Bab 6 Membujuk Aisyah

"Maaf ya kak, aku telat. Tadi temanku lama banget datangnya jadi aku harus nunggu dia dulu baru bisa ganti shift." Aisyah langsung duduk di depan Humairah, ia merasa tak enak hati karena telah membuat kakak iparnya menunggu lama.

"Iya nggak apa-apa. Kamu mau pesan apa, pasti kamu sudah lapar kan?"

"Hehe, kakak tau aja. Aku pesan nasi goreng sama es teh manis aja deh."

Humairah memanggil pelayan lalu menyebutkan pesanan Aisyah. Setelah itu, ia kembali menatap adik iparnya yang tampak berbeda dari dua bulan lalu. Ia merasa iba melihat kondisi adik iparnya saat ini, tubuh yang dulu sedikit berisi kini terlihat lebih kurus dari sebelumnya.

"Kakak kenapa ngelihatin aku kayak gitu?" Aisyah merasa sedikit risih ditatap seintens itu oleh kakak iparnya. Ia sampai meraba wajahnya takut-takut ada sesuatu yang menempel atau lipstiknya berantakan.

Humairah tersenyum tipis lalu berkata, "Kamu kurusan ya sekarang."

Aisyah tersenyum kecut mendengar ucapan kakak iparnya. Ia akui, memang berat tubuhnya banyak berkurang sejak ia kuliah sambil bekerja selama dua bulan ini.

"Gimana pekerjaan kamu di minimarket itu, betah?" tanya Humairah.

Belum sempat Aisyah menjawab, seorang pelayan menghampiri mereka dan membawakan pesanan Aisyah.

"Silahkan mbak pesanannya, selamat menikmati," kata pelayan tersebut.

"Makasih mas," balas Aisyah lalu beralih pada kakak iparnya. "Betah nggak betah sih sebenarnya kak, tapi ya mau gimana lagi. Kalo nggak kerja dari mana aku bisa dapat uang buat kebutuhan aku sehari-hari. Kakak kan tau sendiri aku pergi dari rumah tanpa uang sepeserpun," katanya sambil menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya. Perut yang sudah keroncongan sejak tadi membuat Aisyah begitu lahap menyantap nasi gorengnya.

Humairah menarik napasnya lalu berkata, "kamu nggak berniat untuk pulang ke rumah, Syah. Kasihan ibu, setiap hari nanyain kamu terus. Kamu nggak kangen sama ayah dan ibu?" Humairah sedih mengingat bagaimana ibu mertuanya itu curhat kepada dirinya tentang Aisyah, bahkan wanita paruh baya itu sampai meneteskan air matanya.

Aisyah tertunduk mendengar ucapan Humairah, bohong kalo dia bilang tidak kangen pada kedua orang tuanya. Tapi, Aisyah masih belum berani untuk pulang. Ia tak mau bertengkar lagi dengan ayahnya karena terus memaksanya untuk menerima perjodohan itu.

"Aisyah juga kangen kak, tapi Aisyah nggak mau pulang kalo ayah masih maksa untuk menjodohkan aku sama anak temannya itu."

"Kenapa nggak kamu coba untuk ketemu dulu sama anak teman ayah itu. Kalo kamu merasa nggak cocok sama dia, kamu bisa kok menolaknya." Humairah mencoba untuk membujuk Aisyah.

Aisyah menghentikan makan nasi gorengnya, sejenak ia menatap Humairah lalu meletakkan sendoknya ke piring. Ia tahu arah pembicaraan mereka dan tujuan Humairah mengajaknya bertemu.

"Percuma kak. Meskipun aku menolak, ayah akan tetap menjodohkan aku dengan lelaki yang lain. Kakak ngomong gini pasti karena ayah yang nyuruh untuk bujuk aku kan?"

Humairah menggeleng, mencoba untuk menyangkal perkataan Aisyah. "Nggak. Bukan gitu, kakak cuma nggak tega aja sama ibu yang terus-terusan nangis mikirin kamu. Kakak juga nggak tega lihat keadaan kamu yang sekarang."

"Keadaan ku baik-baik aja kak. Aisyah nggak masalah menjalani semua ini, malah Aisyah senang bisa punya penghasilan sendiri," ucapnya sambil tersenyum.

Aisyah tahu dirinya salah, tapi ia juga tidak mau terus di paksa. "Gini aja deh kak, nanti malam aku akan telepon ibu supaya ibu bisa sedikit lebih tenang. Tapi kalo untuk pulang, maaf kak, aku nggak bisa." Aisyah sudah memutuskan, ia tidak akan pulang dalam waktu dekat setidaknya sampai nanti ayahnya berhenti untuk menjodohkan dirinya.

...****************...

"Gimana tadi pertemuan kamu dengan Aisyah, dia mau pulang ke rumah kan?" Dengan antusias Aminah bertanya saat Humairah baru saja sampai di rumahnya.

Sebenarnya, Aminah lah yang meminta Humairah untuk membujuk putri bungsunya itu untuk pulang ke rumah. Wanita itu sangat merindukan anaknya, selama dua bulan ini tak sekali pun mereka bertemu atau hanya sekedar bertukar kabar melalui telepon. Aminah terlalu takut dan merasa bersalah dengan anaknya itu. Seharusnya waktu itu ia lebih membela anaknya agar Aisyah tidak pergi dari rumah. Sekarang Aminah menyesal, ia ingin Aisyah pulang dan berkumpul bersama mereka lagi.

Dari raut wajah Humairah, Aminah bisa menebak kalau Aisyah pasti menolak untuk di ajak pulang. Aminah sadar jika anak bungsunya itu terlalu keras kepala, sama seperti suaminya. Ayah dan anak itu memang tidak pernah sejalan sejak dulu.

"Pasti Aisyah nggak mau pulang kan? Dia masih marah sama ayah dan ibu kan?" tebak Aminah di iringi dengan air mata yang sudah mengalir membasahi wajah tua nya.

Humairah segera mendekati ibu mertuanya lalu menghapus jejak air mata tersebut. "Ibu jangan sedih, Aisyah bukan nggak mau pulang. Dia hanya belum siap aja. Kata Aisyah, nanti dia akan pulang kok," kata Humairah mencoba menghibur Aminah.

Mendengar itu, Aminah pun tersenyum tipis walau sebenarnya ia tahu kalau perkataan Humairah hanyalah untuk menghiburnya saja.

"Setidaknya sekarang kita tau kalau keadaan Aisyah baik-baik aja bu. Kita bisa ambil hikmah dari semua kejadian ini."

"Maksud kamu?" tanya Aminah tak mengerti.

"Aisyah sekarang sudah banyak berubah Bu. Dia sudah lebih mandiri dan bisa bertanggung jawab untuk dirinya sendiri. Tidak seperti dulu yang selalu manja dan keinginannya harus selalu di turuti."

Ya, memang benar. Sejak pergi dari rumah tanpa uang sepeserpun, Aisyah belajar banyak hal dari semua kejadian itu. Dia harus berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja. Aisyah harus bisa mengatur waktu antara kuliah dengan pekerjaannya. Jika dulu dia bisa sesuka hati membeli apapun yang dia inginkan. Namun, tidak dengan sekarang. Aisyah harus bisa membedakan dan memilih mana barang yang ia butuhkan dan mana yang ia inginkan.

"Ibu tenang aja ya, kita doa kan semoga Aisyah selalu dalam lindungan Allah. Kasih dia waktu untuk menenangkan hatinya, Humairah yakin suatu hari nanti Aisyah pasti akan kembali berkumpul bersama kita," hibur Humairah.

"Terimakasih ya nak, berkat kamu sekarang ibu sudah jauh lebih tenang." Aminah memeluk menantunya itu dengan sayang.

Benar apa yang dikatakan Humairah, ia harus bersabar dan memberikan waktu untuk Aisyah. Aminah berharap suatu hari nanti akan ada hal baik yang kan membuat keluarga mereka berkumpul kembali seperti dulu.

...****************...

Sesuai dengan janjinya pada Humairah, selepas Maghrib Aisyah menghubungi ibunya. Dalam hitungan detik, panggilan Aisyah langsung di jawab oleh sang ibu.

"Assalamualaikum Aisyah. Ya Allah nak, akhirnya kamu menghubungi ibu. Ibu kangen banget sama kamu." Terdengar suara Aminah yang bergetar saat menjawab telepon dari anaknya.

"Waalaikumsalam, maaf Aisyah baru menghubungi ibu sekarang. Ibu apa kabar?" Tak berbeda jauh dari Aminah, Aisyah pun merasakan hal yang sama. Dia sangat merindukan wanita yang sudah melahirkannya itu. Dengan sekuat tenaga Aisyah menahan air matanya agar tak menetes.

"Kabar ibu baik nak, kamu kapan pulang? Ibu kangen banget sama kamu. Pulanglah nak, ibu mohon."

Mendengar permohonan dari ibunya membuat hati Aisyah bergetar. Tak bisa dielakkan lagi, air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya luruh juga.

"Pulanglah nak, maafkanlah ayah dan ibu. Ibu kangen sekali sama kamu nak. Hiks ... hiks ... "

"Ibu jangan nangis dong, Aisyah kan jadi ikutan nangis nih. Huhuhu ... "

Mendengar suara Aisyah menangis, Aminah langsung menyeka air mata nya dan menghentikan tangisnya. Ia tak mau membuat anak gadisnya bersedih karena dirinya.

"Maafkan ibu, ini ibu sudah nggak nangis lagi kok. Aisyah juga jangan nangis ya."

"Maafin Aisyah ya Bu. Aisyah belum mau pulang, Aisyah mau bukti'in ke ayah kalo Aisyah bisa dan mampu meski tanpa bantuan ayah. Aisyah bisa mengandalkan diri Aisyah sendiri."

"Tapi nak ... "

"Maaf Bu, teleponnya Aisyah tutup dulu ya. Aisyah ngantuk, kapan-kapan Aisyah telepon lagi ya Bu." Sengaja Aisyah mengalihkan pembicaraan untuk menghindari percakapan tentang perjodohannya.

Setelah mengakhiri percakapan di telepon, Aisyah merebahkan dirinya di atas kasur. Dipandanginya langit-langit kamar sambil memikirkan bagaimana nasib dirinya ke depan.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!