bab 12

“Apa, Ren?” tanya Bagas yang mendengar gumaman Narendra.

“O-oh, bukan apa-apa, kok, Pa. Naren hanya sedikit menebak. Tapi yang jelas, kalau nanti Om Bastian sama Tante Silvi berulah, Naren harap kalian nggak terpancing sama mereka. Apalagi Arumi, kan dulunya kekasih Vino, dan sekarang sudah resmi menjadi istri Naren. Naren hanya tidak mau jika mereka mengganggu dan menyakiti Arumi lagi,” jelas Narendra.

Bagas dan Galendra menaikkan sebelah alisnya, keduanya tampak keheranan dengan sikap Narendra barusan.

“Kamu udah beneran cinta sama Arumi? Tumben peduli banget sama orang baru?” Galendra bertanya dengan mata memicing.

Narendra mendengkus kesal. “Sebagai seorang suami, aku berkewajiban untuk melindungi Arumi dari orang-orang jahat.”

Berbeda dengan Galendra, Bagas justru merasa senang putranya peduli dengan Arumi meskipun keduanya baru saja saling mengenal.

“Kalian pasti sangat mengenal tabiat keluarga Vino, Papa harap kalian tetap bisa menjaga diri karena tidak menutup kemungkinan akan ada masalah besar yang akan menghadang jalan kalian. Papa merasa Pak Hasbi akan menyampaikan sesuatu yang nantinya membuat hubungan kita dengan keluarga Vino semakin terpecah,” lirih Bagas di akhir kalimat.

“Papa tenang saja. Bukankah kita sudah terlalu biasa menghadapi mereka. Selagi tidak membahayakan Papa dan Mama, kami tidak akan mengusik mereka.” Galendra berkata bijak.

Bagas mengangguk setuju. Ia sebenarnya sudah lelah berurusan dengan keluarga Vino. Bukan karena ingin durhaka kepada Pradipta selaku orang tua angkatnya dengan menjauh dari mereka, tetapi karena sikap Bastian, putra kandung Pradipta yang selalu mengacaukan semua yang ia rencanakan.

Bagas tidak membutuhkan sepeserpun harta warisan dari Pradipta, ia hanya ingin hidup tenang dan nyaman. Namun, ternyata Bastian tetap ingin terus mengganggunya, seolah Bagas tidak diperkenankan untuk bahagia barang sejenak.

Bagas ingin pergi lebih jauh, membawa anak-anak serta istrinya menjauh dari hidup Bastian. Akan tetapi, permintaan terakhir Pradipta membuat pria paruh baya itu mengubur keinginannya dalam-dalam.

“Sudahlah, kita ikuti saja permintaan Pak Hasbi. Papa harap ini hanya pertemuan biasa saja.”

***

“Nah, ini kamar suamimu. Tunggulah suamimu di sini sambil beristirahat. Mama akan siapkan makan siang untuk kalian,” ujar Dewi memberitahu sambil membuka pintu kamar Narendra.

“Biar Arumi bantu, Ma,” cegah Arumi ketika mama mertuanya hendak keluar kamar.

Dewi tersenyum simpul. “Tidak perlu. Mama memang sengaja akan menyiapkan makan siang khusus untuk kamu. Kamu tenang saja, Mama tidak memasak sendiri, kok, ada Bibi di dapur yang akan membantu Mama menyiapkan semuanya.”

“Tapi, Ma–”

“Sudah … sekarang kamu istirahat, atau melihat-lihat kamar suamimu juga boleh. Mama tinggal sebentar, ya.” Tanpa menunggu jawaban Arumi, Dewi bergegas keluar kamar dan langsung menutup pintunya kembali.

Arumi menatap kamar luas suaminya dengan penuh rasa takjub. Ranjang berukuran besar, sofa, lemari, bahkan televisi pun ada di dalam kamar itu. Arumi mulai menjelajahi kamar suaminya dengan rasa takjub dan bahagia.

“Kamarku bahkan nggak ada setengahnya dari ini. Kok, Naren bisa tidur nyenyak di kasurku yang kecil, ya? Ini juga, kasurnya empuk banget.” Arumi bergumam pelan.

“Ah … aku merasa menjadi cinderella yang sedang dipungut pangeran.”

Lelah memutari kamar suaminya yang luas, Arumi memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur lembut. Kakinya mengayun senang, dan tanpa sadar, Arumi mulai memejamkan matanya yang lelah.

Ceklek!

Lima belas menit kemudian, Narendra masuk ke kamar setelah berbincang dengan sang papa. Mata pria itu terkejut melihat Arumi yang sudah tertidur pulas dengan posisi yang kurang nyaman.

Pria itu mendesah pelan, ia berniat ingin mengerjai Arumi, tetapi ia tahan dan memutuskan untuk merapikan tidur istrinya yang berantakan. Ketika Narendra mulai mengangkat kedua kaki Arumi yang masih menggantung ke bawah, Arumi tiba-tiba terbangun, memekik kaget, dan langsung menendang Narendra dengan kuat.

“Argghhh!” Narendra memegangi pangkal pahanya yang ngilu karena tendangan Arumi.

Sudah dua kali, Arumi melakukan kekeras4n pada dirinya.

“Astaga, Naren!” Arumi segera beranjak dari atas kasur dan meraih Narendra yang tengah terduduk di lantai.

Wanita itu menuntun Narendra duduk di tepi kasur dengan raut wajah khawatir.

“Kamu nggak apa-apa? Maaf, tadi aku nggak tahu kalau itu kamu. Aku kaget dan reflek nendang kamu,”

“Ah, dua kali aku mendapatkan tendangan maut dari kamu, Rum. Kalau tambah satu lagi, mungkin kamu akan mendapatkan perhargaan ‘Istri Sadis Paling Fenomenal’.” Narendra mendesah pelan.

“Maaf, aku benar-benar nggak sengaja.”

Menatap mata Arumi yang tiba-tiba berkaca membuat Narendra terkejut. Pria itu segera mengusap pipi Arumi yang baru saja mendapatkan lelehan air mata yang tadinya sudah menganak sungai.

“Eh, jangan nangis,”

“Oke, aku maafin kamu. Lain kali jangan diulangi lagi.” Narendra meminta Arumi untuk duduk di sebelahnya. “oh, ya, nanti sore kita keluar, ya? Aku ada yang mau diurus, dan kamu harus ikut.”

“Ke mana? Bukannya kita mau pergi ke rumah Vino?”

“Ada, deh. Nanti kalau kita telat, kita susul Mama dan Papa ke sana.”

Arumi mengangguk paham.

Narendra membawa Arumi ke balkon kamarnya. Di sana pemandangannya cukup memanjakan mata Arumi.

Narendra menepuk kursi kosong di sebelahnya kemudian ia mulai menceritakan hubungan antara keluarganya dengan keluarga Vino yang tidak pernah akur. Narendra juga mewanti-wanti agar Arumi lebih berhati-hati sebab tidak menutup kemungkinan setelah Vino mengetahui bahwa mereka telah menikah, Vino akan kembali mengusiknya.

Ini adalah awal yang baik untuk hubungan baru antara Narendra dengan Arumi. Setelah selesai bercerita, keduanya dipanggil oleh bibi untuk segera makan siang bersama sebelum nantinya istirahat siang.

***

Seperti ucapannya tadi siang. Pukul lima sore Narendra sudah mengajak Arumi untuk keluar sementara keluarga yang lainnya masih dengan kesibukan yang lainnya.

“Kita mau ke mana, sih?” tanya Arumi penasaran.

“Ke salon,” jawab Narendra singkat.

Lima belas menit kemudian tibalah keduanya di sebuah salon kecantikan yang cukup terkenal. Arumi tentu tahu salon itu, selain karena bangunannya yang luas dan tampak nyentrik di sana juga sering didatangi artis-artis ternama.

Narendra segera mengajak Arumi untuk turun. Pria itu meminta staf yang ada di sana untuk membantu Arumi bersiap sementara Narendra duduk si sofa tunggu sembari menunggu pesanan gaun malam untuk Arumi.

Ya, inilah rencana awal Narendra. Ia ingin memperlihatkan pada Vino, bahwa wanita yang sudah dia sia-siakan kini menjadi wanita paling cantik di tangan pria yang tepat.

Narendra ingin merubah citra Arumi yang semula ialah wanita biasa dengan pakaian sederhana, kini menjadi seorang nyonya Narendra, duda tampan, kaya, dan royal, begitulah menurut Narendra.

Satu jam kemudian Arumi telah selesai, ia juga sudah berganti pakaian dengan gaun yang diberikan oleh Narendra sebelumnya.

"Mbak, cantik banget ... pantes aja pacarnya sampai bela-belain nunggu sampai satu jam lebih di sini," puji seorang wanita yang membantunya memakai gaunnya. Arumi menatap wanita itu, di dadanya tertera nametag bertuliskan Riska.

"Dia suami saya, Mbak Riska,"

"O-oh, maaf, Mbak. saya kira pacar Mbak, soalnya kalian berdua keliatan masih muda. Pengantin baru, pasti?"

"Hm, kami baru saja menikah beberapa hari yang lalu."

Arumi keluar dari ruang ganti. Perlahan ia berjalan ke Arah suaminya yang tengah sibuk menatap ponselnya. Suara ketukan high heels mengalihkan atensi Narendra dari ponselnya. Pria itu cukup terkejut melihat penampilan Arumi yang malam ini terlihat begitu berbeda, inilah yang Narendra inginkan, dewasa nan elegan.

“Kedip, dong, Mas Suami!” Arumi berseru tepat di depan Narendra.

Pria muda itu cukup gelagapan karena terlalu lama memandang wajah ayu istrinya. Gaun yang simpel dengan warna hitam seperti jas yang ia kenakan, tetapi terlihat begitu kontras dengan kulit putih Arumi.

Ini memang bukan yang pertama Narendra melihat Arumi dirias, tetapi malam ini, wanita itu benar-benar berbeda. Riasannya tampak natural, tetapi justru membuat Arumi terlihat memancarkan kecantikannya.

“Sudah selesai?” tanya Narendra tanpa menimpali seruan istrinya.

“Sudah, ayo, kita balas si Vino!” ujarnya dengan tekad dan semangat yang membara.

Terpopuler

Comments

Ida Sriwidodo

Ida Sriwidodo

Yaa ampuunn.. kasar beed dah..
Mang ada yang begitu yaa.. meski kaget sampe nendang2 gitu.. 😅😅🤪🤪

2024-04-27

3

Novie Achadini

Novie Achadini

og dipakein baju bagus mudah2 an sikapnya jd bagus jg jgn kasar maintendang2

2024-05-03

2

Fitria Yusroh

Fitria Yusroh

ceritanya semakin menarik thor,kalau bisa,sering2 up date biar pembacanya semakin banyak thor,semangat terus nulisnya thor....,

2024-03-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!