11

West terbangun dari tidurnya, begitu membuka matanya. Anak laki-laki telah menduduki kasur yang dipakai.

Tatapan kosong membelenggu pada bola matanya, mengingat pasca trauma yang dialami kemarin malam.

Dia tidak menjawab sapaan dari hologram wanita, "Alice," wanita robot kecerdasan buatan kota Valcon.

Baju hitam tanpa berlengan itu, masih dipakainya, dan belum diganti dengan yang baru.

Sejak dia mengetahui kebusukan baru dari sang perawat bangsal bawah tanah, lirikan matanya hanyalah asing.

Mata West akhirnya tertuju pada bagian atas, tepat dekat sudut plafon kamar barunya. Cctv merah menyala untuknya.

"Ternyata benar, alat itu mengawasi sejak kemarin." West membicarakan dirinya sendiri tentang alat itu.

West meremas selimut acak, memberikan rasa kesal dan emosi yang sudah dia terima, sejak awal kedatangan sampai hari ini.

Susah payah dia bertahan, pada akhirnya West menjalani rutinitas harian entah sampai kapan yang tidak jelas arahnya.

Kedua kakinya sudah berdiri diatas lantai dingin, menuju kamar mandi dan membereskan tubuhnya, penuh kekacauan.

Karena begitu lama dia melakukan di dalam, lima menit begitu cepat, West telah menutup bagian bawah tubuhnya menggunakan handuk abu-abu.

Tubuh telanjang, terpaksa dilakukan untuk tersorot kamera. Mau tidak mau dilakukan menuju lemari pribadi.

Baju hitam lengan pendek menjadi prioritas utama-anak itu memilih tanpa lama.

"Mau tidak mau harus mengikuti aturan disini." West mengepak baju kusut tadi, sebelum dipakai.

Dia membuka bagian atas, untuk mencari bagian depan dan belakang pada baju hitam. Namun, dia juga menyadari satu hal secara mengejutkan.

"Apa ini?" jari telunjuk meraih sebuah kotak berukuran sangat kecil dan hitam. Dekat bagian kerah baju hitam.

Sekali lagi, sebelum dia menyentuh, West telah berpindah posisi memasuki kamar mandi-matanya melihat sebentar keatas. Berjalan menutup pintu, agar tidak ada siapapun yang tau tentang fakta ini.

Penyamaran sempurna yang tidak ada orang tau, tentang benda yang ditancap.

"Apa ini alasannya?" West meraba permukaan hitam nan mulus.

Dipukulnya sekali, alat tadi telah rusak. Terlihat adanya aliran listrik beserta komponen-komponen mini.

Fakta baru temuan West Bromwich dari omongan sang perawat adalah benar seratus persen.

Alisnya dipadukan menukik tajam, bersamaan pikiran terus melayang-layang tanpa henti.

"Apa yang mereka rencana kepada kami?"

Tidak mau dicurigai terlalu lama di kamar mandi, West segera memakainya. Anak itu keluar, membawa chip rusak dan membuang ke wastafel.

Berpura-pura mencuci wajahnya, West mengangkat pandangan kepada cctv menyala merah. Pelan-pelan melihat situasi di sana, dengan menutup wajah dengan handuknya, secara sengaja.

West berjalan kecil meraih satu pena, lalu menyembunyikan dalam saku celana panjang hitam.

Dibaliknya, dia bergegas menuju luar pintu. Berjalan cepat seperti biasanya.

Pintu terbuka pada umumnya, West mengamati apa saja pemandangan pada lantai satu, sekarang.

"Bersikap biasa saja, West. Jangan tampilkan keributan lagi." West menggetarkan bibirnya semula.

Anak itu memilih memakai tangga menuju lantai lima, untuk bersiap sarapan. Walau nanti akan ada perkelahian, dia tidak akan disengat listrik kejut.

Anak-anak seumuran dengannya, memandang remeh kepada West Bromwich yang tidak melakukan kesalahan pada mereka.

Bersikap tenang adalah kuncinya. Begitulah yang selama ini West terapkan dalam kehidupan, setelah berpisah dari kedua orang tuanya.

Perpisahan menyedihkan membawa emosi dalam tubuh West, selama menjalani kegiatan di tower kota Valcon.

Dan sekarang, dia juga memikirkan sahabatnya, tak kunjung terlihat.

Anak tangga dilalui mudah, selama tidak peduli kepada siapa pun. Jalan memutar, berkelok-kelok menuju paling atas. Sekali lagi, West hanyalah anak remaja yang paling menonjol daripada lainnya.

"Selamat pagi, West." Alice muncul dari gelang. "Bagaimana perasaan mu untuk sekarang?"

West tidak memandang bawah.

"Aku tau apa yang kamu inginkan paling mendalam, West. Kamu pasti bertanya-tanya tentang keadaan Erton, kan?"

"Kau tau dimana dia?"

"Saya tau, West. Sekarang sahabatmu berada di area kantin. Bertemulah dengannya."

West menahan kakinya, hendak naik ke atas anak tangga selanjutnya. "Tunggu, bagaimana kau tau tentang itu?"

"Kembali lagi West, saya adalah wanita pemrograman yang memiliki pengetahuan seutuhnya tentang kota ini, dan kehidupanmu."

"Benar. Aku lupa dengan hal itu. Terimakasih." West menekan tombol kotak, menghilangkan hologram Alice ke semula.

West berjalan kembali. Sekarang, dia akan menuruti semua peraturan, namun dia juga akan mengawasi rencana busuk dibalik tower ini.

West memajukan dirinya sampai ujung anak tangga terakhir pada lantai lima. Antusiasme ruangan kantin, awet akan keramaian di mana-mana.

Anak itu beralih menuju area pengambilan makanan, dengan mengikuti barisan yang ada.

"Pagi, West." Eme berbisik mendadak.

Kepala West menjauh sedikit. "Eme? kau ada disini?"

"Benar. Setiap pagi seperti ini. Ada masalah?"

"Ti-tidak." West menggeleng, berlanjut mengangguk setelah menerima menu-menu sarapan dari koki-koki yang berbaris. Nampan ikut bergeser seiring bergesernya manusia.

"Selanjutnya." Bibi penyaji makanan, berseru keras.

Satu sendok sup sayur dan elemen makanan lainnya, tersaji panas semuanya.

Beberapa kursi kosong setelah West menerima sarapan.

West berjalan cepat, tidak mau berlama-lama berdiri. Dipilihnya agak pojok mengenai dinding ruangan, dan tentu berjauhan dari kerumunan anak-anak.

West menunduk ketika dia memulai memakan. Satu anak laki-laki penyendiri yang tidak suka bergaul. Ditusuk beberapa lauk yang menurutnya enak, dan melahap.

"Pagi West, apakah kamu suka menu hari ini?" Alice muncul, selama tangan anak itu bergerak menyendok.

"Begitulah." West cemberut menjawab.

"Baiklah, selamat menikmati sarapan hari ini, West." Alice dimatikan oleh tangan anak tadi, lebih awal.

West melanjutkan menyendok semuanya, tanpa bersisa. Terakhir, menyeruput segelas teh panas pemberian secara gratis.

"Hei," Eme duduk begitu West masih menyeruput minuman di hari tenang- nya.

West melanjutkan kesibukan.

"Sepertinya sahabatmu sedang duduk sendirian di sana. Kamu tidak mau ikut?" Eme menggerakkan kepala ke arah bersebrangan. Satu barisan tengah isi meja-meja panjang.

"Tidak. Terimakasih."

"Kamu masih ingat tentang kejadian kemarin? kepalaku terasa pusing sampai sekarang, mencoba keras mengingatnya."

West tidak menjawab. Dia sibuk menulis kata-kata aneh pada selembar tisu.

"Tentang sahabatmu, aku tau rasanya bahwa kamu mungkin masih membenci tentang kemarin, tapi dia sepertinya juga butuh dirimu, West." Eme mengupas kulit buah jeruk.

West meletakkan cangkir gelas. Dia menyudahi urusan sarapan. Meraih selembar tisu kosong, langsung menulis.

"Temui aku di tempat yang sama, setelah jam sarapan selesai."

Jarinya menggeser diam-diam dengan menutup telapak tangan. Digeser menuju tangan kiri Eme.

Eme menoleh bingung, "ada apa?"

West tidak menjawab. Anak itu berdiri menuju pembuangan peralatan bekas peralatan makanan, dan menuju pintu luar.

Eme membuka celah sedikit pada sela-sela jari-nya. Remasan tangan, meninggalkan bekas lipatan pada seluruh tisu.

Gadis kunciran rambut hitam, mengusap mulut. Dimasukkan segera pada kantong seragam hitam, berdiri melewati Erton, singgah melamun.

...***...

"Ada orang yang mengikuti mu?" West mencemaskan Eme ketika sampai di hadapannya.

"Tidak ada. Anak-anak lainnya sibuk membereskan persiapan sebelum latihan."

"Berapa lama lagi, kita akan latihan?"

Eme mengangkat lengan, menekuk lengan baju panjang. "Sekitar tiga puluh menit lagi, sebelum dimulai."

"Baiklah, ada waktu sedikit."

Eme melihat heran. "Mengapa kau menyuruhku datang ke tempat ini lagi?"

"Balikkan badanmu sebentar, Eme."

"Hei, itu sangat tidak sopan, West."

"Aku mengerti, tapi ada yang harus di cek. Ini sangat penting sebelum ada korban-korban berjatuhan seperti Erton."

"Kamu bilang tentang serangan kejut listrik?"

"Benar. Aku harus mengeceknya."

Eme tidak bisa berdebat lagi dengan teman barunya. Gadis itu memasrahkan diri, sekedar membalikkan tubuhnya atas suruhan West Bromwich.

"Sebentar saja. Aku akan menyampirkan rambut panjangmu."

Eme merasakan keanehan saat jari-jari West bergerak menyentuh kerah baju hitam.

Dirabanya pada tangan West, ditemukan juga kotak mungil tertempel pada kerah baju. Rasanya mirip, seperti miliknya.

"Aku menemukannya." West terlihat senang, mendapatkan sesuatu di jari tadi.

"Menemukan apa? Apa itu?" Eme melihat secuil kotak kecil mini, serba hitam.

"Kau tau apa ini?"

Eme menggeleng tidak paham.

"Inilah yang digunakan pusat untuk menyetrum tubuh kita. Seperti Erton."

"Apa?!"

West segera menutup mulut perempuan dengan mata yang tidak berkedip itu. "Diam, Eme."

Eme tidak berkutik. Tegang sudah kepalanya, setelah anak itu menutup mulut pertama kali.

West mengecilkan nada suaranya. Diremasnya sekuat tenaga, hingga alat tadi telah hancur berkeping-keping. Terlihat adanya chip-chip di dalam.

"Aku benar. Alat inilah yang membuat pemakai baju-baju hitam, mengalami kejut listrik mendadak."

"Kamu yakin?"

"Pegang ucapanku, Eme."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!