Bab 11. Belum Ikhlas

"Sampai kapan kalian akan berdiri disini ?" tepukan Pak Wahyu dipunggung Bu Lastri dan Mira membuyarkan lamunan keduanya yang masih berdiam mematung semenjak kepergian Ayu beberapa saat yang lalu.

Seakan tersadar, keduanya menoleh bersamaan sambil berlinang air mata.

"Ayo masuk. Apa jadinya kalau tetangga kita melihat keadaan kalian yang seperti ini, kalian nggak malu ? Hapus air mata kalian !" Tanpa mengatakan apapun mendengar ucapannya, keduanya dengan cepat menuruti perintah Pak Wahyu dan dengan perlahan berjalan beriringan selangkah demi selangkah masuk kembali kedalam rumah.

"Mas, Ayu pergi ..." Bu Lastri mengatakannya dengan sedikit terisak.

"Ikhlaskan, Bu. Bukankah dia masih menjadi putri kesayangan Ibu ? Jangan terlalu banyak di pikirkan. Kalau kamu kangen dengan Ayu, tinggal hubungi dia saja. Gampang kan ?"

"Tapi, Ayu baru pergi beberapa saat yang lalu, belum sampai 2 jam Mas."

"Itu kamu tahu."

"Sebenarnya kamu bisa nggak sih bujuk aku, Mas." Bu Lastri kesal dengan ucapannya.

"Iya, aku memang nggak pernah bisa membujuk mu. Sudahlah Bu. Jangan terlalu memikirkan Ayu. Bukankah kamu punya menantu baru ?" Pak Wahyu mengandeng tangan Bu Lastri dan membawanya duduk di sofa. Dia pikir, lama lama bisa stress menghadapi sikap kekanakan Istrinya itu.

"Lah iya Bu. Bagaimana bisa kita melupakan keberadaannya ?" disampingnya, Mira dengan antusias membenarkan perkataan Pak Wahyu.

"Sebaiknya kamu temui Rayyan, Bu. Suruh dia dan Istrinya itu untuk makan bersama kita !"

"Ayah lupa namanya ?" Mira sedikit menggodanya, berusaha mencairkan suasana.

"Bukan begitu Ra, Ayah hanya tidak ingat saja." mendengar obrolan keduanya Bu Lastri menyunggingkan seulas senyuman dan itu membuatnya sedikit melupakan tentang Ayu. Sosok Ayu bagi Bu Lastri, selain menjadi menantu kesayangannya juga melebihi putrinya sendiri.

"Kalian ini. Meskipun mencoba membujukku tapi tetap tidak sebanding dengan Ayu. Bagaimana bisa Ibu tidak memikirkannya, setiap waktu dia selalu bersamaku dan dia paling mengerti Ibu" mendengar ucapannya Mira mengerucutkan bibirnya,

"Iya, aku tahu. Putri Ibu hanya Ayu, sedangkan aku hanya putri Ayah" setelah itu dia memeluk Bu Lastri erat.

"Kamu ini, kenapa jadi meluk meluk Ibu gini ?" Bu Lastri terheran-heran dengan kelakuan putrinya itu yang tidak seperti biasanya.

"Aku sering lihat Ayu meluk Ibu seperti ini. Kenapa aku tidak bisa ?"

"Ayu bilang itu tanda sayangnya dia sama Ibu. Lah kamu ini, meluk meluk Ibu karena cemburu pada Ayu. Iya, kan ?" mendengar ucapannya Mira melepaskan pelukannya dan berkata,

"Sepertinya aku harus bertanya banyak pada Ayu, bagaimana dia bisa menaklukkan hati dan kepala Ibu yang keras ini."

"Kamu ini." setelah mengatakannya, Bu Lastri memukul pelan lengan Mira sambil tersenyum, tingkahnya itu mengingatkannya pada Ayu yang selalu memeluk dan menggodanya. Dulu, dia pikir sikap Ayu manja. Tapi, setelah terbiasa dengannya ternyata hal itu membuatnya merasakan kenyamanan dan kasih sayangnya.

"Bu, Ayah benar. Sebaiknya Ibu temui Mas Rayyan dan Intan, ya"

"Baiklah, kali ini Ibu menuruti kemauanmu." setelah itu, Bu Lastri bangkit dan bergegas menuju kamar dimana Rayyan dan Intan berada.

Mira tersenyum melihatnya, ternyata memang benar pelukan kasih sayangnya Ayu benar benar manjur. Lihatlah, Ibunya yang biasanya sangat keras kepala ternyata masih bisa dibujuknya, sedangkan bertahun tahun yang lalu hal itu tidak pernah bisa dilakukannya. Mulai sekarang dia akan melakukan hal itu sesering mungkin. Sedangkan Pak Wahyu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah keduanya.

Tok ... tok ... tok ...

"Rayyan, buka pintunya !" suara teriakan Bu Lastri diluar pintu kamar membuat Rayyan dan Intan yang sedang bersandar di tempat tidur saling memandang dan menoleh kearah pintu.

"Ibu Mas. Apa yang harus aku lakukan ?"

"Tenang Sayang, tidak apa-apa." Rayyan mengusap kepala Intan sekilas menenangkan kecemasannya, setelah itu dia bergegas menuju pintu kamar dan membukanya.

"Bu ..." melihatnya Bu Lastri Rayyan tersenyum merasa gembira.

"Bagaimana keadaan Istrimu, apakah dia sudah membaik ?" Bu Lastri memandang Rayyan dengan sinis.

"Setelah istirahat keadaannya membaik. Kalau Ibu khawatir, kenapa tidak masuk saja dan lihat keadaannya, Bu ?"

"Nggak usah, Ibu disini saja. Syukurlah kalau keadaannya membaik. Ibu hanya ingin mengingatkan kalian untuk segera makan dulu. Itu saja." setelah mengatakannya Bu Lastri segera berbalik dan bergegas pergi.

"Ternyata Ibumu perhatian juga ya, Mas" dibelakangnya, Intan berdiri dan sedikit berbisik pada Rayyan.

"Iya, kamu tenang saja Sayang, Ibuku orangnya baik kok, apalagi jika kalian nanti sudah saling mengenal.Apa amu yakin, kita makan bersama ?" Intan mengangguk cepat dan berkata,

"Jangan khawatir, Mas. Aku pasti bisa mengatasinya. "

Rayyan tersenyum mendengarnya, kemudian menggandeng tangannya dan berjalan menuju ruangan dimana semua orang menunggunya.

Setelah keduanya sampai di ruang makan, Rayyan dan Intan duduk berdampingan. Di hadapannya duduk kedua Orang tuanya juga kedua Kakaknya. Intan mengangguk kearah semua orang sambil tersenyum. Sedangkan Rayyan melihat sekeliling mencari sosok Ayu dan kedua anaknya.

"Dimana Ayu dan anak anak, kenapa mereka tidak bergabung dengan kita ?" sampai sekarang Rayyan belum mengetahui kepergian mereka.

"Tidak boleh ada pembicaraan ketika sedang makan" perkataan Pak Wahyu membuat semua orang saling memandang sesaat dan akhirnya mereka makan dalam keheningan. Di ruangan itu hanya suara denting sendok yang terdengar.

* * *

Sementara itu, setelah menempuh perjalanan selama satu jam, akhirnya Ayu bersama kedua anaknya tiba di rumah kedua orangtuanya. Mereka sudah menunggu lama kedatangannya. Sebelumnya, ketika diperjalanan Ayu memberikan kabar kepulangannya terlebih dahulu kepada mereka.

Setelah ketiganya turun dari taksi yang mengantar mereka, Pak Supir segera membantu menurunkan barang bawaan mereka dan menaruhnya di teras. Setelahnya dia segera berlalu meninggalkan kediaman mereka.

"Assalamu'alaikum Nenek, Kakek ." Davin setengah berlari menghampiri keduanya yang berada di teras depan rumah.

"Pelan pelan, Dek !" dibelakangnya Reva berteriak memberi peringatan pada adiknya itu.

"Wa'alaikum salam cucu nenek." Bu Ratna dan Pak Bayu bergegas memeluk keduanya bergantian.

"Ayo, sana kalian masuk, dan segera beristirahat. Kalian pasti lelah kan ?"

"Baik, Nek." keduanya menjawab serempak kemudian masuk ke dalam rumah.

"Ibu, Ayah. Bagaimana kabar kalian ?" Ayu dengan tak sabar menghampiri Bu Ratna dan bergegas memeluknya.

"Kami baik baik saja, Nak." Bu Ratna mengusap pelan punggung Ayu.

"Mas Rayyan, Bu. Dia ..." perkataan Ayu serasa tercekat di tenggorokan dan tak bisa mengatakannya. Saat ini air mata yang dia tahan sejak lama akhirnya keluar juga. Bu Ratna semakin mengeratkan pelukannya.

"Jika kamu ingin menangis, maka menangislah. Kamu akan merasa lebih baik." Bu Ratna menepuk pelan pundak Ayu.

"Ehem ... Apakah kamu melupakan Ayahmu ini, Nak ?" setelah beberapa saat, mendengar protes dari Pak Bayu akhirnya mereka melepaskan pelukannya.

"Ayah ..." Ayu beralih ke arah Pak Bayu dan segera memeluknya.

"Kamu baik baik saja kan, Yu ?"

"Berkat do'a kalian, aku baik baik saja."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!