Tidur Alisha terusik manakala sang mama mulai menggoyang-goyangkan tubuhnya. Perlahan Alisha membuka paksa matanya. Menyadari jika dirinya bukan sedang berada di tempat tidurnya, Alisha sontak bangun dan duduk sembari menatap wanita bule yang sudah melahirkannya.
“Alhamdulillah, akhirnya kesadaranmu kembali,” Mama Alice menatap putrinya sambil tersenyum manis. Meskipun setengah jam yang lalu ia sudah berusaha dan berjuang untuk membangunkan anak gadisnya namun kali ini tak ada omelan yang meluncur bebas dari bibirnya seperti biasanya. Entah karena mama Alice menahan diri karena sedang di rumah sahabat sang suami atau karena sisa hitungan jam ia dan putrinya akan berpisah.
“Ma, harus banget ya aku tinggal disini ?” Alisha menatap mama Alice dengan puppy eyesnya berusaha menggoyahkan keputusan sang mama. Biasanya jurus andalannya ini berhasil di depan Jonathan Smith yang tak lain adalah grandpanya.
“Harus sayang, demi kebaikanmu. Mama harap kamu jangan bertindak semaumu, jika ada masalah diskusikan dengan pak Kiyai atau bu Nyai atau ustad dan ustadzah.” Mama Alice mewanti-wanti putrinya yang tak pernah memberi kompromi pada orang yang suka mengganggunya.
Alisha hanya menatap datar sang mama yang terus-terusan menasehatinya hingga telinganya berdengung. Alisha tipe gadis yang tak suka mendengar kata-kata yang berulang. Ingatannya sangat bagus hingga tak membutuhkan pengulangan kata.
Dari luar kamar terdengar suara pak Ahmad dan pak Kiyai serta cucunya sedang berbicara yang berarti shalat jumat telah usai. Mama Alice segera berdiri dan melangkah ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar untuk berwudhu selanjutnya menunaikan kewajibannya sebagai muslimah. Alisha pun mengikuti sang mama sebelum wanita bule itu kembali menceramahinya
Selesai dengan kewajibannya, kedua wanita cantik beda usia itu keluar kamar dan bergabung dengan penghuni rumah. Alisha tampak kerepotan membenahi jilbabnya yang tak bisa tenang dikepalanya sementara bajunya yang panjang seolah menghambat langkahnya. Arkana Kaif menundukkan pandangannya ketika tanpa sadar Alisha mengangkat bajunya hingga memperlihatkan betis jenjangnya. Sepertinya Alisha harus membiasakan diri dengan jilbab dan bajunya yang panjang.
“Sebelum mengantar nak Alisha ke asrama sebaiknya kita makan dulu, yuk.” Ibu Nyai mempersilahkan mereka santap siang bersama. Alisha yang sejak tadi memang sangat membutuhkan nutrisi segera beranjak mendahului yang lain. Lagi-lagi pria muda yang sejak tadi memperhatikan tingkah laku Alisha hanya bisa mendengus kasar.
‘Gadis gak ada aturan. Semoga saja gadis itu tidak menjadi biang masalah pada pesantren eyang,’ Batin Arkana mengkhawatirkan pesantren yang susah payah dibangun Kiyai Somad.
Selapar-laparnya Alisha namun ia tetap memiliki kesopanan untuk tetap menunggu para orang tua mengambil makanannya. Baru setelah itu ia mulai beraksi. Gadis yang selalu apa adanya sehingga orang-orang yang tak mengenalnya mengira jika ia sama seperti gadis-gadis pada umumnya.
Melihat semua makanan lezat tertata dengan rapi di meja makan, semua menikmati makan siang tanpa suara, Alisha pun diam menikmati makanan yang sangat pas di lidahnya. Hingga makan siang berakhir dan mereka kembali ke ruang tengah barulah Alisha membuka suara.
“Maaf pak Kiyai, ada gak kamar asrama yang kosong. Soalnya aku gak suka kalau berisik,” Alisha tersenyum manis berharap keinginannya terkabul.
“Kalau yang benar-benar kosong gak ada nak, tapi penghuni asrama yang hanya dua orang ada kok.” Pak Kiyai Somad memang menghafal diluar kepala jumlah setiap kamar pada pesantrennya.
Mulut Arkana sudah sangat gatal ingin membalas perkataan gadis itu namun ia harus menahannya karena tak ingin dinilai negatif oleh sahabat eyangnya. Faisal Arkana Kaif sangat menghormati pak Ahmad meskipun mereka dibidang bisnis yang berbeda.
Arkana mengenal sosok pak Ahmad yang merupakan salah satu pemilik perusahaan terbesar di tanah air.
Sama halnya dengan pak Ahmad yang bergelut di dunia bisnis, Arkana pun sedang mengembangkan bisnisnya dibidang IT yang masih sangat langka di tanah air. Sebagai kaum muda yang merasakan manfaat tekhnologi maka iapun berusaha meyakinkan sang eyang agar menambahkan pembelajaran IT pada kurikulum pesantren. Sehingga santri dan santriwati bisa bersaing setelah selesai mondok. Karena tidak semua santri ataupun santriwati akan terus berada di pesantren tersebut.
“Gak apa-apa pak Kiyai, yang penting mereka tidak menyentuh barangku, “ Alisha berterus terang. Itulah Alisha yang selalu mengungkapkan apa yang tidak disukainya.
“Sayang, mulai sekarang kamu harus membiasakan diri untuk berbagi sama yang lain.” Pak Ahmad kembali mengingatkan putri kesayangannya.
“Maksud Al barang-barang pribadi pa,” Sejak dulu Alisha memang tak suka jika seseorang menyentuh barangnya karena iapun tak pernah menyentuh barang yang bukan miliknya sebelum meminta ijin pada yang empunya barang.
Jonathan Smith mendidik Alisha dengan sangat baik dan penuh kasih sayang. Namun pria tua itupun menyisipkan sikap tegas terhadap hal-hal tertentu. Jonathan Smith berhasil membuat cucu semata wayangnya menjadi wanita cerdas dan tangguh.
Waktu terus bergulir, kini saatnya Alisha dibawa ke asrama khusus santriwati sebelum pak Ahmad dan mama Alice kembali ke ibukota. Dengan wajah pasrah Alisha mengikuti pak Kiyai dan papanya dari belakang. Alisha tak lagi memainkan drama menyedihkan karena ia menyadari jika untuk saat ini bukan waktu yang tepat. Nasibnya sudah ditentukan untuk berada di penjara suci ini. Alisha bertekad akan memperlihatkan sikap terbaiknya agar kedua orang tuanya segera menyelesaikan hukumannya.
“Setelah menyimpan barang-barangmu, ikuti teman sekamarmu menuju kelasku agar kamu tidak ketinggalan pelajaran.” Untuk pertama kalinya Arkana berbicara pada Alisha dengan nada tak enak yang berhasil ditangkap oleh indera pendengaran Alisha. Arkana sebelum berbelok menuju kelas, tak mungkin ia ikut masuk wilayah asrama santriwati.
Dengan sekuat tenaga Alisha menahan diri agar tak terpancing. Otaknya masih waras untuk tidak semakin mempersulit dirinya mengingat sang papa masih ada di sekitarnya. Hanya tatapan datar yang ia berikan pada pria muda itu.
“Jangan khawatir nak, Alisha pasti akan langsung belajar.” Sejujurnya pak Ahmad khawatir melihat tatapan datar putrinya. Namun untuk berterus terang iapun berpikir seribu kali. Pak Ahmad tak ingin membuat Arkana merasa tersinggung.
“Iya pak, kalau begitu saya pamit ke kelas,” Arkana berpamitan tanpa sedikitpun melihat kearah Alisha.
Entah mengapa Arkana sepertinya tak menyukai Alisha. Sedangkan Alisha memilih tak memperdulikan ketidaksukaan Arkana padanya. Gadis itu hanya fokus pada tujuannya untuk segera keluar dari pesantren tersebut. Ia hanya harus menahan diri dan tidak membuat masalah agar papa dan mama Alice yakin bahwa dirinya bukan lagi sumber masalah.
Kini mereka berdiri di depan sebuah kamar. Pak Kiyai segera mengetuk pintu kamar tersebut Tak lama kemudian terlihat seorang gadis manis berkerudung membuka pintu.
“Pak Kiyai ?!” Gadis itu terjingkat kaget mengetahui yang mengetuk pintunya ternyata orang paling dihormati seisi pesantren.
“Belum masuk kelas nak ?” Pak Kiyai bertanya dengan lembut pada gadis bernama Tari.
“Baru siap-siap pak Kiyai, “ Balas Tari sambil menunduk. Bukannya Tari tidak sopan berbicara dengan yang lebih tua sambil menunduk akan tetapi Tari sangat menghormati pak Kiyai Somad sehingga tak kuasa untuk mengangkat pandangannya.
“Teman sekamarnya kemana, nak ?!” Pak Kiyai menanyakan keberadaan teman sekamar santriwati tersebut dan sekaligus memperkenalkan Alisha.
“Sudah masuk kelas lebih dulu pak Kiyai, “
“Bapak bawa teman buat kalian, semoga kalian bisa rukun dan membimbing nak Alisha. Kalian boleh masuk kelas bersama. Guru kalian pasti akan memaklumi keterlambatan kalian,” Pak Kiyai Somad memperkenalkan Alisha.
“Silahkan nak Alisha bawa masuk kopernya. Setelah itu langsung saja ke kelas.” Pak Kiyai Somad memerintah dengan sangat lembut sehingga Alisha dengan senang hatu menuruti perkataan pak Kiyai.
Alisha pun menuruti perintah pak Kiyai Somad. Sementara pak Ahmad dan mama Alice memperhatikan putri semata wayangnya dengan rasa sedih karena sebentar lagi mereka akan berpisah. Mama Alice menggenggam tangan pak Ahmad dengan kuat. Wanita bule itu berusaha mendapatkan kekuatan dari sang suami agar airmatanya tak meluncur bebas.
“Pa, ma, Al masuk kelas, ya,” Alisha menyalami dan mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian. Santriwati yang belum Alisha ketahui namanya pun ikut menyalami pak Ahmad dan mama Alice kemudian beralih pada pak Kiyai Somad.
Alisah sengaja tak meminta pelukan seperti biasa jika mereka akan berpisah. Bukan karena Alisha marah atas sikap kedua orang tuanya yang memilih pesantren sebagai tempat untuk memperbaiki diri. Alisha tak ingin terlihat cengeng dan manja oleh teman sekamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments