Malam semakin larut, udara terasa semakin menusuk tulang dan suara binatang malam semakin nyaring terdengar memenuhi indera pendengaran. Maklum lokasi pesantren berada tak jauh dari kaki gunung.
“Tidur ! Jangan duduk melamun !” Arkana membaringkan tubuhnya dengan santai tanpa beban diatas kasur empuk yng menggoda iman. Namun Alisha masih memikirkan cara agar bisa tidur tanpa harus bersentuhan dengan pria itu.
“Tidur dimana ? Tempat tidurmu aja kecil gitu.” Jelas sekali jika Alisha hanya ngomong asal. Tempat tidur Arkana muat dua orang meskipun tidak terlalu besar.
“Kamu kayak sebesar kingkong aja,” Arkana melirik sinis sejenak lalu kembali memejamkan mata.
“Tubuh aku memang gak besar tapi tubuh kakak yang sebesar gaban pake banget, yang ada aku malah jatuh dari tempat tidur,” Alisha memilih untuk tidur di kursi panjang daripada harus menanggung resiko terjatuh.
Arkana tak ingin memaksa gadis itu untuk tidur bersamanya. Arkana tak ingin melewati malam dengan perdebatan panjang yang unfaedah. Ia harus mengumpulkan tenaga untuk menghadapi gadis 20 tahun itu keesokan harinya.
Merasa tak ada lagi pergerakan dari kursi panjang di kamarnya, Arkana perlahan membuka mata dan menatap gadis yang ternyata sangat imut kala sedang diam. Tak ada niatan pria itu untuk memindahkan Alisha ke tempat tidur, ia tak mungkin menyentuh wanita yang tiba-tiba hadir dalam hidupnya meskipun sudah halal baginya.
Sebelum Adzan subuh berkumandang, Arkana telah bangun dan melakukan berbagai ritual sebelum ke mesjid melaksanakan shalat subuh berjamaah. Sudah menjadi kebiasaan Arkana manakala mengunjungi sang kakek. Sementara Alisha masih tidur dengan tenang.
Ayam jantan pak Kiyai Somad berkokok hingga memenuhi rongga telinga Alisha sehingga membuatnya terjaga. Tanda-tanda pagi menyapa dunia pun sudah mulai membayang.
“Astaga, hampir telat,” Alisha langsung lari terbirit-birit ke kamar mandi untuk berwudhu dan melaksanakan kewajibannya.
Alisha menyelesaikan dua rakaatnya dengan khusyu’. Lalu merapikan kursi yang ia gunakan sebagai tempat tidurnya semalam. Tubuhnya terasa tak enak karena posisi tidur yang tak beraturan. Namun ia mengabaikan semua itu. Gadis cantik itu lalu mengambil perlengkapan mandi sekaligus baju gantinya kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Kurang dari dua puluh menit Alisha menuntaskan kegiatannya di kamar mandi. Ia sangat bersemangat karena ia akan kembali ke ibukota. Sejenak ia melupakan persoalan hidupnya yang tiba-tiba berubah status.
Ceklek
Suara pintu terbuka dan menampilkan wajah datar Arkana. Tak ada kata atau apapun sebagai interaksi keduanya. Alisha pun hanya diam dan melenggang keluar kamar.
“Assalamualaikum semua,” Alisha menyapa pak Kiyai dan papanya yang sedang bersantai dengan kopi dan cemilan di teras.
“Waalaikumsalam, wah sudah rapi aja pagi-pagi,” Pak Ahmad menatap putrinya yang cantik dengan hijab hijau mint menghiasi kepalanya.
“Kan mau balik pa, gak lucu kan kalau Al belum siap.” Alisha duduk di samping papanya. Meskipun masih kesal namun semua ia abaikan agar bisa secepatnya kembali ke ibukota. Kuliahnya harus segera diurus agar bisa kembali aktif mengingat semester pendek akan segera di mulai.
“Nak Alisha gak sabaran banget pingin cepat meninggalkan pesantren,” Pak Kiyai Somad ikut menimpali seraya menyesap kopinya.
“Bukan gitu Pak Kiyai, aku harus mengejar semester pendek, lumayan kan gak tertinggal banget sama teman-teman. Al gak mau mengecewakan grandpa,” Alisha bukan sedang menyalahkan sang papa yang mengirimnya ke pesantren akan tetapi memang itulah janjinya pada Jonathan Smith sang grandpa.
“Kakek setuju dan sangat mendukung nak. Arkana pun pasti tak keberatan, bukankah suatu kebanggaan jika memiliki istri seorang dokter ?!” Pak Kiyai Somad memang pria kharismatik yang memiliki pemikiran luas dan menerima dengan baik hal-hal baru sepanjang tak bertentangan dengan ajaran agama.
“Semoga saja pak Kiyai,” Alisha memang belum membicarakan rencananya untuk melanjutkan kuliahnya pada Arkana. Pria itu terlalu datar untuk diajak berdiskusi. Alisha tak ingin memancing emosinya.
Biarlah semua berjalan apa adanya. Ia juga tak terlalu berharap dengan pernikahan dadakan ini. Apalagi Arkana juga terlihat sangat terpaksa dengan pernikahan mereka.
Tanpa mereka sadari, Arkana mendengar pembicaraan kakek, papa mertua dan istrinya. Barulah kini Arkana mengetahui jika ternyata wanita yang ia nikahi adalah calon dokter. Tak ingin dituduh menguping maka Arkana segera bergabung dengan sang kakek.
“Nah ini dia orangnya, ayo gabung sini, “ Pak Kiyai Somad menepuk kursi kosong di sampingnya.
“Memangnya ada apa, kek ?!” Arkana pura-pura tak tahu pembicaraan mereka.
“Ini lho istrimu akan melanjutkan kuliahnya, apa kamu setuju ?!” Pak Kiyai menatap cucu tunggalnya dengan senyum bijaknya.
“Tentu saja kek, lagian daripada nganggur seperti ibu-ibu tempo dulu,” Arkana membalas tatapan pak Kiyai tanpa sedikitpun melirik Alisha.
Alisha menatap sinis pada Arkana. Entah apa masalah hidup pria itu dengan ibu-ibu tempo dulu. Padahal dia ataupun ibunya terlahir dari ibu-ibu tempo dulu. Benar-benar menyebalkan pria satu ini.
“Alhamdulillah, nak Alisha sudah dapat ijin tuh. Jangan lama-lama supaya anggota keluarga kita segera bertambah.” Pak Kiyai terkekeh dengan ucapannya sendiri. Meskipun terkesan bercanda akan tetapi Alisha mengerti maksud ucapan kakek mertuanya itu.
Untuk pertama kalinya Arkana menatap Alisha secara terang-terangan namun Alisha menampilkan wajah datar. Tak ada ekspresi sehingga Arkana samar-samar mengerutkan alis.
“Jangan khawatirkan masalah kuliahnya, aku yakin putriku bisa menyelesaikan kuliahnya tepat waktu. Karena kecerdasannya pulalah makanya dia harus mondok,” Pak Ahmad ikut nimbrung dan membuat Arkana serta Pak Kiyai Somad penasaran. Keduanya menatap pak Ahmad menunggu kelanjutan ceritanya.
“Jangan diambil hati ucapan papa pak Kiyai, papaku memang seperti itu suka membanggakan sekaligus meledekku,” Secepatnya Alisha menghentikan pak Ahmad agar tak bercerita lebih lanjut. Alisha tak ingin orang lain mengetahui kelebihannya demi kedamaian pekerjaannya.
Mendengar ucapan putrinya membuat pak Ahmad salah tingkah. Ia tak sadar dengan apa yang ia ucapkan. Sudah menjadi kesepakatan keluarga agar menyembunyikan kelebihan Alisha yang satu ini.
Untuk menghilangkan salah tingkahnya, pak Ahmad meraih kopi dan menyesapnya ke dalam mulutnya sementara Alisha memilih mengambil pisang goreng bertabur coklat dan keju yqng menggugah selera. Tak ada lagi pembicaraan diantara mereka hingga dua wanita cantik diusia yang sudah tak muda lagi ikut bergabung.
“Kita sarapan dulu, aku dan dek Alice sudah menyiapkan sarapan. Gak lucu kan kalau kalian kelaparan padahal baru meninggalkan rumah kami,” Bu Nyai tersenyum lembut. Wanita paruh baya ini memang tak pernah lepas senyuman lembut dari bibirnya setiap kali bertemu atau berbicara dengan orang.
“Aku nyusul nek, nungguin Alex.” Arkana memang sangat menyayangi asistennya itu. Usia mereka yang hanya terpaut beberapa bulan membuat keduanya satu server.
Setiap kali Arkana mengunjungi pesantren sang kakek ia selalu datang bersama Alex, hanya saja asistennya itu lebih memilih untuk menginap di rumah paman dan bibinya yang hanya bisa ia kunjungi saat menemani Arkana ke pesantren.
Namun kali ini asistennya itu datang belakangan setelah ditelepon oleh Arkana agar menyusul ke pesantren. Setelah pak Kiyai Somad menelepon Arkana agar segera ke pesantren sehingga Alex harus mewakili Arkana menemui kliennya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments