16

Pegangan tangan meremas pinggir nampan-West menunggu bibi-bibi penjaga stand makanan untuk menuangkan menu makan malamnya.

Sesekali bocah itu bergerak kecil kepalanya ke anak berotot, dan berbalik menerima makanan-nya.

Sekarang, West berpindah posisi untuk mencari kursi kosong dari seluruh bangku-bangku yang ada. Dipilihnya bagian tengah.

Diambilnya satu dari dua potong roti keras, lalu dicelupkan pada sup kental. Dilakukan beberapa kali hingga habis. Sesekali menyeruput teh panas.

Pada setengah permukaan teh yang tenang, West memikirkan tentang pak Aaron, pernah memberikan secangkir teh panas sebelum kami berpisah.

West menggeleng sebentar, "pak Aaron pernah berbicara tentang pesan itu. Ada apa memangnya?" Bertanya pada diri sendiri, West melamun kosong.

Situasi semakin hanyut sepi. Kami berdua tetap duduk membuang pandangan sama lain. Membungkuk, mengurusi hidup masing-masing.

Pada nampan kosong, tersisa sisa makanan, West membangunkan diri untuk melangkah kaki, melompat dari bangku tadi, meninggalkan anak berotot di tempat.

"Tunggu sebentar," Suara anak berotot memberhentikan jalan West Bromwich.

West menoleh ketika namanya disebutkan dari mulutnya dan ketika anak berotot berdiri berjalan menemui tubuhnya.

"Apa maumu?" West menyipit mata, "ku tebak... Kau akan berkelahi lagi disini, huh? Di tempat yang sama, huh?"

"Itu... Aku tidak melakukan itu lagi. Hanya... Meminta maaf soal itu."

West menaikkan satu alis, "tiba-tiba, huh?"

Anak berotot menggaruk dahinya.

Karena jawaban anak berotot yang menggantung, diputuskan oleh West untuk mendorong dan menekan tubuh anak berotot, sampai mengenai tembok kantin.

Nampan pada dua tangan, jatuh berserakan. Bibi-bibi kantin menjadi panik dan berlari mencari sesuatu.

Kekuatan milik West Bromwich, lebih besar dibandingkan otot-otot yang terlihat jelas milik anak berotot.

"Ku tebak, kau berpura-pura meminta maaf, huh? Aku sudah tau tentang sifatmu! Kau itu keras kepala!"

Sorot kamera mengarah pada perkelahian dua remaja.

Sekali lagi, West menekan paksa tubuh anak berotot. Memegang kencang pada kerah baju hitam si anak berotot, sambil menunjukkan wajah kesalnya.

Si anak berotot memandang lurus ke depan, tanpa melihat wajah West yang begitu marah. Tidak memberi perlawanan atau perkelahian lagi.

"West!" Eme datang, berlari menuju tubuh West Bromwich. "Lepaskan dia," suruh Eme Sheren, menarik cengkraman tangan-tangan West.

West tetaplah keras kepala. Anak itu tidak mau melirik secuil saja kepada wajah Eme.

"Dia sudah meminta maaf kepadamu, West. Tolong sekali saja maafkan dia dan lepaskan. Aku mohon kepadamu, West."

West menyempitkan kelopak matanya. Atas permohonan dari teman perempuan-nya, West mengendurkan cengkraman tadi. Tangan-tangan dilepaskan.

"Terimakasih," Anak berotot melihat padanya, "aku meminta maaf, soal perkelahian hari itu, disini."

Eme Sheren mengangguk sederhana, "pergilah," Eme bergerak mengenyampingkan kepala.

Anak berotot mengerti, meninggalkan West dan Eme. Setelah selesai jam makan malam.

"Lepaskan," West masih tertahan atas tangan Eme, yang memegangnya.

"Oh, maaf, West." Eme cepat bertindak.

West kembali menyipit mata sembari menatap padanya, "bagaimana kau bisa lolos dari latihan-mu sekarang, Eme? Seharusnya ini masih belum usai."

Menatap wajah Eme, rasanya sudah beberapa kali dilakukan bagi West.

"Aku... Micha menyuruhku untuk naik ke permukaan karena... Sakit perut. Kamu tau kan, kamar mandi tidak ada di bawah tanah."

West meneliti gestur wajah Eme Sheren. Ada keraguan pada wajah Eme ketika perempuan itu berusaha menjawabnya. Kaku, gugup dan canggung.

"Tiba-tiba?"

"Iya... Ada apa?"

"Tidak. Aku... Entahlah, rasanya aneh jika harus mengobrol dengan perempuan disini. Berdua bersama, ketika bibi-bibi kantin kabur begitu saja."

Eme masih berdiri menemani, dikala West berlatih membuka-menutup telapak tangan, sebagai latihan kecilnya.

"Kau tidak benci dengan anak itu? Kau pernah dilukai disini."

"Aku sudah melupakan kejadian itu. Merelakan atas semua hal yang pernah terjadi, selama tinggal di kota ini. Kamu tau, West? Semuanya tersisa di masa lalu. Sesekali cobalah untuk tidak bersikap gegabah. Sesekali lebih berbaur dengan anak-anak lainnya. Tidak melanggar aturan, berkelahi, dan lainnya. Itu akan membuatmu tenang, West."

Eme mengatakan berkaca-kaca, pada bola matanya.

West menunduk kepalanya, tidak bercakap apa-apa lagi. Napasnya dihembuskan pelan.

"Berjanjilah untuk terakhir kalinya, bahwa kamu tidak akan ada perkelahian lagi dengan anak-anak remaja disini. Kamu bisa, kan?"

"Aku... Tidak bisa berjanji, Eme."

Telapak tangan memerah ketika dilepaskan, ditunjukkan langsung ke penglihatan West Bromwich. Anak itu membalik tubuhnya untuk meninggalkan Eme.

Dia telah usai berbicara berdua dengan Eme Sheren.

...***...

Meratap kamar, West pandang kan ke- arah atas. Matanya di kedipkan pelan, sembari melamun sendiri. Kaki mematung kaku. Tidak bergerak.

West melepaskan semua kegelisahan, rasa emosi, kesal, dan bimbang pada malam itu. Sekarang, bocah itu sendirian dalam kamar sepetak seperti dibelenggu tubuhnya.

Gelang yang dipakai, diletakkan atas kasur, untuk sekarang.

"Selamat malam, West." Hologram Alice menyala, mengarah ke wajah West.

"Malam," Nada West turun rendah selama mengucapkan selamat malam ke layar hologram.

"Ada masalah apa kali ini, West? Saya bisa membantumu untuk mengatasinya."

West yang melamun melihat depan, berbicara lantang. "Aku tidak bisa mengontrol emosi ini. Rasanya sampai detik ini, semua orang menjauhi, dan aku tidak bisa melepaskan atas semua hal yang telah terjadi."

Alice berganti bertanya, "ada lagi yang ingin kamu ceritakan, West?"

"Tidak, Alice."

"Baiklah, saya akan menjawab. Bahwa itu semua adalah hal yang wajar, West. Kamu hanya memerlukan sedikit waktu untuk bisa berdamai dengan dirimu. Biarkan masa lalu menjadi pembelajaran untuk dirimu, West. Fokus kepada masa sekarang, dan saya yakin kamu bisa."

West menyimak penjelasan Alice, sang hologram buatan.

"Kamu bisa mencari tempat tenang untuk menenangkan pikiran serta mengontrol emosi dalam dirimu, West. Saya sangat yakin, kamu akan jauh lebih fokus dalam berlatih dan berkomunikasi dengan orang-orang disini."

West menggerakkan kepala, ke samping. Tepat kearah gelang, ketika Alice telah selesai berbicara tentang masalah yang dihadapi oleh West.

"Apa aku bisa, Alice?" West bertanya seakan meragukan dirinya sendiri.

"Tidak ada manusia yang tidak memiliki masalah-masalah dalam kehidupannya. Itu semua hanya membutuhkan waktu untuk meratapi akan dirinya dan bangkit dari keterpurukan."

"Baiklah, aku mengerti."

"Apa ada lagi yang ingin kamu sampaikan, West?"

West menggeleng usai ditanyakan melalui perempuan hologram, "tidak ada, Alice."

"Baiklah, beristirahat untuk hari ini, West. Bertemanlah yang baik dengan lainnya. Selamat malam, West."

West menekan tombol tengah, "selamat malam juga. Alice."

Sepetak kamar menjadi lebih dingin dari biasanya. West menarik selimut ketika lampu kamar dimatikan otomatis. Begitu pula, pada gelang miliknya yang mati.

Senyap suaranya ketika bocah remaja diam terbaring lesu pada kasurnya. Masih saja mengedip mata pelan, sembari memikirkan esok hari.

"Do'akan saja aku, Alice."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!