Boneka Bayi

"Lalu apa ini ada sangkut pautnya dengan anak Vira?" tanya Fatma.

"Bisa jadi, Ma. Apa kamu yakin bahwa bayi itu sudah meninggal, Ra?" tanya Bagas sambil menatap Vira serius.

"Entahlah Kak, aku tak yakin karena saat lahir anakku menangis kencang lalu aku diberi ramuan oleh paraji itu yang membuatku mengantuk dan tertidur. Setelah bangun, ibu bilang anakku sudah tiada. Tapi saat aku mencium bayiku ada aroma yang aneh pada tubuhnya," ucap Vira.

"Apaaa...? Jadi kamu melahirkan hanya dibantu dengan dukun beranak?" tanya Fatma dengan nada terkejut.

"Iya, Ma. Ibu tak mengizinkan aku melahirkan di rumah sakit dan ibu juga melarangku kontrol kandungan ke bidan."

Fatma melotot menatap Vira dan Bagas secara bergantian.

"Apa? Aneh sekali mertuamu itu, pantas saja cucuku meninggal, ini pasti karena yang menangani bukan tenaga ahlinya," ucap Fatma terlihat geram.

"Bisa jadi ini akal-akalan mertuamu saja, Ra. Begini, beberapa hari ini kakak akan tinggal di desa ini untuk mengawasi gerak-gerik mertuamu sekaligus suamimu itu," bisik Bagas.

Vira tersenyum menatapnya, akhirnya akan ada orang yang membantunya memecahkan misteri didalam keluarga ini.

"Iya, Kak. Tapi hati-hati ya, pengawal Ibu itu banyak bahkan saat aku ke warung dengan Mbak Anisa saja kita selalu diawasi," bisik Vira pelan.

"Kakak faham, Ra. Pokoknya kamu jangan banyak pikiran, kuatkan tubuh serta mentalmu ya!" ucap Bagas.

Vira menganggukkan kepala. Mulai detik ini ia harus bangkit, yang sudah pergi biarlah pergi, ia harus Ikhlas.

***

Dua hari Fatma dan Bagas menginap di rumah itu, dan selama itu pula, Sinta bersikap dingin pada Vira. Ia juga jarang berbicara dan tak lagi bersikap lembut dengannya seperti saat pertama Vira datang ke rumah ibu mertuanya itu.

Dengan besannya pun ia terkesan menjauh. Saat ditanya oleh Fatma, Sinta hanya akan menjawab seperlunya saja.

Beda lagi dengan Panji , suami Vira itu banyak bercerita dan bersenda gurau dengan Fatma dan Bagas.

"Vira, Mama pamit pulang dulu ya, ini untukmu." Fatma menyerahkan sebuah amplop ke tangan Vira.

"Tidak usah, Ma. Pakai buat Mama saja," ucap Vira berusaha mengembalikan amplop itu ke tangan ibunya.

"Tidak Nak ini buatmu. Mama suka nggak tenang kalau nggak ngasih sesuatu. Ini ambilah Nak, gunakan untuk keadaan darurat."

Dengan terpaksa Vira pun menerima uang pemberian Fatma. Padahal ia sama sekali tidak kekurangan uang tapi ibunya itu masih saja merasa tidak tenang dan mengkhawatirkannya.

"Terimakasih ya, Ma. Aku terima uangnya akan aku gunakan kalau ada keadaan darurat."

Sebuah mobil membawa Fatma dan Bagas pergi, tetapi sore ini katanya kakaknya itu akan tetap tinggal dan menginap di sebuah penginapan sekitar sini.

"Ibumu sudah pulang, Ra?" tanya Sinta saat berpapasan dengan Vira.

"Sudah, Bu. Sepertinya Mama sangat kecewa karena tak diberi kesempatan untuk melihat cucunya untuk yang pertama dan terakhir kalinya," jawab Vira sambil membuang muka.

"Sudah tidak apa-apa, Ra. Kan nanti kalian bisa buat anak lagi, makanya kamu jangan pakai KB!"

Mata Vira terbelalak menatapnya, ibu mertuanya berpikir Vira ini mesin pencetak anak apa? Seenaknya saja ia nyuruh-nyuruh Vira untuk tidak KB.

"Ibu, nyuruh aku hamil lagi? Luka dijalan lahir ini saja belum kering loh, kok Ibu sudah suruh aku untuk hamil lagi? Ibu punya perasaan tidak sih?" tanya Vira ketus.

"Ibu cuma kasih saran saja, Ra. Kalau kamu mau ngasih cucu ibu ya lakuin, kalau kamu mau bahagiain ibu ya turutin. Dulu ibu juga gitu kok, makanya jarak lahir Jodi sama Panji itu cuma satu tahun. Jadi perempuan itu harus kuat, Ra!" Ternyata begini sikap asli ibu mertuanya itu.

"Oh begitu. Oke baiklah aku akan hamil lagi, tapi saat melahirkan nanti aku tak akan mau jika harus disini. Agar kejadian ini tak akan terulang kembali," ucap Vira tersenyum getir.

Terlihat wajah Sinta menegang, Vira memang berniat tak akan melahirkan di desa ini lagi jika suatu saat ia mengandung lagi.

"Silahkan saja. Tetapi ibu tak akan membiarkan Panji menjauhkan ibu dengan cucuku," ucap Sinta yang langsung pergi meninggalkan Vira.

Hingga tengah malam mata Vira sama sekali tak bisa tidur, banyak hal yang ia pikirkan termasuk janggalnya kematian anak yang baru saja ia lahirkan. Jujur saja rasa sakit ini kian bertambah, sakit setelah melahirkan, harus kehilangan seorang anak dan berubahnya sikap ibu mertuanya itu.

Malam ini tepat pukul dua belas malam Vira keluar dari kamar dan berjalan menuju kuburan bayi yang baru Vira lahirkan kemarin.

Rasanya Vira sangat tak percaya, ia yang begitu aktif menendang didalam perut sekarang ia harus terbaring tak bernyawa didalam sana.

Vira terduduk lemas diatas kuburan anaknya, meraba dan menggenggam tanah yang masih merah itu.

'Ayo, Vira. Galilah makam anakmu itu! Ayo.'

'Ayo, galilah!'

Entah ada bisikan dari mana tiba-tiba Vira menggali makam anaknya dengan beringas menggunakan kedua tangannya. Dengan sekuat tenaga ia terus menggali tanpa mengenal lelah.

Kewarasan seolah hilang entah kemana, pikirannya pun kosong saat ini. Hingga akhirnya kain kafan yang membungkus bayi Vira itu terlihat dengan jelas.

Sembari menangis Vira mengambil jenazah bayinya yang sudah tak bernyawa itu dengan tangan bergetar. Lalu ia kembali naik keatas sembari menggendongnya.

Saat Vira menyibak kain kafan itu, betapa terkejutnya ternyata yang Vira lihat bukanlah seorang bayi manusia melainkan sebuah boneka yang berukuran persis seperti seorang bayi.

Jika bayi Vira tidak dikuburkan di tempat ini? Lalu dimana anaknya sekarang?

Vira menyibak kain kafan itu dengan sempurna, tidak salah lagi yang ia gendong ini bukanlah jenazah bayinya melainkan sebuah boneka bayi.

Vira ingin sekali berteriak didepan semua orang dan memaki mereka yang telah mengelabuhinya saat itu.

Vira menghapus air mata yang membasahi pipinya dengan garang. Ia pun melempar boneka itu ke sembarang arah. Ini pasti ulah Sinta, tetapi apakah Panji ikut ambil andil dalam masalah ini? Atau ia hanya menjadi korban sehingga ia tak berani melawan dan berbuat apa-apa?

Jika yang terkubur ditempat ini bukan anak Vira, lantas bayi yang ia lahirkan saat itu sekarang ada dimana?

"Ya Allah, aku tidak tahan dengan semua misteri ini!"

Emosi Vira semakin memuncak membuat darahnya kian memanas. Dengan nafas yang tak beraturan Vira mencoba mengurai kembali kewarasan yang semula berantakan. Dia harus berusaha menata pikiran dan hati agar ia bisa berpikir dengan jernih.

Vira merasa kejadian ini ada sangkut pautnya dengan rahasia besar suami dan keluarganya itu.

"Apapun yang terjadi aku harus bisa menguak semua rahasia keluarga ini. Lihatlah Mas, aku tidak sebodoh yang kalian kira!" gumam Vira penuh amarah.

Setelah hati dan jiwa Vira kembali tenang, pikirannya pun kembali jernih, Vira bergegas mengambil boneka itu dan kembali melemparkannya kedalam kuburan beserta kain kafannya. Dengan segera ia mengubur kembali boneka itu dan membentuknya seperti sebuah kuburan seperti semula.

--

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!