"Sudah Ra, Jangan menangis. Kakak tidak apa-apa," ucapnya.
Vira langsung melepas pelukan, menatapnya dengan mata sembab.
"Tidak apa-apa bagaimana? kakak luka kaya gini," jawab Vira sambil mengelap air mata.
"Sudah lah jangan menangis. Tenang saja, besok juga sembuh sendiri. Lagian kan kakak juga masih hidup, Ra." ucapnya terkekeh.
"Udah luka kaya gini masih saja, bercanda!" ujar Vira sedikit kesal.
"Nak Bagas ini ditemukan oleh anak saya tadi malam, saat dikejar beberapa orang jahat katanya, Neng." ucap Yanti.
Terlalu meratapi kesedihan hingga ia lupa jika ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka.
"Terimakasih Bu. Terimakasih juga saya ucapkan untuk anak ibu yang sudah menolong kakak saya. Sebagai tanda ucapan terimakasih saya, ini untuk ibu." ucap Vira sembari memberikan beberapa lembar uang berwarna merah.
Awalnya ibu itu menolak, setelah Vira memaksa akhirnya ia mau menerimanya.
"Maafkan saya yang tidak bisa memberi lebih banyak, Bu."
"Ini sudah lebih dari cukup, Neng. Terimakasih."
Vira tersenyum lalu menoleh ke arah Bagas yang masih terbaring lemah, tidak mungkin ia bisa membawanya dengan satu motor.
"Maaf bu, apakah orang kampung sini ada yang memiliki kendaraan? Saya mau ngojek untuk membawa kakak saya."
"Ohh.. ada Neng. Tetapi saran saya lebih baik biar nak Bagas disini dulu saja, Neng. Lukanya belum pulih dan dia juga tampaknya masih lemah, kasihan."
Vira pun menoleh kearah kakaknya, lukanya memang masih mengkhawatirkan, apalagi kepala nya yang terbungkus balutan perban karena ada luka di kepala sebelah kanannya.
"Iya, biar kakak disini dulu saja. Kamu pulang saja Ra, tadi kamu kesini naik apa?" tanya Bagas dengan suara lemah.
"Naik Ojek. Tapi mana bisa aku ninggalin kakak disini, setelah ini lebih baik kakak pulang saja ke Kota, ya. Aku gak mau kakak kenapa-kenapa lagi."
"Ini hanya luka kecil, Ra. Kamu tenang saja ya, kakak akan tetap disini sampai semua masalahmu selesai. Jadi kamu jangan khawatir ya," sahut Bagas sambil mengusap punggung tangan Vira.
Vira sangat bersyukur, "Terimakasih ya Allah engkau telah memberikanku saudara yang begitu baik."
"Iya, Neng. Nak Bagas biar disini dulu saja, nanti kalau sudah sembuh baru pulang ya," sahut Yanti.
"Baiklah. Jika tidak keberatan saya titip kakak saya ya, Bu. Maaf sudah merepotkan."
"Tidak apa-apa Neng. Ya sudah kalau gitu ibu tinggal dulu ya Neng. Kalian ngobrol saja dulu," ucapnya lagi.
Yanti sedang keluar, kini hanya ada Vira dan Bagas di ruangan itu.
"Kak, sekarang ceritakan apa yang kakak alami semalam?" tanya Vira begitu penasaran.
"Semalam kakak berhasil masuk kedalam gudang itu, Ra. Sebenarnya tidak ada yang aneh dari dalam gudang itu tetapi saat berjalan ke area belakang, kakak menemukan sebuah kuburan kecil. Disebelahnya ada sebuah topi bayi yang tergeletak begitu saja. Setelah kakak amati, topi bayi itu sama dengan topi yang dipakai bayi yang dibawa pengawal mertuamu kemarin siang itu. Sepertinya bayi itu sudah mati, Ra."
Kira-kira bayi siapakah itu? Kenapa mereka begitu kejam membunuh bayi yang tak berdosa?
Entah kenapa setelah mendengar ucapan Bagas rasanya hati Vira seperti diiris pisau tajam. Jangan sampai bayi itu adalah anaknya. Meskipun Vira tak memiliki bukti yang kuat tetapi ia yakin menghilangnya bayinya itu ada campur tangan dari ibu mertua dan suaminya.
"Kira-kira itu bayi siapa ya, Kak?" tanya Vira dengan tatapan gelisah.
"Entahlah, Ra. Yang jelas bayi itu diambil ibu mertuamu dari seseorang, lalu ia menyuruh pengawalnya untuk mengubur bayi itu di belakang gudang."
Kenapa harus di belakang gudang? Bukankah desa itu memiliki tempat pemakaman umum yang cukup luas? Rasanya Vira semakin tak sabar ingin mengungkap semua kasus ini.
"Jangan sedih ya, Ra. Kita harus kuat dan berani untuk menghadapi semua ini," ucap Bagas sembari menyentuh punggung tangan Vira.
"Tapi yang kita lawan itu bukan orang sembarangan Kak, dia suamiku, keluargaku sendiri!" jawab Vira sambil menatapnya dengan putus asa.
Bagaimana cara Vira untuk menang? Memang terkadang ia merasa yakin terhadap dirinya sendiri, tetapi tak dapat dipungkiri terkadang ia juga dilanda keraguan.
"Jangan dilema hanya karena ikatan keluarga, jika dia salah dan sudah berbuat kejahatan maka dia pantas dihukum dengan hukuman setimpal, Ra." jawabnya.
"Oh iya. Coba sekarang kamu ceritakan apa yang kamu lihat kemarin, Ra?" ucap Bagas lagi.
Vira pun mulai menceritakan semua kejadian yang ia lalui bersama Anisa kemarin.
"Jadi di rumah itu memiliki ruang bawah tanah? Dan didalam sana ada beberapa orang wanita yang dijadikan tahanan, Ra?" tanya Bagas, ia tampak berpikir keras.
Tampaknya Bagas terkejut saat mendengar cerita adiknya, begitu juga dengan Vira yang merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat langsung kemarin.
"Bentar-bentar!" Bagas terdiam dengan mengernyitkan dahinya, tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu.
"Kamu pernah cerita kan Ra, kalau dari dalam gudang itu kamu pernah mendengar suara tangisan bayi dan teriakan seorang wanita? Nah, pasti suara itu berasal dari ruang bawah tanah itu. Bisa jadi suara teriakan wanita itu adalah suara salah satu dari tahanan ibu mertuamu, Ra."
Sepertinya dugaan Bagas itu benar. Sekarang yang baru terpikirkan oleh Vira adalah pintu masuk ruang bawah tanah itu berada didalam gudang. Mengingat ia pernah merasakan suatu pukulan keras dari lantai gudang yang ia pijak.
"Yang kakak pikirkan tidak salah, pintu masuknya pasti ada di dalam gudang. Karena aku pernah masuk kedalam gudang dan menginjak lantai yang seperti digedor dari bawah," ucap Vira dengan tatapan yakin.
Apalagi Vira juga pernah melihat Sinta pagi-pagi buta masuk kedalam gudang dan didepan pintu harus ditunggui oleh dua orang penjaga. Jika didalam gudang itu tidak ada apa-apa pasti Sinta tidak akan masuk kedalam ruangan itu, apalagi harus dijaga dengan dua pengawal.
"Apa Anisa bicara tujuan mertuamu menyekap para wanita itu, Ra?" tanya Bagas.
"Itu dia Kak, saat Mbak Anisa mau menjawab salah satu penjaga datang dan membuat Mbak Anisa langsung bungkam, hingga saat ini aku belum bisa menemuinya lagi," jawab Vira sedikit kecewa.
"Lalu, lubang itu siapa yang buat, Ra?" tanyanya lagi.
"Entahlah Kak. Aku tidak sempat bertanya pada Mbak Anisa, karena sepertinya ia juga dalam tekanan sehingga tidak bisa banyak bicara."
"Kamu harus hati-hati di rumah itu, Ra. Jangan sampai membuat Panji dan ibunya marah. Sebisa mungkin kamu harus bersikap baik agar mereka tak menjadikanmu seperti para tahanan itu," ucap Bagas.
"Iya, Kak. Apalagi Mbak Anisa pernah bilang jika pembantu bernama Susi itu mati terbunuh karena ia tidak menurut dan berontak pada ibu."
"Jaga diri ya Ra, kalau bisa kamu harus terlepas dari dia. Lelaki itu sangat berbahaya apalagi keluarganya, kakak takut kamu bernasib sama dengan wanita-wanita malang itu."
--
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments