bab 10

Arumi menatap lekat netra suaminya yang tengah menatap ke arahnya. Jantungnya kembali berdebar keras hingga rasanya ia sulit untuk bernapas.

“Aku tidak tahu. Aku belum kenal dan belum percaya sepenuhnya sama kamu. Aku pun belum tahu alasan kamu menerima permintaan ayah untuk menikah denganku. Aku tidak ingin kecewa untuk yang keduanya kalinya.”

Mendengar ucapan istrinya, Narendra merasa miris. Ia masih belum mengetahui motif Vino meninggalkan Arumi tepat di hari pernikahannya, tetapi ia yakin, Arumi tidak akan mudah membuka hatinya untuk menrima orang baru.

“Aku bersedia menikahimu karena mantan istriku.” Narendra berkata tenang. Arumi yang semula sudah menundukkan kepalanya, kini langsung mendongak.

“Kamu masih mencintai mantan istrimu? Masih terbayang-bayang sama dia?”

“Tidak! Awalnya aku memang menikahimu karena mantan istriku dan aku ingin menjadikanmu tameng agar dia tidak lagi menggangguku, tapi bukankah aku akan sama saja seperti Vino yang pada akhirnya mempermainkanmu. Setelah lama berpikir dan mendengar nasehat Papa dan Mama, aku tidak ingin main-main dengan pernikahan karena aku sendiri sudah pernah merasakan dicurangi,” jelas pria itu. “Tapi kalau kamu tidak mau bersamaku, aku bisa apa? Memaksamu? Aku tidak ingin mengekang kebebasanmu.”

Narendra sempat tidak percaya dengan ucapannya sendiri. Ia tidak berniat berbicara gamblang pada Arumi, tetapi nalurinya mengatakan jika dirinya harus selalu terbuka pada istrinya terlepas dari apa pun itu.

Dia pasti berpikir kalau aku pria gampangan, batin Narendra.

Suasana di dalam kamar kini kembali hening. Arumi sangat tidak menyangka jika suaminya akan mengatakan yang sesungguhnya. Namun, Arumi memiliki sedikit harapan untuk memupuk rumah tangganya meski ia juga tidak akan tahu akan berakhir seperti apa nantinya. Namun, yang jelas, Arumi hanya ingin menjalani kehidupannya sebaik mungkin.

Tidak salah, ‘kan kalau aku memupuk rasa pada suamiku sendiri, batin Arumi.

“Ah, iya, kalau kamu ingin membalas dendam pada Vino, aku akan dengan senang hati membantumu,” tambahnya ketika melihat Arumi masih terdiam.

“Emmm … baiklah, aku akan ikut pindah ke rumah baru. Tapi aku tegaskan dulu sama kamu. Aku melakukan ini karena kejujuranmu malam ini. Aku tidak ingin egois ketika kamu berperan sebagai seorang suami, tapi aku masih menganggapmu seperti orang asing. Aku hanya ingin menjadi istri yang patuh, seperti kamu sebagai suami yang bertanggung jawab. Untuk penawaran balas dendam, aku belum memikirkannya.” Akhirnya Arumi memutuskan untuk benar-benar memupuk rumah tangganya dengan tersirat.

“Bagus. Jika kamu memang belum bisa menerima pernikahan ini, kamu bisa mengawalinya dengan pertemanan. Teman yang saling peduli dan saling membantu.”

Arumi mengangguk, menautkan jari kelingkingnya pada kelingking Narendra sebagai bukti bahwa keduanya sekarang menjadi sekutu.

“Tiga hari kedepan, pengacara kakek meminta seluruh keluarga Pradipta untuk berkumpul di kediaman utama. Jika kamu mau, kamu bisa ikut denganku sekalian membalas mantan kekasihmu,” ucap Narendra memberitahu.

“Tapi aku bukan siapa-siapa di sana, mana bisa aku ikut?”

Narendra menaikkan sebelah alisnya. “Kamu istriku. Lagipula kamu pikir aku ada hubungan darah dengan kakek? Tidak, Rum. Kenyataannya Papa hanyalah seorang yatim yang tiba-tiba diangkat menjadi anak oleh kakek. Meski pada akhirnya papa harus pergi dari keluarga kakek setelah kakek wafat.”

Arumi menganggukkan kepalanya. "Baiklah, jika aku tidak mengganggu, aku akan ikut denganmu.” Arumi memutuskan.

“Oh, iya, katamu, kamu kerja di Dandelion? Sebagai apa?”

Narendra teringat, tadi pagi Arumi mengatakan jika dirinya juga bekerja di sana. Namun, Narendra belum kepikiran untuk menanyakan hal itu tadi pagi karena masih kesal dengan Arumi.

“A-aku hanya OG(Office girl) di sana,” jawabnya pelan.

Setelah lulus SMA, Arumi memang tidak melanjutkan lagi sekolahnya karena perekonomian keluarganya saat itu tidak memungkinkan untuknya berkuliah. Hingga akhirnya Arumi memutuskan untuk bekerja.

Arumi tidak marah, ia menerimanya dengan sabar dan saat ini dirinya sangat bersyukur karena meski dirinya tidak kuliah, ia bisa membantu kedua orang tuanya membiayai kuliah adiknya, Ari.

Hati Narendra kembali mencelos mendengar jawaban dari istrinya. “Sejak kapan?”

“Kurang lebih sudah empat tahun aku kerja di sana. Kebetulan waktu itu aku bertemu sama kakek-kakek dan beliau ngasih tahu aku kalau di kantor itu sedang membutuhkan karyawan karena memang kantornya masih baru,”

“Perusahaan itu tidak terlalu besar, kalau memang kamu OG kenapa aku nggak pernah lihat kamu? Kamu nggak pernah ikut acara perusahaan?”

Setiap setahun sekali selama lima tahun berdirinya perusahaan, Narendra dan Galendra selalu mengadakan acara ulang tahun perusahaannya. Mereka akan mengadakan family gathering dan semua karyawannya diminta untuk mengikutinya.

Arumi menggeleng. “Entah, aku juga nggak pernah lihat kamu. Kebetulan pekerjaanku berada di bagian dalam, jadi tidak selalu bersinggungan dengan karyawan kantor. Aku juga nggak pernah ikut acara kantor karena bantuin ayah di toko sebab itu lebih menghasilkan daripada aku ikut acara yang hanya membuatku lelah.”

Narendra tersentuh dengan ucapan Arumi. Di balik sikapnya yang judes dan suka marah-marah, ternyata Arumi begitu pekerja keras, bahkan merelakan kebahagiaannya untuk keluarganya.

“Kamu kerja di bagian apa memangnya? Aku seperti pernah mendengar namamu, tapi nggak tahu juga, sih?”

Narendra mengibaskan tangannya ke udara. “Nanti juga kamu akan tahu sendiri.”

***

Hari Minggu.

Pagi sekali Arumi sudah bangun dan membersihkan diri karena pagi ini dirinya akan mengunjungi rumah mertuanya sekaligus nanti berangkat bersama ke rumah mendiang kakek Pradipta.

Hubungannya dengan Narendra kini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Arumi tidak lagi marah-marah atau mencari gara-gara pada suaminya. Wanita itu mempergunakan waktu cutinya dengan sebaik mungkin sebelum akhirnya nanti dirinya kembali bekerja.

Arumi tengah merapikan koper kecil milik suaminya yang sudah terisi pakaian ganti miliknya. Rencananya nanti malam sepulang dari kediaman utama, ia akan menginap di rumah mertuanya barang sebentar.

“Arumi, ajak suamimu sarapan!” teriak Tari dari luar.

“Iya, Bu, setelah ini kamu keluar,” jawab Arumi yang turut berteriak, padahal ia bisa saja membuka pintu kamar dan menghampiri ibunya.

Narendra yang baru saja selesai mandi dan hanya mengenakan handuk yang menutupi area bawahnya membuka suara.

“Ibu, kenapa?” tanyanya mengalihkan atensi Arumi.

“Astaga! Kenapa nggak langsung ganti baju, sih, tuh udah aku siapin. Ayo, buruan! Ibu udah manggil kita buat sarapan,” jawab Arumi memberitahu.

“Ya, sudah, tunggu sebentar.” Narendra segera berganti pakaian karena tidak ingin membuat mertuanya menunggunya terlalu lama.

Acara sarapan berlangsung cepat. Tari dan Dimas begitu tersentuh ketika melihat putrinya yang kini benar-benar memperlakukan Narendra layaknya seorang suami, pun begitu dengan Narendra. bahkan kemarin, ketika Arumi meminta izin untuk menginap di rumah mertuanya, Tari langsung meneteskan air matanya karena bahagia melihat putrinya yang mulai menerima pernikahannya.

"Kalian hati-hati di jalan, salam buat Mertuamu, Rum," kata Dimas ketika Arumi telah masuk ke mobil.

Arumi mengangguk. "Iya, Yah. kalau begitu kami pamit, Assalamu'alaikum,"

"wa'alaikumsalam."

***

“Sudah siap bertemu mantan?”

*

*

Maafkan Nad karena belum bisa up banyak-banyak ya guys😭

Terpopuler

Comments

Tutik Sriwahyuni

Tutik Sriwahyuni

rum kalau ketemu pak su di kantor nanti jangan begajulan ya bisa malu sendiri nanti 😁

2024-04-29

2

Ida Sriwidodo

Ida Sriwidodo

Pasti Narendra boss nya Arumi! 🤪🤪😅😅

2024-04-27

3

Novie Achadini

Novie Achadini

ya ampun og? pantes aja sikap nya nggak intelek

2024-05-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!