Bab 19 Makan Malam

Hari Senin adalah awal dimulainya segala rutinitas setelah satu hari kita menikmati masa libur. Namun, ada sebagian orang yang mengatakan 'I hate Monday'. Karena mereka harus kembali menghadapi kesibukan yang membuat mereka penat seharian.

Namun, istilah 'I hate Monday' itu tidak berlaku bagi Abi. Dia justru sangat menyukai hari Senin. Karena itu artinya dia bisa kembali ke rutinitasnya mengajar.

Seperti pagi ini, Abi sudah siap dengan stelan kerjanya. Dia menyapa ke dua orang tuanya yang sudah lebih dulu berada di ruang makan. Setiap pagi mereka selalu menyempatkan diri untuk sarapan pagi bersama. Seperti biasanya, Abi sarapan dengan selembar roti yang diolesi dengan selai kacang kesukaannya dan secangkir kopi buatan sang mama.

"Kamu hari ini selesai ngajar jam berapa Bi?" tanya Martha.

"Hmm, mungkin sekitar jam 10 Abi sudah selesai, Ma. Soalnya Abi cuma masuk di dua kelas saja dan hari ini tidak ada bimbingan skripsi. Memangnya kenapa Ma?"

"Nggak. Rencananya mama mau minta dianterin belanja sama kamu. Nanti malam mau ada tamu di rumah kita," ucap Martha menjelaskan.

"Siapa?"

"Teman papa." Kali ini Dewantara yang bicara. "Semalam teman papa itu menghubungi papa, kami bicara banyak hal lalu papa mengundang beliau bersama keluarganya untuk makan malam di rumah kita," lanjutnya.

Abi mengangguk paham, ia segera menghabiskan sarapannya lalu berpamitan kepada orang tuanya.

"Abi sudah selesai sarapannya, berangkat dulu ya Ma, Pa." Ia pun mencium tangan orang tuanya lalu bergegas ke kampus.

"Jangan lupa cepat pulang ya Bi!!!!" teriak Martha dan hanya di balas Abi dengan mengangkat ke dua ibu jarinya saja.

"Hah! Anak itu kebiasaan deh, susah sekali mengeluarkan suaranya." Martha mengeluhkan sikap putra semata wayangnya itu yang terlalu pendiam.

"Biarkan saja lah Ma, memang sudah begitu dari sana nya." Dewantara menimpali. Suaminya itu terlihat cuek dan sejak tadi matanya hanya fokus pada layar tabletnya.

Martha hanya mendengus kesal, "Bapak sama anak sama saja." Martha bangkit dan meninggalkan suaminya begitu saja bahkan dia berjalan sambil menghentakkan kakinya. Sedangkan sang suami hanya menatap heran dengan kepergian istrinya lalu kembali melanjutkan sarapannya dan fokus pada tabletnya.

...****************...

"Pak Abi!!! Tunggu!!!"

Abi yang sedang terburu-buru pun terpaksa menghentikan langkah. Tanpa dilihat pun, Abi sudah tahu siapa yang mengganggu perjalanannya itu.

Aisyah berlari dengan napas yang ngos-ngosan menyusul Abi. Sejak tadi ia mencari dosennya itu, tapi tidak menemukannya. Namun, begitu Aisyah melihat Abi dari kejauhan ia pun segera mengejarnya. Dan di sini lah mereka berada, di parkiran kampus.

"Ada apa? Saya sedang buru-buru," ucap Abi. Ia melirik jam tangannya, sudah lewat sepuluh menit dari janji nya pada Martha.

"Mau kemana sih pak buru-buru amat, sesak ber*k ya pak. Hahaha!!!" Aisyah tertawa puas mengejek dosennya itu.

CTAK

Abi menyentil kening Aisyah membuat gadis itu mengadu sembari mengelusnya.

"Ouch. Sakit pak," keluhnya kesal.

"Makanya jangan sembarangan bicara. Katakan ada perlu apa, waktu saya tidak banyak ini."

Aisyah bisa melihat keseriusan di wajah Abi, ia pun tidak lagi bercanda dan langsung memberikan jilid bab 1 nya.

"Ini pak, bab satu saya sudah selesai."

Abi melirik kertas yang ada ditangan Aisyah sekilas, "besok saja kamu letakkan di meja kerja saya," kata Abi membuat kekesalan Aisyah mencuat ke permukaan.

"Bapak gimana sih. Kemarin aja saya di buru-buru supaya cepat diselesaikan. Sekarang sudah selesai malah bapak bilang besok aja. Mau bapak apa sih sebenarnya!"

"Saya sampe bergadang loh pak mengerjakannya. Masa bapak nggak bisa menghargai usaha saya sih," sambungnya.

Dengan suara yang mengalahkan toa masjid suara Aisyah menggelegar membuat orang-orang yang kebetulan ada di parkiran itu mengalihkan perhatian mereka kepada Aisyah dan Abi.

"Suara kamu bisa dikecilkan sedikit tidak sih. Malu dilihatin banyak orang," ucap Abi sambil melihat sekeliling.

"Bodo' amat! Saya nggak peduli! Pokoknya bapak harus terima ini." Aisyah menarik tangan kanan Abi lalu memberikan skripsinya.

"Terserah bapak mau diperiksa atau nggak. Pokoknya sudah saya serahkan sama bapak. Kalo sampe hilang, bapak harus tanggung jawab. Titik!" katanya tegas lalu pergi meninggalkan Abi begitu saja.

Sementara itu Abi hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan bar-bar mahasiswi nya itu.

"Aduh. Sudah telat sekali ini," gumam Abi lalu berjalan menuju mobilnya berada.

...****************...

Malam hari di kediaman keluarga Dewantara. Martha baru saja menyelesaikan beberapa hidangan di bantu oleh asisten rumah tangganya. Malam ini akan ada tamu yang datang untuk makan malam bersama dengan keluarga mereka.

Seperti yang dikatakan Dewantara sebelumnya, ia mengundang teman lamanya untuk berkunjung ke rumahnya agar tali silaturahmi mereka tetap terjalin meski mereka jarang bertemu.

Beraneka ragam hidangan sudah tersedia diatas meja. Ada ayam bakar Taliwang lengkap dengan sambal dan lalapannya. Ada cah kangkung kesukaan Abi dan hidangan yang lainnya. Tak lupa juga buah-buahan dan minumannya yang sudah tertata rapi diatas meja makan.

Jarum jam sudah menunjuk ke angka 7, itu artinya tamunya sebentar lagi akan datang. Martha pun menyusul suaminya yang sudah berada di depan pintu utama menunggu tamu nya datang.

"Mereka sudah dimana Pa? Kok belum sampai juga," tanya Martha yang kini sudah bersama suaminya.

"Katanya sih sudah dekat Ma. Mungkin sebentar lagi mereka sampai."

Tak lama kemudian, ada dua buah mobil yang berhenti tepat di depan rumah mereka. Dewantara pun meminta satpam rumahnya untuk membuka gerbang rumah mereka.

Rombongan tamu mereka pun turun dari mobil dan berjalan menuju ke arah tuan rumah.

"Dewantara. Apa kabar kamu."

"Alhamdulillah Husein, saya baik-baik saja."

Ya, tamu yang sedang ditunggu-tunggu adalah keluarganya Aisyah. Ada ke dua orang tua Aisyah, Abang dan kakak iparnya serta keponakannya Reyhan. Dan tentu saja tak ketinggalan Aisyah yang juga dipaksa untuk ikut.

Husein dan Dewantara sudah berteman sejak masa kuliah dulu. Namun, mereka jadi jarang bertemu setelah masing-masing dari mereka menikah dan memiliki kesibukan dengan keluarga dan pekerjaan.

Setelah saling berjabat tangan, Dewantara pun meminta Husein dan yang lainnya masuk ke dalam rumah mereka. Martha langsung menuntun para tamunya ke ruang makan.

"Ini pasti Aisyah kan, cantik sekali kamu sayang," puji Martha sambil mengelus pipi gadis itu.

Mendapat pujian seperti itu membuat Aisyah tersipu. "Makasih Tante. Aisyah memang udah cantik dari lahir," ucapnya dengan penuh percaya diri.

Azam yang duduk di sebelahnya pun merasa jengah dengan tingkat ke pede-an adiknya yang terlalu tinggi itu. Dengan kesal Azam menarik rambut Aisyah hingga adiknya itu protes.

"Apa sih bang, main tarik-tarik aja. Sakit tau!!"

"Jaga sikap lo," ucap Azam memperingati adiknya.

"Suka-suka gue lah. Lagian gue ngomong sesuai kenyataan kok."

Tidak tahu tempat, Abang beradik itu bertengkar di rumah orang lain dan di depan si empu nya.

"Sssst. Kalian berdua ya, tidak di rumah tidak di mana-mana. Ribut terus, malu sama yang punya rumah." Aminah menegur ke dua anaknya.

"Maaf Bu," ucap Aisyah dan Azam bersamaan.

Martha yang melihat perdebatan Azam dan Aisyah hanya bisa tersenyum. Ada sedikit rasa iri melihat keluarga Husein dan Aminah.

"Mbak Aminah pasti senang banget ya punya anak seperti Azam dan Aisyah. Rumah pasti terasa ramai," katanya dengan nada sedih.

"Ya gitu lah mbak. Seperti yang mbak lihat tadi, mereka berdua ini memang selalu ribut hanya karena hal sepele. Walaupun hanya ada mereka berdua di rumah, tapi rasanya seperti ada seratus orang. Berisik sekali. Tapi, meski mereka sering ribut mereka tetap saling menyayangi."

"Enak dong mbak ramai di rumah, tidak seperti saya yang selalu kesepian. Apalagi kalau suami dan anak saya sudah bekerja, tinggal saya deh di rumah sendiri," tutur Martha mengingat kesepian yang ia rasakan setiap harinya.

"Oh iya. Ngomong-ngomong anak kalian dimana?" Kini gantian Husein yang bertanya.

"Sepertinya sih masih di kamar."

Tepat saat Martha ingin menyusul putranya, yang dibicarakan pun datang.

"Nah itu dia anaknya."

"Pak Abi!!!"

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!