Beberapa saat kemudian, Alisha keluar dari kamar dengan berpakaian rapi. Meski terpaksa memakai baju panjang dan hijab namun Alisha berusaha menghilangkan perasaan terpaksanya. Enam bulan di pesantren belum cukup untuk membuatnya terbiasa dengan pakaian serba panjang. Semua tersenyum menatap wajah cantik berbalut hijab yang sedang berjalan dengan langkah sedikit cepat.
“Kita shalat ashar berjamaah di mesjid,” Pak Kiyai Somad, pak Ahmad dan Arkana langsung berdiri setelah beberapa saat Alisha bergabung dengan mereka.
“Al shalat di kamar aja ya ma,” Alisha benar-benar malas untuk beraktifitas saat ini. Kekesalannya masih sangat terasa dengan status dirinya. Kenapa takdir seolah tak berpihak padanya ?
“Gak boleh gitu Al, mama gak mau dengar alasan apapun. Ambil mukenahmu, mama tunggu ! Jangan bikin malu mama sama papa !” Mama Alice sengaja bersikap tegas. Setelah hari ini putrinya harus tinggal bersama suaminya meskipun terasa berat namun semua demi kebaikan putri tunggalnya.
Dengan kesal Alisha kembali ke kamarnya dan mengambil mukenah yang masih berada diatas tempat tidur. Sementara mama Alice masih berdiri menunggunya dengan setia. Tanpa berkata-kata Alisha berjalan melewati sang mama. Melihat tingkah putri semata wayangnya mama Alice hanya bisa menarik napas panjang sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
‘Semoga nak Arkana bisa membimbingmu sayang,’ Mama Alice membatin mengikuti langkah Alisha yang semakin menjauh.
Shalat berjamaah kali ini tak seramai hari biasanya karena sebagian besar santri dan santriwati kembali ke rumah masing-masing. Sebagian besar dari mereka berasal dari luar daerah. Shalat ashar akhirnya selesai, tak ada kajian seperti biasanya. Para pengajar juga hanya tersisa beberapa orang.
“Lho Alisha belum pulang ?!”Ustadzah Lilik menegur Alisha dengan wajah bingung. Wajar saja ustadzah itu bingung karena yang paling pertama keluar asrama adalah Alisha.
“Hehehe, iya bu ustadzah, papa sama mama masih lelah jadinya kami pulang besok pagi, “ Balas Alisha tak sepenuhnya bohong. Mereka memang akan pulang besok akan tetapi bukan karena pak Ahmad kelelahan. Tak mungkin juga kan kalau Alisha berkata jujur.
“Cepat balik ya, ustadzah duluan. Mari bu Nyai ,,,” Ustadzah Lilik mengangguk hormat pada bu Nyai yang tampak senyum-senyum mendengar pembicaraan mereka.
“Silahkan ustdzah,” Balas bu Nyai masih dengan senyumnya.
Ketiga wanita beda usia itu kembali melanjutkan langkahnya menuju kediaman pak Kiyai Somad dan bu Nyai Hasna. Hanya bu Nyai dan mama Alice yang terlibat pembicaraan sedangkan Alisha hanya sebagai pendengar setia. Usia mereka jauh berbeda dan topik pembicaraan mereka tak dipahami oleh Alisha.
Hati Alisha mencelos manakala melihat rumah pak Kiyai, bukan karena tak suka melainkan di rumah itu ada pria yang tak ingin ditemuinya. Siapa lagi kalau bukan Arkana si manusia tanpa ekspresi.
Dengan langkah gontai Alisha terus menyamakan langkahnya dengan langkah kedua wanita paruh baya di depannya.
Benar saja, saat para wanita tiba di kediaman pak Kiyai tampak ketiga pria telah tiba lebih dahulu. Entah mereka melewati jalan yang mana karena setahu Alisha hanya satu jalan yang menghubungkan mesjid pesantren dan rumah pak Kiyai.
“Assalamualaikum, “ Sapa bu Nyai mewakili mama Alice dan Alisha.
“Waalaikumsalam, “ Kompak ketiga pria tersebut sambil tersenyum. Setiap kali Alisha melihat senyum pak Kiyai perasaannya selalu tenang dan damai.
“Pak Kiyai lewat jalan mana, kok tiba lebih dulu ?!” Alisha tak dapat menahan rasa penasarannya.
“Lewat asrama pesantren putra, nak. Pintu mereka langsung terhubung dengan rumah kita ini,” Pak Kiyai Somad menjawab dengan senyumnya yang masih menghiasi wajahnya yang sudah mulai menua.
Tak lama kemudian seorang wanita paruh baya keluar dengan nampan ditangannya. Dengan sigap Alisha berjalan kearah wanita tersebut dan membantunya meletakkan teh panas dan kudapannya. Rasa kepedulian Alisha pada sesama memang tak perlu diragukan. Bagi pak Ahmad dan mama Alice hal itu sudah biasa. Namun berbeda dengan Arkana yang terpanah melihat kebaikan Alisha. Ia tak menyangka gadis yang terlihat cuek dan sombong ternyata ringan tangan.
“Bu Siti, tolong pindahkan koper nak Alisha ke kamar Arkana, ya.” Permintaan bu Nyai sontak membuat Alisha protes.
“Lho kok gitu sih bu Nyai, aku gak bisa tidur kalau sekamar dengan pria.” Alisha berkata jujur, sejak remaja hingga kini ia belum pernah tidur dengan pria manapun termasuk grandpa. Sejak tinggal bersama grandpanya selama 10 tahun ia diajari untuk mandiri termasuk tidur selalu sendiri.
“Mulai malam ini harus dibiasakan nak. Kalian sah dan halal di mata agama dan hukum sebagai pasangan. Diluar sana banyak lho pasangan tak halal tidur bersama. Masa kalian yang sudah halal malah sebaliknya, “ Ucapan bu Nyai membuat semua tertawa. Bu Siti pun sudah melakukan permintaan bu Nyai.
Alisha menatap Arkana dengan tatapan permohonan agar pria itu ikut mendukungnya namun lihatlah pria itu justru memberikan tatapan tak peduli sehingga membuat Alisha semakin kesal dan dongkol.
‘Dosa gak sih kalau mencekiknya hingga mati,’ Hanya hal itu yang terlintas dalam pikiran Alisha saat ini.
“Sayang, duduk dekat nak Arkana. Suami istri gak boleh duduk berjauhan. Masa iya duduknya dekat mama, itu tempatnya papa.” Pak Ahmad tak terima sejak mereka tiba Alisha selalu menempel mama Alice.
“Ck, papa lebay banget. Kan bisa mama di tengah.” Alisha tak terima dan tak berniat sama sekali untuk beranjak dari posisinya.
“Betul kata papa, kamu sudah besar dan tempatmu bukan lagi disisi mama sama papa tapi disisiku. Sekarang pindah ke sampingku.” Suara datar Arkana yang mengintimidasi membuat Alisha tak dapat menolak. Untuk kali ini Alisha rela mengalah karena tak mungkin menabuh genderang perang di depan orang orang tua. Alisha masih bisa menahan diri.
“Jangan senang dulu, kamu belum tahu siapa aku sebenarnya,” Alisha berbicara dengan sangat pelan agar para orang tua di hadapan mereka tak mendengarnya.
Arkana hanya mengedikkan bahu tak peduli. Selama ini belum ada orang yang berani menantangnya secara terang-terangan. Dan gadis yang baru beberapa jam yang lalu ia nikahi ternyata memiliki nyali yang cukup besar untuk menantangnya.
Melihat ekspresi tak peduli dari Arkana membuat Alisha semakin berang. Pria itu benar-benar menguji kesabarannya. Alisha belum sempat menyelidiki latar belakang Arkana dan ia bertekad untuk mengetahui semua tentang pria itu agar tidak salah dalam melangkah.
Alisha kini memilih diam dan menyibukkan diri dengan ponselnya untuk mengetahui perkembangan perkuliahannya. Ia akan bergabung dengan teman-temannya dan aktif kuliah setelah ini. Rasanya tak sabar lagi untuk kembali beraktivitas dan berinteraksi dengan teman-temannya.
Alisha sama sekali tak memperdulikan pembicaraan para orang tua. Itulah Alisha jika sudah memegang ponselnya maka dunianya seolah hanya pada ponselnya saja. Diam-diam Arkana merasa kurang nyaman dengan kelakuan Alisha. Pria itu merasa diabaikan dan ia tak suka akan hal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments