Kecurigaan itu Benar

"Lalu untuk apa ia masuk kemari, Mas? Apalagi jika dia seorang perempuan?" tanya Vira menaikkan satu alisnya.

"Entahlah, sayang. Mas kesal saja dengan Toni dan yang lainnya kenapa mereka bisa lengah? Padahal mereka sudah ku bayar mahal untuk menjaga setiap sudut rumah ini," ucap Panji terlihat emosi.

Dengan sekuat tenaga Vira menahan tawa melihat tingkahnya.

Panji berpikir sejenak, menghela nafas panjang lalu berjalan keluar entah kemana.

Sore ini terlihat Anisa yang sedang memasak untuk makan malam nanti. Saking sibuknya ia tak menyadari keberadaan Vira yang ada dibelakangnya.

"Ehh.. Nona. Bikin kaget saja," ucap Anisa sembari mengusap dadanya.

"Lagian serius amat sih, Mbak." ucap Vira sambil tertawa.

"Kemari Nona, saya mau bicara."

Untuk pertama kalinya Anisa menarik lengan Vira untuk memulai pembicaraan. Ia celingukan kearah dalam, lalu mengambil sesuatu dari keranjang cucian.

"Apakah pakaian ini milik, Nona?" tanya Anisa pada Vira sembari mengeluarkan hoodie dan celana jeans yang ia sembunyikan di keranjang cucian.

"Cepat sembunyikan, Mbak!" titah Vira pada wanita itu.

"Berarti benar pakaian ini milik, Nona?" tanya Anisa begitu penasaran.

"Iya, memangnya kenapa? Awas ya jika kamu buka mulut dengan Ibu atau Mas Panji," ancam Vira padanya.

Anisa menghela nafas pelan.

"Sebenarnya apa yang Nona lakukan dengan memakai baju itu? Untung saja Toni dan yang lainnya tak berhasil menangkap Nona," ucap Anisa terlihat khawatir.

"Apa kamu mau tahu, apa yang sudah aku lakukan dari pagi hingga siang tadi, Mbak?" tanya Vira.

Anisa celingukan lagi kearah luar dan dalam. Takut saja jika ada pengawal Sinta yang mendengar pembicaraan mereka.

"Memangnya apa yang Nona lakukan?" bisiknya pelan.

"Aku menemui seseorang di luar, dan aku berhasil membuntuti Ibu dan Mas Panji. Mereka bertemu dengan pria asing, pria itu menyebut-nyebut namamu dan anak yang sudah kamu lahirkan," bisik Vira dengan celingukan.

Anisa terdiam dengan tatapan kosong.

"Seperti apa wajah pria itu, Non?"

"Aku tidak tahu karena aku tak berani melihatnya, tetapi aku bisa dengan jelas mendengar pembicaraan mereka. Dan sepertinya pria itu bukan asli warga sini karena saat aku mengikuti nya ia masuk kedalam sebuah hotel dan tak kunjung kembali keluar."

"Lalu siapa yang Nona temui diluar sana? Jangan gegabah, Non." Anisa tampak khawatir.

Vira celingukan lagi kearah dalam dan keluar.

"Semua penjaga sedang berunding dengan Tuan Panji didepan, jadi bicaralah Nona sebelum mereka kembali berjaga."

Vira menceritakan pertemuannya dengan Bagas dan apa yang ia lakukan di gudang teh semalam. Karena Vira merasa yakin jika Anisa tak memihak pada Sinta dan keluarganya. Wanita itu tampak tercengang saat mendengar cerita Vira.

"Jadi penyusup yang masuk ke dalam gudang teh semalam adalah Kakak Nona? Pasti Kakak Nona terluka parah saat ini? Dan Nona tahu salah satu penjaga semalam ada yang tewas dengan pisau kecil yang menancap pada lehernya," bisik Anisa.

"Iya, Mbak."

"Saya yakin Nyonya dan Tuan Panji pasti akan mencari keberadaan Kakak Nona sekarang. Dia ada dimana sekarang?"

"Dia aman, sekarang Kakak ku ada disebuah kampung yang letaknya jauh dari sini."

"Syukurlah, sebenarnya apa yang kalian rencanakan saat ini?" tanya Anisa penasaran.

"Aku ingin tahu rahasia besar keluarga ini, Mbak. Sudah cukup selama ini aku melihat tingkah laku mereka yang begitu aneh. Keluarga ini pasti bukan keluarga yang baik-baik kan Mbak? keluarga ini memiliki begitu banyak misteri yang membuatku harus segera bertindak, aku yakin jika mereka ada sangkut pautnya dengan menghilangnya anak yang baru kulahirkan," ucap Vira sambil mengepalkan tangan penuh kebencian.

Anisa menatap kosong kearah Vira.

"Benar Nona. Keluarga ini memang bukan keluarga baik-baik mereka juga memiliki bisnis gelap. Tetapi apa yang ingin nona lakukan setelah ini?" tanya Anisa lagi.

"Aku harus mencari bukti-bukti yang kuat untuk menguak kasus ini ke masyarakat Mbak. Mereka harus dihukum dengan seadil-adilnya."

"Apa Nona yakin? Yang Nona hadapi itu suami Nona sendiri, loh?" tanya Anisa lagi seperti menganggap remeh ambisi Vira.

"Aku yakin, Mbak. Aku harus bisa membongkar kejahatan keluarga ini, sebelum ada korban-korban lain yang terus berjatuhan." jawab Vira yakin.

Anisa menghela nafas, entah apa yang ia pikirkan saat ini.

"Sekarang jawab pertanyaanku. Untuk apa Ibu menyekap wanita-wanita malang itu, Mbak? Sebenarnya aku sudah memiliki kecurigaan, tetapi aku ingin memastikan dengan mendengar jawaban langsung yang keluar dari mulutmu Mbak," tanya Vira pada Anisa.

Lagi-lagi ia menghela nafas sambil celingukan lalu menatap Vira dengan serius.

"Mereka disekap untuk melahirkan bayi dan nantinya bayi-bayi itu akan dijual dengan harga tinggi oleh Nyonya Sinta," ucap Anisa berbisik.

"Itulah kenapa Nyonya Sinta bisa kaya raya seperti sekarang, Non." imbuhnya lagi.

Vira tertegun mendengar ucapan Anisa, ternyata kecurigaannya selama ini, benar. Mereka menjadikan wanita-wanita itu budak dan memperjual belikan anak-anak yang terlahir dari rahim mereka.

"Jika bisnis rahasia itu menjual belikan bayi yang tak berdosa. Lalu apakah anakku juga bernasib sama dengan mereka? Tidak tidak. Bagaimana pun caranya anakku harus kembali ke pelukanku," gumam Vira lirih.

Vira berjalan mondar-mandir tidak jelas, rasa khawatir, gelisah dan emosi menjadi satu. Rasanya Vira ingin marah dengan Sinta dan Panji, tetapi ia harus bertahan dan jangan sampai bertindak gegabah.

"Apa itu artinya bayiku juga dijual, Mbak?" tanya Vira menggenggam erat tangan Anisa. Rasanya ia tak kuasa jika Anisa akan menganggukkan kepala dan berkata ya.

"Mbak, ayo jawab pertanyaanku? Apa kamu tahu dimana keberadaan anakku?"

Anisa hanya diam, apa itu artinya iya? Jika ya, dimana keberadaan anak Vira sekarang? Rasanya Vira tak akan sanggup berpisah jauh darinya.

"Tolong jawab pertanyaanku, Mbak?"

"Sudah pasti iya, Nona. Kemana lagi jika bukan dijual?"

Kaki Vira rasanya tak kuat lagi menopang tubuhnya yang mulai lemas, ia terduduk bersimpuh dilantai dengan bergelimang air mata. Vira merasa tak percaya dengan ucapan Anisa barusan.

"Tidak! Tidak! Anakku tidak boleh dijual!" Jari jemari Vira mengepal erat.

"Keterlaluan kamu, Mas. Lihat saja, suatu saat nanti aku akan membunuhmu! Lihat saja, aku akan membuat kalian menyesal dengan perbuatan yang sudah kalian lakukan!" ucap Vira penuh amarah.

"Sabar. Bukan hanya Nona, tetapi kedua anak saya juga sudah menjadi korban kejahatan mereka. Dan saya harap yang ketiga ini bisa selamat," ucap Anisa sambil memeluk tubuh Vira.

Dunia rasanya hancur dan langit terasa runtuh. "Anakku, darah dagingku dijual oleh ayahnya sendiri."

Apa laki-laki itu pantas dipanggil seorang ayah?

--

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!