18. KEMBALI

Alana hanya mengaduk-aduk mi ayam di hadapannya sementara Acha melihat jam tangannya Sepertinya dia sedang terburu-buru.

" Alana gue duluan boleh ? Ada urusan Penting."

" Mau ke mana?" tanya Alana

" Gue ada janji sama orang Alana Lagian, dari tadi lo diem aja, sih. Gue duluan, ya," jawab Acha. Alana mengangguk dan membiarkan Acha Pergi.

" Hei," sapa seseorang. Alana mendongak.

" Boleh duduk?" tanya Devan

Alana hanya mengangguk. " Kenapa lo sekolah?"

" Biar Pinter," jawab Devan meledek.

Alana mendengus. " Gue serius. Lo masih sakit gitu juga." Dia menatap wajah Devan yang masih lebam.

" Ya, sudah, kalian jangan ikut Pelajaran sampai jam selesai. Kalian bersihkan seluruh koridor sekolah. Terutama kamar mandi. Cepat. Atau Bapak tambah hukuman kalian.”

" Iya, Pak " Alana bergegas Pergi dari koridor kantin dan menuju kamar mandi. Devan Pun mengikutinya.

" Gara-gara lo, tahu nggak," sentak Alana seraya memanyunkan bibirnya. Devan malah tertawa.

" Kok, ketawa?" Alana sangat kesal

" Seneng " jawab Devan Alana mengerutkan dahinya.

" Kok, seneng, sih ? Gila lo, ya.” “

" Seneng, kan, dihukumnya bareng sama lo." Devan tersenyum dan mengangkat satu alisnya.

Akhirnya Alana dan Devan membersihkan hampir seluruh area sekolah termasuk koridor taman.

" Neng Alana ? Ngapain ke sini bawa-bawa Pel-Pelan?"

Mang Urip heran.

" Lagi dihukum, Mang."

Alana tertawa. " Ah, udah, Mamang aja yang ngepel Nanti tangan kamu kasar, masa cantik-cantik gini disuruh ngepel." Mang Urip mengambil Peralatan Pembersih itu dari Alana.

" Enggak usah, Mang. Alana lagi dihukum, nanti malah diomelin Pak Dibyo. Gara-gara dia, nih.” Alana melirik ke arah Devan. Devan hanya tersenyum ke arah Mang Urip.

" Udah atuh Pak Dibyo mah gampang, nanti Mamang yang ngomong Udah Neng Cantik mah istirahat aja.”

" Ya, udah, makasih, Mang. " Alana tersenyum.

" Makasih, Mang." Devan mengikuti. Lalu mereka Pergi meninggalkan koridor taman. Sekarang sudah Pukul 04.00 sore dan jam Pulang sekolah Pukul 04.30 sore Mereka tetap tidak boleh masuk kelas.

" Cabut aja, yuk," ajak Devan. Mata Alana membulat.

" Lo gila, ya ? Mau dihukum lagi?"

" Yaelah, Pak Dibyo mah galak-galak gitu dikasih soto ayam juga diem,” jawab Devan santai.

" Ayo, cabut, daripada lo ketemu Pak Dibyo terus ketahuan enggak ngerjain hukuman." Devan menarik tangan Alana untuk keluar dari koridor sekolah.

Alana hanya menuruti lelaki itu.

Devan dan Alana memang terkadang aneh sebenarnya mereka dapat digolongkan sebagai anak Pintar Namun kelakuan mereka terkadang suka

" Masih sakit?" tanyanya seraya memegang Pipi Devan

Devan menatap lekat wajah Alana Entah mengapa dia menjadi gugup.

Alana malah menepuk Pipi Devan sehingga lelaki itu meringis.

" Ya, sakit, lah, dodol!” sahut Devan

" Ya, lo stres, ditanyain malah bengong." Alana melepaskan tangannya dari Pipi Devan

" Kenapa, sih ? Kok, tumben sendirian? Acha mana?" tanya Devan. Alana mengernyit.

" Kok, lo kenal Acha?"

" Ya, tahulah, gue harus tahu siapa aja yang bareng sama lo setiap hari."

Devan menatap Alana dengan intens Alana malah tertawa. " Lebay. Emangnya lo bapak gue?"

" Bapak dari anak-anak lo aja, deh," goda Devan

Alana menimpuk wajah Devan dengan buku yang tadi dia bawa.

" Gue serius, deh, kenapa lo malah sekolah kalo lo masih sakit?"

" Ya, obatnya ada di sekolah." Devan menaikkan satu alisnya seraya tersenyum. Jantung Alana menjadi berdegup kencang. Dia kemudian hanya mengangguk Pasrah.

" Gue enggak mau ada orang yang nekat ngapa-ngapain lo, Alana." Devan menegaskan.

" Btw, tadi gue udah ngomong sama Darren,"

Ekspresi wajah Devan berubah dia menatap Alana serius.

" Ngomong apa?" tanyanya. Alana hanya terdiam.

" Dia bilang apa, sih?" tanya Devan lagi. Alana menarik napas Panjang.

" Ya, gitu, deh " Dia meletakkan kepalanya di atas tangannya yang terlipat.

" Gitu gimana ? Enggak jelas lo!" Devan menarik tangan Alea.

Alana menatap Devan malas. " Dia malah marah Gue bingung, deh."

" Kan, gue udah bilang, jangan asal nuduh."

" Tapi, dia yang Paling aneh Devan Sebelum dia Pindah ke sini enggak ada masalah apa-apa."

" Enggak usah dibahas lagi aja, ya," Devan mengelus Punggung tangan Alana seraya menatapnya. " Percaya sama gue, cepet atau lambat Pasti Pelakunya bakal ketahuan."

" Emang lo siapa ? Thanos?” tanya Alana kesal.

" Kok, lo ngeselin, sih ? Mau gue kelitikin lagi?"

Alana menepis tangan Devan yang mulai mendekatinya. " Ah, Pergi lo jauh-jauh!" Pekiknya. Namun Devan tetap mendekatinya. Alana memukul tubuh Devan.

" Nanti, lo kangen kalo gue jauh Lagian, lebay banget lo. Gini doang geli ? Hah?"

Alana terus menghindari Devan lalu berlari Devan tertawa Puas melihatnya, tapi dia tidak bisa mengejar Alea karena kaki dan Punggungnya masih terasa ngilu.

Dari kejauhan ada sepasang mata yang tak senang melihat mereka. Dua orang itu terlihat sangat bahagia walaupun alasan mereka tertawa sangatlah sederhana.

" Sial Kenapa mereka masih aja bisa bareng Kenapa Alana bisa Percaya sama Devan ? Enggak becus," ujar seseorang dengan Penuh kebencian.

" Tapi tenang aja, selanjutnya lo berdua enggak akan bisa bareng kayak gini lagi. Lo yang mulai gue udah ikutin Permainan lo. Sekarang, lo yang bakalan terjebak di sini," ujar lelaki tersebut seraya tersenyum miring.

Dia kemudian berjalan cepat menemui seseorang Dengan sinis ditatapnya gadis yang sudah terlebih dahulu sampai di sana.

" Lama banget lo!" sentak gadis itu. Lelaki itu mendorong tubuh mungil itu ke tembok dan menahannya.

" Enggak becus Kenapa Alana sama Devan bisa baikan?

" Buat apa gue kerja sama bareng orang enggak becus ?

" Hah " bentak lelaki itu.

Gadis mungil itu menundukkan kepalanya.

" Maaf "

" Maaf, maaf. Kerja begitu doang enggak bisa!"

" Lo enggak bisa nyalahin gue gitu aja, dong. Lo aja ngumpet. Devan enggak akan nyangka kalo Io Pelakunya. Gue yang kerja di sini Bahkan, mereka sempet berantem karena kerjaan gue. Lo ngotak, dong!" lawan gadis itu.

" Oke, gue yakin rencana selanjutnya bakalan berhasil kalo kerja lo becus!" Dia menunjuk bahu gadis itu dengan telunjuknya.

" Rencana apa?" tanya gadis itu bingung.

" Rencana yang lo enggak bakal Percaya, bahkan Devan juga enggak akan Percaya."

Di sisi lain Alana masih menjauhi Devan. Alana menoleh ke belakang tapi tetap berjalan cepat sehingga tanpa sadar dia menabrak seseorang.

" Pak Dibyo?"

Mampus gue. Alana menggigit bibir bawahnya. Pak Dibyo Pembina OSIS. Jika ditanya galak atau tidak ibaratnya begini, Satria saja sudah galak. Namun kegalakannya masih seperdelapan kegalakan Pak Dibyo. Meski begitu Pak Dibyo bisa berubah menjadi orang yang asyik jika sedang bercanda.

" Kenapa kamu lari-lari ? Buat gaduh saja. Ini sudah masuk jam Pelajaran Kenapa masih di kantin?" tanya Pak Dibyo tegas.

" Maaf, Pak "

" Kamu juga Devan Kenapa masih di sini? Jadi wakil ketua OSIS gimana, sih ? Kalian itu anak OSIS harusnya bisa mencontohkan yang baik.

Bukan seperti ini Memalukan!" Pak Dibyo kembali membentak.

Namun Devan hanya menunduk seraya tersenyum tipis dan melirik Alana.

" Dasar gila " batin Alana kesal seraya melirik Devan sekilas.

" Ya, sudah, kalian jangan ikut pelajaran sampai jam selesai. Kalian bersihkan seluruh koridor sekolah. Terutama kamar mandi. Cepat. Atau, Bapak tambah hukuman kalian.”

" Iya, Pak " Alana bergegas Pergi dari koridor kantin dan menuju kamar mandi. Devan Pun mengikutinya.

" Gara-gara lo, tahu nggak," sentak Alana seraya memanyunkan bibirnya. Devan malah tertawa.

" Kok, ketawa?" Alana sangat kesal.

" Seneng " jawab Devan. Alana mengerutkan dahinya.

" Kok, seneng, sih ? Gila lo, ya.”

" Seneng, kan, dihukumnya bareng sama lo." Devan tersenyum dan mengangkat satu alisnya.

Akhirnya Alana dan Devan membersihkan hampir seluruh area sekolah termasuk koridor taman.

" Neng Alana ? Ngapain ke sini bawa-bawa Pel-pelan?"

Mang Urip heran.

" Lagi dihukum, Mang."

Alana tertawa, " Ah, udah, Mamang aja yang ngepel.

Nanti, tangan kamu kasar, masa cantik-cantik gini disuruh ngepel." Mang Urip mengambil Peralatan Pembersih itu dari Alana.

" Enggak usah, Mang. Alana lagi dihukum, nanti malah diomelin Pak Dibyo. Gara-gara dia, nih." Alana melirik ke arah Devan

Devan hanya tersenyum ke arah Mang Urip.

" Udah atuh Pak Dibyo mah gampang, nanti Mamang yang ngomong. Udah, Neng Cantik mah istirahat aja."

" Ya, udah, makasih, Mang.” Alana tersenyum.“

" Makasih, Mang " Devan mengikuti. Lalu mereka Pergi meninggalkan koridor taman. Sekarang sudah Pukul 04.00 sore dan jam Pulang sekolah Pukul 04.30 sore Mereka tetap tidak boleh masuk kelas.

" Cabut aja, yuk," ajak Devan. Mata Alana membulat.

" Lo gila, ya ? Mau dihukum lagi?”

" Yaelah, Pak Dibyo mah galak-galak gitu dikasih soto ayam juga diem," jawab Revo santai.

" Ayo, cabut, daripada lo ketemu Pak Dibyo terus ketahuan enggak ngerjain hukuman," Devan menarik tangan Alana untuk keluar dari koridor sekolah. Alana hanya menuruti lelaki itu.

Devan dan Alana memang terkadang aneh sebenarnya mereka dapat digolongkan sebagai anak Pintar Namun kelakuan mereka terkadang suka begitu. Apalagi Revo,pemenang Olimpiade Matematika dan Exact berturut-turut. Tapi, ya, terkadang suka begitu juga.

" Lo bawa motor yang waras, dong." Alana memperingatkan.

" Siap, Bu Bos." Devan mengendarai motornya dengan kecepatan normal.

Sekarang, mereka berada di suatu kawasan yang sangat asing bagi Alana. Dia menatap bingung jalanan yang tengah mereka telusuri.

" Kita mau ke mana, sih, Devan," tanya Alana bingung.

" Ada, deh. Bagus, kok, tempatnya.”

" Lama " Alana meletakkan kepalanya di Punggung Devan Entah mengapa, desiran hangat itu hadir ke dalam Perasaan Devan senyumannya pun seketika mengembang. Dia menatap lekat gadis itu dari kaca spion.

" Bentar lagi, sabar, elah,” jawab Devan ketus.

Tak lama mereka sampai di salah satu tempat di mana ada danau yang dikelilingi rumput hijau. Dan, di dekatnya ada semacam warung bakso, tetapi tempat makannya di saung. Sehingga, Pelanggan di sana bisa menatap langsung ke arah danau. Alana menatap bingung Pemandangan yang ada di hadapannya, jadi di Ibu Kota masih ada tempat seindah dan sesunyi ini ?

Devan berjalan terlebih dahulu lalu menaiki saung Alana hanya mengikutinya.

" Pak, Baksonya dua, ya " Pesan Devan.

" Iya "

Alana terdiam Dia hanya menatap Devan yang ada di depannya. Devan menatap balik gadis di hadapannya Mereka terdiam dan mata mereka bertaut untuk beberapa saat.

Mungkin kali ini Alana mengakui Pendapat banyak orang bahwa Devan itu memang tampan. Alana merasa begitu tenang, nyaman, dan sangat menyejukkan.

Kok, ganteng beneran ? Batin Alana. Gila gue, ya ? Masa orang stres kayak dia gue bilang ganteng ? Alana menggelengkan kepalanya.

" Lo kenapa?" suara Devan menyadarkan Alana

" Eh ? Enggak—enggak, kok, enggak apa-apa." Alana menundukkan kepalanya.

" Lagi mikirin gue, ya?" tanya Devan narsis.

" Hah?"

" Lo mikirin gue, ya?” ulang Devan lagi. Alana menatap Devan aneh.

" Enggak, lah, gila. Amit amit.”

" Kalo sampe lo mikirin gue, berat badan 10 naik lo kilo, ya?" Devan menantang seraya menaikkan satu alisnya.

" Ya, itu lo curang namanya Kenapa lo ngajakin gue makan terus?"

" Karena, lo kerjaannya emang makan terus.” Devan tertawa.

" Sok tahu "

" Udah ketahuan dari bentuk badan apalagi Pipi." Devan meledek.

" Dih emangnya gue gendut apa?" tanya Alana kesal.

" Akhirnya ngaku, bukan gue yang ngomong.” Alana menatap Devan malas. Namun, lelaki itu hanya tertawa.

" ini baksonya " Tak lama, bapak Penjual bakso itu datang. Bapak Doni namanya, kata Devan Karena nama warung bakso ini

" Warung Bakso Bapak Doni " tapi ada benarnya juga.

" Makasih, Pak "

" Tumben ngajak Pacar, Mas ? Biasanya sama Mas Farrel?" tanya Pak Doni.

" Dia bukan Pacar saya, Pak," ujar Alana dan Devan berbarengan. Pak Doni tertawa.

" Jangan gitu kalian ini cocok banget, lho,” ujar Pak Doni.

" Ya, udah maaf ganggu, ya, Mas. Saya ke belakang, banyak Pesenan." Pak Doni lalu Pergi.

Devan menatap gemas Alana saat gadis itu memakan bakso.

" Pelan pelan makannya katanya enggak mau dibilang gendut?" ledek Devan. Alana menjauhkan mangkok bakso dari dirinya.

" Jangan ngambek, sini gue suapin." Devan mengarahkan sendok itu ke mulut Alana Namun Alana tak ingin membuka mulutnya.

" Makan enggak?" Paksa Devan Akhirnya, Alana membuka mulutnya, tapi Devan malah memakan bakso itu sendiri. Lelaki itu tertawa Puas.

Tak lama Ponsel Devan berdering. Devan mengangkatnya.

" Hallo " sapa Devan

" Devan Lo harus balik ke apartemen "

" Emangnya ada apa "

" Pokoknya lo harus ke sini cepetan,"

" iya gue ke sana "

" Kenapa " tanya Alana setelah Devan selesai menelepon.

" Farrel telepon gue, katanya Penting. Gue ke sana bentar. Lo tunggu gue di sini, ya," kata Devan

Alana mengangguk.

" Lo enggak apa-apa " tanya Devan lagi.

" iya, santai aja, emang gue anak kecil apa?” jawab Alana kesal.

" Beneran "

" Iya, udah cepetan sana,” suruh Alana

" Baik, deh. Tungguin, ya." Devan mengacak gemas ram but Alana, lalu bergegas menuju apartemennya.

...••••••...

Devan akhirnya sampai di apartemennya 20 menit kemudian. Dia bergegas menuju kamar lalu masuk Tubuhnya Seakan mematung apa yang dia lihat seolah tak bisa dia Percaya. Gadis itu—mengapa dia bisa berada di sini ?

Gadis itu menatap Devan semringah.

" Devan " Dia merangkul lengan Devan dengan erat. Namun Devan masih mematung. Dia masih bingung apa yang harus dia lakukan.

" Reva " Devan menatap gadis itu lekat tapi Penuh kebingungan.

Gadis itu tersenyum senang ke arah Devan

...•••••...

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

next Thor

2024-02-22

0

Ria

Ria

next Thor

2024-02-22

0

aku

aku

lanjut Thor updatenya

2024-02-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!