Jeritan Hati Sang Isteri Siri
Pagi itu Dea Prasasti sedang menatap ke arah jendela dengan rintik-rintik hujan, Dea dengan perut yang membuncit besar yang saat ini sedang hamil tua selalu menanti kepulangan sang suami yang berhari-hari tidak pulang.
Dea terus menatap ke arah jendela, Berharap hari itu suaminya datang menjenguknya. Namun Beberapa lama berdiri didekat jendela, Suaminya yang bernama Anton Wijaya seorang TNI yang bertugas di kota tak kunjung datang.
"Apa salah jika aku juga berharap di perlakukan sama dengan isteri pertama kamu mas! Aku memang hanya isteri siri, Namun apa aku nggak berharap mendapat perhatian juga!" Ucap Dea yang masih menatap ke arah jendela.
Suasana hati Dea semakin tak karuan karena sang suami tak kunjung datang sehingga Dea mulai teringat perjalanan hidupnya yang tampak kelabu.
Flashback masa lalu
Ketika Dea menikah dengan Anton, Saat itu kondisi Dea menjanda dengan dua anak. Sebelumnya Dhea pernah menikah dengan Furqon, Pernikahannya dengan Furqon menghasilkan satu putra dan satu putri. Meski sudah memiliki dua orang anak, Dea tidak pernah merasakan bahagia menikah dengan Furqon karena sejak mereka menikah, Sang suami sangat jarang memberinya nafkah yang berupa uang.
Hari itu karena di dapur banyak bahan makanan yang kosong, Sehingga Dea memberanikan diri memberitahukan sang suami.
"Mas, minyak dan beras habis!" Dea berharap Furqon memberinya uang untuk membeli minyak dan beras, Namun Furqon tak menggubris ucapan Dea malah Furqon yang sedikit bicara itu berlalu begitu saja dari Dea.
"Mas mau kemana?" Tanya Dea yang melihat sang suami hendak pergi.
"Aku lapar, mau makan ke rumah ibu!" Dengan santainya Furqon mengatakan seperti itu padahal Dea tidak bisa memasak karena tidak ada beras yang hendak dimasaknya.
"Mas aku juga lapar! Tapi mau masak apa? Beras nggak ada!" Dea terdengar mengeluh.
"Kalau kamu lapar, Sana kamu kerja lah! Kamu jual kue kek apa kek!" Ucap Furqon
Perkataan Furqon itu sangat melukai hati Dea sehingga mulai hari itu apa pun yang terjadi Dea tidak akan meminta apa pun lagi pada suaminya itu.
Setelah itu, Dea pun berjalan ke luar dari rumahnya menuju jalan raya yang ada disana. Sesampainya di jalan raya itu, Dea mendekat ke arah sebuah warung penjual bakso yang ada disana.
"Bu, Apa boleh saya cuci piring disini! Saya sangat butuh pekerjaan bu!" Ucap Dea yang meminta pekerjaan pada pemilik warung bakso sederhana itu.
"Itu ada banyak mangkok kotor, Kamu cuci dibelakang!" Tunjuk Bu Inah yang merupakan pemilik warung bakso itu.
"Baik bu, Saya akan cuci mangkok itu!" Dea sangat bersyukur bisa bekerja di warung bakso itu, Meskipun harus menjadi tukang cuci piring, Bagi Dea Pekerjaannya itu tidaklah hina asalkan Dea dan kedua anaknya bisa makan.
Selesai mencuci mangkok-mangkok kotor yang kian menumpuk, Bu Inah langsung memberikan uang senilai Rp 25.000 pada Dea. Meski jumlah uang itu tak seberapa, Tetapi Dea tetap bersyukur karena bisa membeli makanan untuknya dan kedua anaknya hari itu.
Setelah Dea menyelesaikan pekerjannya, Dea pun segera bergegas pulang. Namun sebelum pulang, Terlebih dahulu Dea membelikan nasi bungkus pada kedua anaknya.
"Pasti Dina dan Leo sudah sangat lapar!" Ucap Dea seraya memegangi nasi bungkus itu.
Seusai membeli nasi bungkus, Dea pun langsung pulang ke rumahnya. Didepan rumah, Terlihat kedua anaknya telah menunggunya.
"Mama, Kemana aja! Dina lapar! Dari tadi Dina sama kakak menunggu mama pulang!" Ucap anak perempuan Dea.
"Maafkan mama sayang, Mama baru selesai kerja!" Jelas Dea pada anaknya itu.
"Mama, Leo lapar! Dari tadi belum makan!" Ucap Leo pada mamanya.
"Ini mama bawakan nasi bungkus untuk kalian makan!" Dea memberikan nasi yang bungkus yang di pegangnya itu pada kedua anaknya.
Setelah itu, Baik Leo maupun Dina langsung makan nasi itu dengan sangat lahap saking laparnya. Dea tidak ikut makan, Wanita yang berparas anggun itu hanya sibuk memperhatikan anak-anaknya yang sedang makan.
"Mama nggak ikut makan!" Ucap Leo yang memperhatikan sang mama hanya menatap mereka yang sedang makan.
"Mama sudah kenyang sayang, Tadi mama udah makan di tempat kerja!"
Sebenarnya Dea sangat lapar di kala itu, Namun melihat kedua anaknya yang sangat lahap makan, Dea tidak tega untuk ikut makan karena pasti nasi itu tidak akan cukup untuk mereka makan sehingga Dea hanya menatap kedua anaknya yang sedang makan.
"Pasti banyak makanan di tempat kerja mama kan! Dina jadi pengen ikut kesana!" Ucap Dina yang membayangkan banyak makanan di tempat kerja sang mama.
"Kan mama baru kerja sehari disana! Nggak enak lah kalau kamu ikut kesana!"
Dea tidak mau jika Dina ikut kesana bukan karena merasa tidak enak pada bosnya, Namun Dea tidak mau melihat Dina sedih jika mengetahui mamanya makan dengan bakso sisa para pelanggan yang tidak habis.
"Ya sudah deh ma, Besok kalau mama sudah lama kerja disana baru Dina ikut!" Ucap Dina.
Ketika Dea sedang sibuk mengobrol bersama kedua anaknya, Tiba-tiba Furqon sang suami pulang.
"Ayah dari mana?" Tanya Leo yang melihat ayahnya pulang.
"Ayah dari rumah nenek," Jelas sang ayah
"Kenapa nggak ajak kita yah! Pasti dirumah nenek banyak makanan!" Leo membayangkan banyak makanan dirumah neneknya.
"Lain kali ya ayah ajak kesana! Sekarang kalian masuk ke dalam dulu, Ayah mau bicara sesuatu sama mama!" Ucap sang ayah pada kedua anaknya.
Setelah itu, Kedua anak itu pun masuk ke dalam kamarnya. Setelah kedua anak itu masuk, Furqon langsung duduk di dekat Dea.
"Kamu tidak masak! Kok anak-anak itu tampak kelaparan!" Furqon menatap ke arah sang isteri.
"Mau masak apa mas, Beras nggak ada minyak nggak ada!" Ucap Dea.
"Kamu bisa kan ngutang di warung dulu beras! Kamu tahu kan kondisiku, Aku ini hanya guru honor yang di gaji tiga bulan sekali!" Furqon tampak meminta pengertian Dea.
"Gampang ya kamu suruh aku ngutang di warung! Sementara kamu kalau lapar pulang ke rumah orang tuamu! Apa kamu nggak pernah memikirkan kami disini bisa makan atau nggak!" Emosi Dea mulai naik.
"Kamu kan bisa minta pekerjaan di warung-warung depan sana! Lagian kamu kan disini menganggur nggak ada pekerjaan lain!" Ucap Furqon dengan santainya.
Setelah itu, Keduanya tampak berselisih paham sampai teriak-teriak sehingga tetangga di sebelahnya itu mendengar pertengkaran mereka.
Selain itu, Kedua anaknya yang tampak sedang nonton tv didalam pun akhirnya keluar mendengar suara perdebatan mereka.
"Mama sama papa kenapa teriak-teriak!" Ucap Leo yang melihat kedua orang tuanya berdebat.
"Leo ajak adik gih main sana! Mama sama ayah belum selesai bicara!" Titah sang ayah pada anak lelakinya itu.
"Tapi ayah, Kalau Leo ajak adik main pasti nanti Dina mau jajan sementara Leo nggak punya uang untuk beli jajan!" Ucap Leo yang tampak sedih.
Mendengar ucapan Leo itu membuat sang ayah menjadi sangat marah, Terlebih Furqon waktu itu tidak memegang uang sepeser pun.
"Kalian ini hanya mikirin uang.......uang dan uang saja!" Teriak Furqon
Leo yang mendengar ucapan ayahnya itu menjadi sangat ketakutan.
"Nggak sepantasnya mas bicara seperti itu pada anak-anak! Mereka nggak tau apa-apa mereka masih sangat kecil!" Ucap Dea pada suaminya itu.
"Diam kamu!" Tangan Furqon hendak melayang ke wajah Dea, Namun tiba-tiba seseorang menahan tangan Furqon yang hendak menampar isterinya itu.
"Berani-beraninya kamu main tangan sama adik saya!" Terdengar ucapan seorang wanita yang tidak lain adalah Ima yang merupakan kakak kandung Dea.
"Kak ima, Maafkan saya tadi enggak sengaja!" Ucap Furqon merasa bersalah.
"Kali ini saya maklumi, Tetapi kalau lain kali kamu masih berbuat seperti ini akan aku laporkan kamu ke pihak berwajib!" Ucap Ima dengan tegasnya.
Kedatangan Ima yang secara tiba-tiba itu membuat Furqon tampak gugup, Setelah itu Furqon pun meninggalkan Dea dan Ima disana.
"Dik, Apa setiap hari Furqon memperlakukanmu dengan buruk?" Tanya Ima pada sang adik
"Nggak kok kak, Baru kali ini dia seperti itu! Mungkin tadi kelepasan karena anak-anak agak bandel!" Dusta Dea pada sang kakak, Dea tak mau jika sang kakak mengetahui perilaku Furqon yang sebenarnya pasti semua keluarga Dea akan memandang Furqon dengan sangat buruk sehingga Dea menyembunyikan sifat buruk Furqon pada kakaknya itu.
"Baguslah kalau Furqon tidak seperti yang kakak pikirkan!" Ucap Ima kembali
"Oh iya, Kakak kesini kok nggak ngabarin aku dulu!"
"Iya, Kakak kesini mau minta izin bawa Dina dan Leo untuk ajak mereka jalan-jalan!"
Ima meminta izin pada Dea untuk membawa kedua anaknya jalan-jalan, Ima sangat menyayangi kedua anak itu. Baginya kedua anak-anak itu lebih dari anak kandungnya, Sebab sudah lama Ima menikah namun tak jua dikarunia seorang anak sehingga kedua anak itu menjadi obat kerinduan Ima yang sangat menginginkan anak.
"Iya, Kakak bawa aja mereka! Tadi mereka pergi main-main kerumah tetangga! Kakak tunggu sebentar ya biar aku panggilkan!"
Leo dan Dina seketika langsung pergi meninggalkan rumah ketika terus menerus melihat kedua orang tuanya beradu mulut. Oleh karena kedua anaknya tidak dirumah sehingga Dea pun terlihat berjalan memanggil kedua anaknya yang sedang bermain tak jauh dari rumahnya. Sesampainya disana hati Dea benar-benar teriris melihat kedua anaknya yang tampak sedang memandangi temannya yang sedang minum es.
"Dina, Leo ayo pulang!" Dea mengajak kedua anaknya itu untuk pulang.
"Kami nggak mau pulang ma! Kami takut pulang, Nanti ayah marah-marah lagi!" Ucap Leo dengan polos.
"Ayah nggak akan marah lagi kok, Apalagi dirumah sekarang ada umi Ima yang mau ajak kalian jalan-jalan!" Dea terdengar membujuk sang anak untuk pulang.
"Ayo kak kita pulang, Pasti umi sudah menunggu dirumah!" Ucap Dina dengan antusias.
Setelah itu, Ketiganya pun terlihat untuk pulang. Sesampainya dirumah Dina langsung berlari memeluk saudara mamanya itu yang dipanggilnya dengan sebutan umi.
"Umi, Kata mama umi mau ajak kami jalan-jalan!" Ucap Dina pada Ima
"Iya sayang, Sana siap-siap gih!"
Setelah itu, Dina dan Leo pun bersiap-siap. Tak lama kemudian, Kedua anak itu terlihat sudah rapi sehingga Ima langsung membawa keduanya untuk jalan-jalan.
Sementara Dea langsung masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Namun ketika hendak beristirahat, Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari arah luar.
Tok......tok.......Suara ketukan pintu tersebut.
Mendengar suara ketukan pintu itu, Dea langsung berjalan membukakan pintu tersebut. Diluar pintu itu, Terlihat seorang wanita berdiri.
"Dea, Masih ingat aku nggak!" Ucap seorang wanita yang berdiri didepan pintu itu.
"Kamu Tuti kan, Teman aku di pondok dulu!" Tebak Dea
"Iya benar," Sahut Tuti
"Kamu sekarang beda ya sama yang dulu!" Dea menatap Tuti dari atas ke bawah yang terlihat sangat berbeda dengan saat mereka masih di pondok pesantren dulu.
"De, Kedatangan aku kesini untuk mengantar undangan reuni ini!" Tuti memberikan sebuah undangan reuni pada Dea
"Astaga.......Gara-gara aku sibuk memperhatikan penampilan kamu, Aku jadi lupa mepersilahkan kamu masuk!" Ucap Dea.
"Nggak apa-apa De, Lagian aku buru-buru sekarang!"
Kemudian, Tuti pun langsung meninggalkan rumah Dea karena ada suatu urusan yang harus ia kerjakan.
*******
Keesokan harinya, Dea kembali bekerja di sebuah warung bakso yang tak jauh dari rumahnya untuk mencuci mangkok kotor yang ada di tempat tersebut.
Ketika sedang sibuk mencuci mangkok-mangkok kotor, Tiba-tiba Dea di panggil oleh pemilik warung bakso itu.
"De, Tolong kesini sebentar!" Teriak sang pemilik warung itu.
"Iya bu," Dea pun langsung berjalan mendekat ke arah bosnya itu.
"De, Tolong bantu ibu disini!" Ucap sang pemilik bakso itu
Ketika Dea sedang melayani para pelanggan tersebut, Tiba-tiba seseorang datang mendekat ke arah Dea.
"Kamu kerja disini De!" Ucap seorang pria tersebut.
"Iya mas," Sahut Dea
"Kamu kerja ditempat saya nggak di bagian administrasi!" Seorang pria itu menawarkan pekerjaan pada Dea.
"Mas serius!" Dea tampak antusias mendengar ucapan pria itu yang tak lain adalah tetangga di sebelah rumahnya.
"Iya, Besok pagi-pagi kamu datang ya di kantor mas!" Ucap pria bernama Erfan tersebut.
"Tapi aku nggak tahu tempat kantor mas!" Kata Dea
"Mana nomor telepon kamu, Nanti mas kirimkan alamatnya!" Erfan meminta nomor ponsel Dea
Setelah itu, Dea pun memberikan nomor ponselnya pada Erfan. Kemudian Dea menyelesaikan tugasnya di warung tersebut terlebih dahulu baru kembali berbicara dengan Erfan dalam waktu sangat lama.
Meski Dea dan Erfan sudah lama bertetangga, Namun keduanya baru kali ini berbicara dan keduanya terlihat sangat akrab bahkan mereka terlihat tertawa lepas disana.
Setelah lama mengobrol dengan Erfan disana, Dea pun memutuskan untuk pulang. Selain itu, Pekerjaan Dea diwarung tersebut pun telah beres sehingga Dea bisa segera pulang.
Sesampainya dirumah, Dea melihat sang suami sedang duduk di teras depan menunggunya pulang.
"Kamu dari mana? Jam segini baru pulang!" Furqon terlihat sangat marah karena Dea pulang malam.
"Tumben kamu nanya aku kemana!" Ucap Dea dengan santainya.
"Aku ini masih suami kamu, Sudah sewajarnya aku bertanya kamu kemana!" Ucap Furqon dengan nada suara tinggi.
"Suami, Tapi nggak pernah kasih nafkah ke istrinya! Apakah itu masih pantas di sebut seorang suami!" Ucap Dea dengan tegas.
Plak........Satu tamparan melayang ke wajah Dea.
"Dasar lelaki kasar! Kamu itu nggak pernah kasih aku uang, Kalau aku nggak kerja aku dan anak-anak mau makan apa!" Ucap Dea seraya memegangi wajahnya yang masih sakit akibat tamparan Furqon.
"Kamu kerja apa sampai malam begini!" Furqon menarik rambut Dea sampai Dea meringis kesakitan.
"Sakit mas.........Tolong lepas!" Dea memohon pada Furqon agar melepaskan rambutnya.
"Aku nggak suka melihat kamu pulang malam-malam! Kamu kan bisa cari pekerjaan lain, Misalnya ambil upah tanam jagung di sawah!" Ucap Furqon dengan posisi masih memegangi rambut Dea.
"Upah tanam jagung nggak akan cukup mas untuk memenuhi kebutuhan dapur, Ditambah lagi uang jajan anak-anak!" Dea terdengar membela diri.
"Kamu ini selalu saja membantah, Dasar isteri tak tahu diri!" Furqon langsung keluar dari rumahnya karena merasa isterinya itu selalu membantahnya. Jika Furqon tetap berada disana, Pria itu bisa saja bertindak lebih kasar lagi pada isterinya karena amarahnya yang sudah tak terkendali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments