"Apalagi jika anakku tak kunjung ditemukan dan ia terlibat dalam masalah ini. Aku pastikan kamu akan hancur di tanganku sendiri. Lihat saja Mas, kedok mu akan terbongkar sebentar lagi!" batin Vira lagi.
"Mas, setelah kehilangan anak, kamu kok terlihat biasa saja seperti tak ada kesedihan yang terlukis didalam raut wajahmu?" tanya Vira sambil menatap suaminya.
"Kata siapa Mas tidak bersedih? Mas ini ayahnya, jelas hatiku hancur, Ra. Tetapi mas berusaha untuk menutupi semua kesedihan itu, karena mas juga tak ingin terlalu berlarut-larut dalam kesedihan. Jadi mulai sekarang kita harus kuat ya," ucap Panji sambil menggenggam tangan Vira.
Vira hanya tersenyum miring, "Kamu kira aku bodoh Mas? Yang bisa kamu tipu dengan omong kosongmu itu!" batinnya.
"Hem...kapan kita akan kembali ke kota, Mas?" tanya Vira sambil tersenyum palsu.
Panji langsung menatap wajah Vira.
"Mas sudah mengurus surat pindah kita ke desa ini, Ra. Jadi kita tidak akan kembali ke kota lagi, rumah yang ada disana biar disewakan saja sama orang lain ya."
Senyum palsu Vira mendadak pudar. Apakah ini pertanda bahwa Panji akan menahan Vira di rumah itu? Dan lambat laun nasibnya akan sama seperti para wanita yang ditahan itu?
Vira merasa tak tenang, ia yakin jika Panji tidak akan mengizinkannya keluar dari desa ini lagi. Apa yang harus Vira lakukan sekarang?
"Tapi Mas, aku sudah nyaman tinggal di kota. Lagian disini aku tidak punya teman, hanya untuk ke rumah sakit atau pusat perbelanjaan saja jauh dari sini. Aku tak mungkin betah menetap disini, Mas." ucap Vira memelas.
"Mas sudah berhenti bekerja ditempat yang lama, di kota itu susah cari kerja, sayang. Kalau kita disini kan mas tidak perlu susah-susah cari kerja lagi karena mas bisa membantu ibu dan Mas Jodi di perkebunan. Ayolah sayang, nurut ya sama mas."
Vira terdiam sambil merengut. Vira tidak menyangka kehidupannya akan serumit ini, memiliki suami dan mertua yang penuh misteri.
Dahulu Vira mengira jika Panji adalah laki-laki pekerja keras, baik dan penyayang. Apalagi setelah bertemu dengan Sinta yang begitu ramah, membuatnya sangat yakin bahwa keluarga suaminya itu orang baik-baik. Tetapi tak disangka dibalik kebaikannya itu tersembunyi sebuah kejahatan besar.
"Iya benar itu, Ra. Kamu tinggal disini saja, lagi pula rumah ibu kan besar dan disini pun kamu tidak perlu repot mengerjakan pekerjaan rumah tangga, kamu tinggal duduk manis dan patuh pada suamimu saja," sahut Sinta yang tiba-tiba datang.
Apa dari tadi ia menguping pembicaraan Vira dengan Panji?
Ya, pasti Sinta menginginkan Vira patuh pada ucapannya agar dirinya bisa dijadikan budak seperti mereka. Tetapi hal itu tentu tidak akan pernah terjadi pada Vira.
"Ibu juga akan sangat bahagia jika di rumah ini memiliki teman," ucapnya lagi sembari duduk di samping Vira.
Tidak ada cara lain, saat ini Vira harus tetap patuh dan tetap tinggal di rumah ini. Ia juga harus menyusun rencana untuk menyerang mereka dari dalam, karena jika harus melapor pada pihak berwajib Vira merasa belum saatnya, terlebih ia belum cukup memiliki bukti dan saksi untuk saat ini.
Sinta memiliki banyak uang, bisa jadi ia membayar banyak relasi diluar sana untuk terbebas dari hukuman. Karena jaman sekarang penegak hukum nampaknya masih pandang bulu, asalkan dia punya uang maka dia akan terhindar dari hukuman dengan mudah.
"Hem..baiklah. kita akan tetap tinggal disini, tetapi jangan pernah larang aku jika aku ingin mengunjungi mamaku di kota, ya."
Mereka saling memandang dan tersenyum sumringah.
"Tentu saja, kami tidak akan melarangmu menemui keluarga mu, Ra. Kunjungi saja mamamu, kapan pun jika kamu mau," ucap Sinta tersenyum penuh misteri.
"Silahkan saja jika kalian ingin merencanakan kejahatan untukku, aku tidak takut sama sekali. Karena selama aku masih berada disini, akan aku pastikan rencana kalian gagal total!" batin Vira dalam hati.
Hingga hari mulai gelap Vira tak memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Anisa. Saat Vira berusaha mendekatinya, Anisa selalu menghindar.
Vira harus bersabar dan menunggu waktu yang pas untuk berbicara dengannya, meski berbagai pertanyaan sudah menumpuk dalam pikirannya.
Pukul dua belas malam mata ini masih terjaga, Vira mengirimkan sebuah pesan pada Bagas dan tak berselang lama ia pun mengetik sebuah balasan.
(Iya Ra, ada apa? Oh iya, tadi siang kamu menemukan apa memangnya?)
(Maaf Kak. Aku tidak bisa menceritakan semuanya dengan pesan, jadi besok saja aku hubungi lagi. Oh iya bagaimana dengan hasil penelusuran tadi? Apa membuahkan hasil?)
Saat ini dada Vira terasa berdebar, rasanya ia belum siap menerima kenyataan pahit yang ia alami saat ini.
(Tadi kakak membuntuti mereka ke tempat yang lumayan jauh dari desa ini dan kakak juga melihat mereka mengambil bayi dari seseorang, lalu mertuamu itu menyerahkannya pada pengawalnya)
Bagas tampak mengetik sebuah pesan kembali. Pikiran buruk pun mulai berkecamuk, menyerang dan menggerogoti hati Vira.
(Sepertinya mertua dan suamimu kembali pulang, sementara pengawal itu masuk ke gudang perkebunan dengan membawa bayi itu)
Apakah mungkin bayi yang dibawa kedalam gudang perkebunan itu adalah anak Vira? Tetapi untuk apa mereka membawa bayi itu kedalam sana? Apa yang ingin mereka lakukan pada bayi itu?
Jantung Vira berdebar makin hebat, ketika membaca pesan dari kakaknya.
(Setelah satu jam, barulah mereka keluar dari dalam gudang, tetapi mereka keluar tidak dengan membawa bayi itu)
Vira kembali tercengang dengan tatapan kosong menatap layar ponsel, sebenarnya apa yang mereka lakukan pada bayi itu? Lalu apakah bayi itu anak kandungnya?
Sedih rasanya, disaat kita sudah mengandungnya selama sembilan bulan dan bertaruh nyawa untuk melahirkannya ke dunia. Akan tetapi kita tidak diberi kesempatan untuk melihat bayinya?
Mereka begitu jahat, lihat saja suatu saat nanti Vira akan membalas mereka dengan setimpal meskipun mereka memiliki banyak pengawal tetapi Vira sama sekali tidak takut dengan mereka.
(Lalu kemana bayi itu, kak?) balas Vira.
(Entahlah Ra, Karena kakak tidak bisa masuk kedalam gudang itu. Karena pintunya digembok dan diatas tembok pembatasnya dikelilingi dengan kawat berduri)
Dulu Vira sudah pernah sekali diajak berkunjung ketempat itu dengan Panji. Lokasinya lumayan jauh dari rumah ini, akan tetapi saat itu tidak ada hal mencurigakan yang ia temukan disana.
(Bagaimana jika malam ini kita kesana, Kak? untuk memastikannya?)
Pesan Vira langsung berubah centang biru, lalu Bagas mengetik sebuah balasan.
(Tidak usah, Ra. Biar kakak saja yang kesana, tempat itu terlalu berbahaya untukmu)
(Tapi aku ingin ikut, Kak. Aku ingin tahu apa yang terjadi di dalam sana? Lagi pula aku akan pergi setelah semua orang benar-benar tertidur?) balas Vira bersikeras.
(Jangan Ra, biar kakak saja yang pergi. Kamu berdoa saja disana semoga kasus ini segera terungkap. Besok pagi jangan lupa telepon kakak ya lalu ceritakan apa yang kamu temukan kemarin)
Vira sedikit kecewa tetapi bagaimana lagi, ia harus menurut dengan ucapan kakaknya. Karena belum tentu juga ia berhasil melewati para penjaga di rumah ini.
Sebelum tidur tak lupa Vira menghapus riwayat pesannya dengan Bagas barusan dan menyimpan ponselnya kedalam laci. Setelah itu Vira merebahkan dirinya menghadap ke arah Panji yang sudah terlelap. Vira menatapnya dengan tatapan tajam, ia merasa sangat kecewa dengan laki-laki yang ada dihadapannya itu.
--
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments