang melilitnya.

Langkah Cindy tersendat saat mencoba keluar dari ruangan horor itu, dan tanpa disadari, ia tersesat masuk ke ruang lain yang ternyata adalah perpustakaan. Di sana, rak-rak buku tertata rapi, hampir mengisi seluruh dinding ruangan.

Kepalanya tiba-tiba terasa pusing, seolah-olah tak bisa menemukan jalan keluar. Untuk mengatasi ketegangannya, Cindy meraih salah satu album yang terpajang di rak dan membukanya. Album berwarna abu-abu itu menampilkan koleksi foto dan profil leluhur Jason, terutama saat kakeknya masih muda. Foto-foto itu menceritakan awal perjalanan QiXiN Group, yang didirikan oleh Liu Xin Meng. Ia mulai merintis bisnis ini sejak remaja karena keuletan, kecerdasan, dan ketekunan yang dimilikinya.

Liu Xin Meng. Wajahnya saat muda sangat mirip dengan Jason. Cindy tak bisa menahan senyumnya saat melihat koleksi foto-foto dan profil keluarga Liu yang menampilkan kehidupan masa lalu mereka.

Dengan rasa penasaran yang menggebu, Cindy meraih album foto lainnya, kali ini bersampul coklat. Album itu berisi biografi Jason sendiri, lengkap dengan berbagai foto menampilkan penghargaan-penghargaan yang diterimanya sejak kecil, remaja, hingga dewasa, dari berbagai kejuaraan, seperti kejuaraan maraton tingkat Asia, voli putra perwakilan dari China, dan bahkan olimpiade Fisika. Selain itu, terdapat penghargaan yang ia raih semasa kuliahnya.

Melihat semua ini, Cindy semakin terkesan. Selain kaya raya dan tampan, Jason juga memiliki segudang prestasi. Siapa sih yang tidak akan tertarik padanya?

Meskipun telah mengetahui segala prestasi Jason, rasa tegang dan waspada Cindy terhadapnya tetap besar.

"Bagaimana nasibku?" batinnya, sambil meninggalkan ruangan itu dan mencari kamarnya, terkadang tersesat di antara lorong-lorong yang tak berujung.

Setelah berjuang cukup lama, Cindy akhirnya menemukan kamarnya, sebuah tempat istirahat yang sangat nyaman. Ia membuka jendela, membiarkan sinar matahari masuk. Dari atas, ia melihat taman dengan berbagai jenis bunga yang indah dan langka, menampilkan warna-warni yang mempesona.

Cindy merasa sedikit lega saat melihat keindahan bunga-bunga itu, yang berhasil menetralkan ketegangan yang melingkupinya.

...

Ketika berada di kantor, sorot mata Jason memicing tajam saat membaca laporan keuangan bulan ini.

"Siapa yang berani korupsi? Sialan! Tak akan aku biarkan lolos begitu saja!" pekiknya, semangat untuk menegakkan keadilan begitu kuat.

Dengan sigap, Jason mulai mengamati gerak-gerik dan tingkah laku para staf yang bekerja pagi itu. Tatapannya mencari-cari tanda-tanda kecurigaan. Sampai akhirnya, matanya terhenti pada Awei, orang yang menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO).

Jason memutuskan untuk menyelidiki Awei lebih lanjut, yakin bahwa dia memiliki peran dalam penggelapan uang perusahaan.

Dengan kepandaian manipulasinya, Jason berusaha tidak menghakimi Awei secara langsung, melainkan dengan cara yang lebih halus.

"Awei, bisakah kamu ikut bersama saya untuk acara makan malam di Mansion saya?" ajak Jason pada pria berusia 35 tahun itu, dengan nada ramah.

"Ya, saya akan menyempatkan," jawab Awei sambil mengangguk, tanpa curiga akan niat buruk di balik undangan itu.

Jason memperhatikan ekspresi polos di wajah Awei, tersembunyi di balik kaca mata bundarnya, dan menyadari bahwa dia adalah seorang penipu ulung.

"Jangan pikir aku tidak tahu ulahmu!" batin Jason dengan senyum menyeringai, sementara Awei hanya menunduk, mungkin merasa tertangkap.

Waktu berlalu, hingga akhirnya malam tiba. Jason didampingi oleh anak buahnya, Liam dan Rey, serta Awei. Mobil mereka bergerak beruntun masuk ke area Mansion dan berhenti di halaman yang megah dan indah.

"Mari," ajak Jason sambil memimpin Awei dan kedua anak buahnya yang berdiri di belakang Awei, menuju ke dalam Mansion.

Jason merasakan ketegangan di wajah Awei saat mereka berjalan menuju Mansion. Tanpa ragu, Jason berbalik dan memberikan tendangan telak di dadanya tanpa ampun.

Tubuh kurus Awei terhuyung ke belakang, dan ia batuk mengeluarkan darah segar dari mulutnya akibat tendangan mematikan Jason.

Pria kurus itu merintih kesakitan, suaranya menggema di ruangan megah tersebut, menghadirkan aura mencekam.

Cindy, yang mendengar suara itu, keluar dari kamarnya dan menyaksikan adegan mengerikan itu dari atas balkon, tubuhnya membeku oleh kejadian yang tak terduga ini.

Kaki Jason berada di atas dada Awei, menekannya dengan kuat. "Akui, kamu sudah menggelapkan uang perusahaan, bukan?" tuduh Jason dengan tegas. Liam melempar beberapa berkas bukti ke wajah Awei yang terbaring tak berdaya di bawah lantai.

"T-tidak, Pak Jason," elak Awei, tapi Jason merasa bahwa pengakuan itu hanyalah usaha Awei untuk mempertahankan diri. Dengan bukti-bukti yang telah dikantongi, Jason tidak bisa percaya begitu saja pada kata-kata Awei.

"Pembohong!" bentak Jason, dengan gemas. Ia menjambak rambut Awei dan memukuli wajah dan dadanya secara brutal, hingga Awei terus berteriak kesakitan.

"Ayo, mengakulah!" desak Jason, tetapi Awei tetap membantah. Setelah babak belur, barulah Awei mengakui kesalahannya.

"Ya, saya melakukannya, tapi mohon jangan bunuh saya. Saya memiliki keluarga, kasihanilah anak dan istri saya," ucap Awei sambil berlutut dan terisak di hadapan Jason.

Tanpa belas kasihan, Jason melempar senyuman kejam dan kembali menendang tubuh lemah Awei. Rey memberikan pistol ke tangan Jason dan mengarahkannya tepat ke dada Awei. Pria itu terlihat pasrah dan terisak saat menyadari nyawanya sudah di ujung tanduk.

"Saya akan mengirim mu menghadap Sang Pencipta!" dengan sekali tembakan, tubuh Awei tumbang dan bersimbah darah yang menggenang di lantai.

Awei mengejang saat menjelang ajal, hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir.

Jason memberi isyarat kepada Rey dan Liam untuk mengurus jasad Awei, sementara ia naik ke lantai dua dengan kemeja putih yang berlumur darah.

Di sana, ia membuka kemeja itu, memperlihatkan tato naga yang menghiasi bahu dan punggungnya. Cindy, dari belakang, memperhatikan dengan seksama.

Jason memutar tubuhnya, menyadari bahwa Cindy sedang mengawasinya. Wajahnya tidak menunjukkan penyesalan atau keraguan, melainkan ketegasan dan keangkuhan yang mengintimidasi.

Gadis itu merasa tertangkap basah, bergeming, dan tertunduk setelah menyaksikan kekejaman Jason. Langkah kakinya terdengar jelas saat Pria itu melangkah perlahan ke arah Cindy.

Bau anyir darah segar menyeruak dari pakaian Jason, membuat Cindy merasa sedikit pusing dan mual.

Jason tersenyum miring, matanya menatap kening Cindy yang benjol dan menyentuhnya. "Kenapa keningmu?" tanya Jason, suaranya penuh dengan rasa ingin tahu. Cindy menelan liur sebelum menjelaskan kejadian yang membuat keningnya memar dan benjol.

Setelah mendengar penjelasan Cindy, Jason tertawa kecil, merasa tindakannya sangat lucu. "Dasar, kamu mau belajar Kung Fu, hah?" cibir Jason, di balik cibirannya ia juga membuka peluang bagi Cindy untuk belajar ilmu bela diri tersebut.

Cindy menjawab dengan senyuman kecil, membuat Jason terpana. Tanpa ragu, pria itu mengangkat tubuh Cindy dan membawanya masuk ke dalam kamar. Tatapan mereka saling terpaku satu sama lain, menghadirkan atmosfer yang tegang namun penuh makna.

Meskipun ada rasa waspada, Cindy bisa merasakan ketulusan dalam tatapan Jason, yang membuatnya merasa aman dan nyaman di dekatnya. Ini adalah momen yang penuh dengan emosi dan keintiman, di mana keduanya saling memahami tanpa perlu banyak kata.

"Tuhan, apa yang akan dia lakukan padaku?" Cindy bergumam dalam hati.

...

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!