Dengan langkah gontai Vira kembali masuk kedalam rumah dan mengunci pintu belakang seperti semula. Lalu ia masuk kedalam kamar mandi belakang yang sering digunakan oleh Anisa untuk membersihkan diri.
Vira menaruh baju-baju kotor kedalam keranjang cucian dan melilitkan handuk yang ada untuk menutupi tubuhnya. Saat hendak keluar Vira berpapasan dengan Anisa.
"Loh, Non Vira habis ngapain?" tanya Anisa sedikit bingung.
"Habis mandi," jawab Vira dengan santai.
"Loh, kenapa mandi disini, Non?" Anisa bertanya lagi sembari melihat kearah keranjang cucian.
"Non Vira habis dari mana? Kenapa pakaiannya bisa kotor begini?" tanya Anisa terlihat panik sembari mengambil pakaian Vira yang kotor penuh tanah dari dalam keranjang.
Vira menatap Anisa nyalang, apakah ia juga ikut terlibat dalam masalah ini?
"Nona kenapa bajunya bisa kotor penuh tanah seperti ini? Memangnya Nona habis dari mana?"
"Aku habis dari halaman belakang. Memangnya kenapa?"
Wanita itu mengernyitkan dahinya sembari menatap Vira.
"Untuk apa Nona malam-malam seperti ini ke halaman belakang? Terus ini bajunya kok bisa sampai banyak tanah begini?"
"Aku habis membongkar kuburan anakku," jawab Vira ketus.
Biarlah ia tahu, lagi pula jika keluarga ini tahu Vira pun tidak takut sama sekali dengan mereka, sekalian saja usut sampai tuntas semua misteri ini.
Anisa membelalakkan matanya, menatap Vira dengan tatapan serius.
"Apa? Mengapa Non Vira begitu nekat? Untuk apa Nona membongkar kuburan orang yang sudah mati?" tanyanya berbisik.
"Itu bukan kuburan anakku, yang terkubur didalam sana hanyalah sebuah boneka. Apa kamu terlibat dalam hal ini, Mbak?"
Mata Anisa membulat dan mengarahkan pandangannya kearah lain.
"Tidak, Nona. Saya hanya seorang pembantu disini dan saya hanya bisa tunduk dengan perintah, Nyonya." Anisa tampak ketakutan.
"Itu artinya kamu tahu rahasia besar keluarga ini dan kamu hanya diam saja, Mbak? Lihat saja sebentar lagi keluarga ini akan hancur di tanganku. Dan jika kamu ada di pihak mereka, dapat aku pastikan kamu juga akan ikut hancur, Mbak!" ancam Vira berbisik di telinganya.
Anisa terdiam dan merenung sesaat. Vira merasa yakin Anisa mengetahui semua rahasia keluarga ini.
"Saya tidak berpihak pada keluarga ini, Nona. Saya hanya tak punya daya dan memiliki cukup keberanian untuk melawan, saya ini hanya korban," jawabnya dengan raut wajah sedih.
"Korban apa dari siapa, Mbak?"
"Maaf, Nona. Saya tidak bisa jelaskan. Silahkan Nona coba cari tahu sendiri. Setelah Nona tahu nanti saya akan membantu Nona untuk mengusut semuanya sampai tuntas. Tetapi Nona harus berhati-hati, karena Nyonya memiliki banyak mata-mata di desa ini dan desa ini sudah ada dalam genggamannya," ucap Anisa berbisik.
Ternyata Sinta sangat berpengaruh di desa ini. Jika dilihat dari luar Sinta hanya memiliki bisnis perkebunan teh saja, tetapi mengapa ia bisa menjadi orang terkaya di desa ini? Apakah mungkin Sinta memiliki bisnis lain yang membantu perekonomian mereka?
"Mbak, apa kamu tahu keberadaan anakku sekarang?"
Vira kembali tenang, karena ia merasa yakin bahwa anaknya itu masih hidup. Lantas bayi siapa yang Vira gendong saat itu, yang wajahnya sudah memucat dan tak lagi bernafas?
"Entahlah, Nona. Saya pun tidak tahu," jawab Anisa.
"Lalu bayi yang aku gendong sudah tak bernyawa kemarin itu bayi siapa, Mbak?"
"Yang Nona gendong waktu itu bukanlah seorang bayi melainkan hanya sebuah boneka. Nona sudah dihipnotis oleh Mak Sumi," ucap Anisa pelan.
Vira menatap Anisa dengan tatapan tak percaya.
"Apaaaa? Jadi yang aku tangisi kemarin hanyalah sebuah boneka yang terkubur di halaman belakang itu, Mbak?"
Anisa hanya menganggukkan kepalanya, kini tubuh Vira melemas.
"Bagaimana bisa dengan konyolnya aku menangisi sebuah boneka? Apa aku sudah gila, hah?"
"Ini pasti ulah Ibu kan, Mbak?" tanya Vira dengan tatapan tajam.
"Iya Non. Saya harap Nona bisa bermain dengan cantik dan jangan berontak. Karena kalau Nona berontak nasib Nona akan dalam bahaya atau bisa jadi akan bernasib sama seperti Susi," ucap Anisa.
Sekarang Vira mulai paham, jika ingin melawan mereka jangan menggunakan tenaga dan amarah. Tetapi ia harus bermain cantik dengan pikiran jernih. Vira harus menjadi air tenang yang menghanyutkan, walaupun di luarnya terlihat bodoh tetapi didalamnya sangat berbahaya.
"Iya Mbak. Saya paham sekarang," ucap Vira sambil tersenyum sinis.
"Bagus, Nona harus bermain cantik, berusahalah untuk tetap tenang dan jangan gegabah," bisiknya lagi.
Selama ini Anisa selalu bungkam dan hanya memberikan kode-kode saja padanya itu ternyata ia ingin Vira paham tanpa harus dijelaskan tentang keluarga ini dan cara melawannya.
"Sekarang kembalilah ke kamar, Nona. Jika ada kesempatan, saya akan memperlihatkan sesuatu pada Nona," ucap Anisa.
Meskipun penasaran Vira hanya bisa menganggukkan kepala, agar tidak menimbulkan kecurigaan aku harus terbiasa diam dan berpikir tanpa banyak bertanya.
Vira kembali kedalam kamar mengambil sebuah kimono didalam lemari dan memakainya. Diatas ranjang terlihat suaminya itu yang sedang tertidur pulas. Vira tak menyangka bahwa pilihan hatinya itu akan sejahat ini memisahkan dirinya dengan putri yang baru saja ia lahirkan.
Vira duduk di tepi ranjang menengadahkan tangan untuk berdoa, semoga dimana pun anaknya berada ia akan selalu dalam perlindungannya.
****
"Mas berangkat dulu ya, Ra."
Seperti biasa di pagi hari ini Sinta dan Panji akan berangkat ke perkebunan.
Vira mengangguk tanpa kata, jelas rasa kecewa padanya menyelimuti.
"Setelah semua kejahatan keluarga ini terbongkar nanti, lihat saja Mas akan aku luapkan semua amarah ini padamu!" batin Vira.
"Sudah ya sayang. Jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan."
Bagaimana Vira tak bersedih seperti Panji. Anaknya masih hidup tetapi ia dengan tega menjauhkannya dari ibunya.
Akhirnya Panji berangkat, disusul Sinta dibelakangnya yang sama sekali tak menyapa Vira. Sudahlah, Vira pun tak butuh kasih sayang palsu darinya.
Vira kembali masuk kedalam kamar setelah selesai sarapan, mengabaikan Anisa yang sedari tadi memandanginya.
Vira berniat untuk menelepon Bagas. Segera ia mengunci pintu dan jendela agar tak ada orang yang mendengar pembicaraannya dengan kakaknya itu.
"Halo, Kak."
"Iya, halo. Ada apa, Ra?"
"Kakak dimana? Apa rencana kemarin jadi?"
"Iya, jadi. Ini kakak menginap di penginapan terdekat, bagaimana keadaanmu, Ra?"
"Aku baik, Kak. Tapi semalam ada sesuatu yang kutemukan."
"Sesuatu apa, Ra? Oh iya, kamu kalau telepon harus secara diam-diam saja ya jangan sampai ada yang mendengar pembicaraan kita. Pastikan keadaan sekitar tidak ada orang," ujar Bagas.
"Iya, kakak tenang saja. Ibu dan Mas Panji sudah berangkat ke perkebunan, Bang Jodi juga tidak ada di rumah, sementara pintu dan jendela kamar sudah aku kunci. Jadi aku yakin keadaan sekitar sudah aman."
"Bagus, sekarang ceritakan."
Vira pun mulai menceritakan kejadian apa yang ia alami semalam. Termasuk ucapan Anisa yang mengatakan jika dirinya sudah di hipnotis oleh dukun beranak itu.
--
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments