bab 15

Arumi segera keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan hajatnya. Namun, ia dibuat terkejut ketika mendapati Vino sudah berdiri tepat di depan pintu kamar mandi sambil menyeringai.

Deg!

“Kenapa, Sayang … kok, kaget gitu, sih?” goda Vino membuat Arumi membelalakkan matanya.

“Saya nggak kaget, kok, permisi.” Arumi dengan tenang menggeser tubuhnya kemudian bergegas pergi dari sana. Namun, Vino dengan cepat menarik tangan kanannya kemudian membawanya ke dalam pelukannya.

“Lepasin, brengs*k! Jangan sentuh aku!” Arumi memekik kaget akan perlakuan Vino.

Kini, Arumi tidak bisa lagi berpura-pura tenang, Vino yang dikenalnya memiliki temperamen yang buruk tentu saja membuat Arumi panik.

Vino semakin menekan tubuh Arumi yang tengah meronta dipelukannya. Ia tidak bisa melupakan wajah cantik Arumi malam ini. Warna gaun yang begitu kontras dengan warna kulitnya serta riasan natural yang begitu menarik hasrat kelelakian seorang Vino. Pria itu juga menghirup tubuh wangi mantan kekasihnya dengan sangat dalam. Arumi sangat berbeda dari biasanya.

“Aku tidak tahu ada hubungan apa antara kamu dengan si brengs*k sia*lan itu, tapi yang jelas, hari ini aku ingin menghabiskan malam panas bersamamu.”

“Lepas, Vin! Aku benci sama kamu! Bukan Naren yang breng*sek, tapi kamu, kamulah pria paling breng*sek yang pernah aku kenal!”

Arumi kembali meronta dan beruntung bisa terlepas dari dekapan Vino, tetapi ketika Arumi hendak pergi, Vino justru memojokkannya ke tembok yang menghalangi antara dapur dengan ruang tengah hingga aktivitas keduanya tidak bisa terlihat dari luar.

“Aku breng*sek? Tapi aku bisa memuaskanmu, Arumi. Wajah penuh keringat, erangan, dan lenguhan darimu sangatlah kurindukan.” Vino kembali membisikkan kata-kata yang mengoyak harga diri Arumi.

Arumi menangis, ia sangat benci pada Vino dan ingin sekali membunuh pria di hadapannya saat ini. Namun, ia tentu tidak bisa. Ia tidak memiliki kekuatan seperti yang dimiliki pria itu. Arumi takut, jika foto yang pernah diperlihatkan Vino padanya akan tersebar.

“Lepas, Vin! Sebenarnya apa maumu, hah!” bentak Arumi. Ia harap suaranya bisa sampai terdengar oleh Narendra di ruang tamu.

“Pertanyaan bagus. Aku ingin menghabiskan malam panas bersamamu, Arumi!”

“Aku nggak mau! Lepas, Vin. Atau aku akan mengadukanmu pada Narendra!”

Vino mengunci kedua tangan Arumi dan juga membekap mulutnya agar wanita itu tidak banyak suara, dan hal itu membuat Arumi merasa semakin terpojok.

Arumi sudah berusaha berbicara dengan nada tinggi dengan Vino agar yang lainnya bisa mengetahui keberadaannya yang sangat terdesak. Namun, sepertinya nasib baik belum sampai kepadanya. Bahkan saat ini ia sangat kesulitan untuk berbicara karena bibirnya tengah dibekap oleh Vino.

“Setelah batal menikah denganku, kamu jadi mendekati Naren? Dasar sok suci kamu, Arumi!”

Arumi menggeleng kuat ketika wajah Vino semakin dekat dengan wajahnya. Air matanya mulai membasahi pipi serta isakan tangis mulai terdengar menyayat hati. Arumi sungguh tidak ingin dijamah lagi oleh Vino.

Bugh!

Vino jatuh tersungkur setelah mendapatkan pukulan dari Narendra, padahal ia hampir saja mencium bibir Arumi yang ranum.

“Dasar breng*sek! Apa yang sudah kamu lakukan pada istriku!” teriak Narendra marah.

Kilatan amarah berhasil menyala dari tubuh Narendra. Pria itu sangat marah ketika melihat istrinya berada dalam kungkungan Vino terlebih dalam kondisi memprihatinkan.

“Jadi, kau menikahi jalang ini? Kau menikahi bekas–”

“Cukup, Vin!” Arumi berteriak ketika menyadari jika Vino akan mengatakan sesuatu yang pasti akan membuat harga dirinya terluka.

“Kenapa, kamu takut rahasiamu terbongkar?” cibir Vino seraya bangkit dari lantai.

“Jadi, kamu menikahi jalang murahan ini?” Vino bertanya dengan nada mengejek ke arah Narendra.

Bugh!

“Jangan memanggil istriku dengan sebutan itu, sia*lan!”

Narendra terus menghantamkan kepalan tangannya pada wajah dan tubuh Vino, pun dengan Vino, ia yang tidak terima akhirnya membalas pukulan dari Narendra. Arumi berteriak meminta mereka menyudahi semuanya, tetapi keduanya sama-sama tidak ingin berhenti.

Suara gaduh di dapur membuat beberapa orang yang ada di ruang tamu segera menuju ke sana. Baik Dewi maupun Silvi langsung histeris melihat anaknya tengah berkelahi.

“Astaga! Kalian kenapa berantem seperti ini, sih! Naren, lepaskan putraku!” pekik Silvi.

Galendra, Bagas, dan Bastian melerai keduanya sementara Dewi mendekati Arumi yang tengah menangis dan memeluk tubuhnya yang kini bergetar hebat.

“Lepas, Len, biar aku beri pelajaran buat si breng*sek ini,” ucap Narendra ketika Galendra berhasil memisahkan dirinya dengan Vino. Sementara Vino sudah babak belur karena memang ia tidak memiliki ilmu bela diri yang cukup dibandingkan dengan Narendra.

“Daripada kamu bertengkar dengan Vino, lebih baik kamu bawa Arumi pergi dari sini. Lihat istrimu!” Galendra membentak Narendra hingga membuat pria itu langsung menoleh ke arah istrinya yang saat ini masih di pelukan mamanya.

Narendra dengan cepat berjalan ke arah Arumi. pria itu khawatir dengan sang istri yang saat ini terlihat begitu terkejut.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Narendra dengan cemas.

Dewi melepas pelukannya dari sang menantu, kemudian membiarkan Arumi berbicara dengan Narendra.

“Naren.” Arumi langsung menghambur ke pelukan suaminya. Ia menangis hebat di sana dan itu membuat hati Narendra tiba-tiba merasa sangat sakit.

“Ayo, kita pergi dari sini.” Narendra segera membopong Arumi dan membawanya ke luar, meninggalkan semua kekacauan yang sudah diperbuat.

Arumi hanya mampu terisak dalam dekapan suaminya yang semakin menjauh dari area dapur. Narendra membawa Arumi masuk ke mobil, memastikan wanita itu aman kemudian mulai melakukan mobilnya keluar dari area perumahan di sana.

Di dapur, Silvi, Karina, dan Bastian membantu Vino untuk duduk di kursi makan. Sementara Galendra dan kedua orang tuanya serta Pak Hasbi masih mematung di tempatnya.

“Saya akan melaporkan Naren ke polisi karena sudah membuat anak saya babak belur seperti ini!” teriak Silvi ke arah Bagas.

“Bukannya Tante tahu sendiri bagaimana cueknya Naren sama Vino. Jadi, kalau sampai Naren bersikap bar-bar seperti tadi, harusnya Tante tanya, tuh, sama anak Tante. Apa yang sudah dia perbuat sampai Naren murka seperti tadi!” Galendra berseru kesal.

“Tetap saja, wajah anak saya seperti ini, jadi saya akan tuntut kalian semua!” seru Bastian.

“Tanya dulu anak–”

“Sudah, Galen. Kalau kamu terus meladeni mereka, bisa-bisa urat lehermu putus. Lebih baik kita pulang sekarang.” Bagas mengajak anak serta istrinya untuk segera pulang.

“Pak Hasbi, saya mohon maaf sebelumnya. Tapi keluarga saya akan menolak semua pemberian dari Papa meskipun itu diwajibkan karena saya tidak ingin membuat istri, anak, serta menantu saya merasa kurang nyaman. Lebih baik berikan semuanya pada Bastian termasuk milik Naren yang sudah ditolak tadi juga dengan posisi Galen. Kami permisi,” pamit Bagas kepada Hasbi.

Tanpa menunggu jawaban dari Pak Hasbi, Bagas, diikuti oleh Dewi dan Galendra pun bergegas pergi dari sana, meski suara sumpah serapah dari Silvi dan Bastian masih terdengar nyaring di telinga mereka. Ketiganya memilih tak acuh dan tetap melanjutkan langkah kakinya ke luar rumah.

"Jangan lengah, bisa saja mereka akan balas dendam pada kita." Tiba di samping mobil, Bagas langsung memperingati istri serta putranya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!