11. DEEPER

DEVAN menatap Alana tajam, tatapan Penuh arti tapi menyeramkan, membuat Alana menunduk.

" Kenapa lo balik duluan?” tanya Devan dingin, lalu mengangkat dagu Alana agar dia menatapnya. Alana menatap mata itu dengan ragu dan tak sanggup berkata apapun

Devan menghela napas kesal, lalu menaiki motornya.

" Naik "

Alana tak Punya Pilihan selain menaiki motor itu.

" Awas jatuh " Devan menatapnya dari spion motor Setelah Alana menaikinya Devan mengegas motornya.

" Kenapa, sih, lo balik duluan ? Kalo misalnya tadi lo diapa-apain gimana," tanya Devan tegas.

Alana mengakui dirinya memang bersalah, tapi tadi dia hanya ingin menghindari Darren Meski begitu kepada Devan dia hanya bisa mengatakan, " Maaf.”

Devan kembali menatap Alana dari spionnya.

" Maaf doang gampang Nyokap lo tahunya lo sama gue Kalo lo kenapa-kenapa gimana?” bentak Devan

Alana menghela napas. Seharusnya Alana menangis sekarang, tapi Devan malah membentak-bentaknya.

" Tadi ada orang aneh ngajakin gue balik bareng, Devan," jawab Alana.

Devan bingung. " Kan, lo bisa nolak.”

“ Gue takut.”

" Enggak ada yang harus lo takutin selama lo sama gue Alana," ujar Devan menenangkan.

Benarkah ? Lalu, bagaimana dengan Darren Apakah Devan bisa membuat Darren tidak menyakitinya ?

" Apa yang lo lakuin tadi malah makin bikin lo bahaya Punya otak dipake dikit kenapa, sih,” lanjut Devan lagi.

" Enggak tahu orang khawatir apa?” dia memelankan suaranya.

Alea menaikkan satu alisnya, memperjelas apa yang dia dengar barusan. " Kenapa?” tanyanya.

Devan menatap Alana tajam dari spion. " Enggak apa-apa," jawabnya ketus, lalu menambah kecepatan motornya sehingga Alana terkaget dan spontan memegang Devan

" Ih, lo bego banget, sih," Alana memukul tubuh Devan dari belakang,

" Devan lo nyari mati, ya ? Lo Punya nyawa berapa, sih?”

Tak Peduli dan terus mengegas motornya dengan kencang. Alana semakin menguatkan Pegangannya.

" Pelan-pelan bisa kali, Devan,"

" Berisik lo!”

Devan bisa merasakan Alana mencengkeram baju dengan sangat kuat dan memukulnya.

" Kita mau ke mana, sih ? Lo itu Punya nyawa sejuta ya ? Dikira lo itu Batman, Superman, Iron Man, Spiderman yang kalo jatuh bisa langsung nemplok di gedung apa?” bentak Alana ketakutan. Namun Devan malah mengklakson siapapun yang ada di depannya.

" Hati-hati, dong, Mas,"

" Woi. Lo kenapa, sih?” tanya Alana kesal.

“ Lebay lo!”

Tak lama, mereka sudah berada di tempat yang tak asing bagi mereka. Namun, saking takutnya, Alana masih tidak sadar mereka sudah sampai.

Devan diam-diam tersenyum melihat ekspresi wajah Alana yang sangat lucu karena ketakutan.

" Masih betah Pegangannya?” Devan menoleh.

" Eh " Alana melepas tangannya, lalu melihat ke sekitar. Alana baru sadar jika kini mereka sudah berada di rumah sakit tempat mama Devan dirawat.

" Suster bilang, kondisi nyokap lagi enggak stabil, Alana Makanya dari tadi gue nyari lo,” lanjut Devan

" Kenapa lo harus nyari gue Devan ? Bukannya Penderita Amnesia Disosiatif mungkin agak susah juga buat mengingat memori barunya?” tanya Alana bingung.

Devan mengangguk. " Walaupun, dia enggak bisa inget sama lo, seenggaknya lo orang yang bisa nenangin dia dan buat dia ngerasa nyaman Pas ngobrol sama lo. ”

Alana terdiam.

" Lo mau, kan, bantuin gue?” tanya Devan sambil menatap Alana lekat.

Alana menatap Devan balik lalu mengangguk seraya tersenyum. " Mau, kok.”

" Ayo " Devan menarik tangan Alana untuk masuk ke rumah sakit. Tatapan lelaki itu selalu menjadi sendu ketika dia berada di tempat ini.

Langkah mereka terhenti ketika mendengar suara yang menggelegar dari kamar mama Devan. Begitu mereka buru-buru masuk ke sana wajah Devan berubah menjadi sangat geram.

" Pergi kamu. Saya enggak mau bicara sama kamu!” teriak Catherine.

" Saya cuma mau bicarakan tentang Devan sama kamu. Ada yang harus saya bicarakan tentang dia, Catherine," ujar Gerald Papa Devan

Catherine memegang kepalanya kuat-kuat. Wajahnya tampak sangat bingung dan cemas. Pada Penderita Amnesia Disosiatif, kenangan memang akan sangat sulit untuk mereka ingat kembali. Namun, sebenarnya kenangan itu masih terkubur dalam Pikirannya dan bisa saja bagian-bagian dari kenangan tersebut Perlahan muncul ketika lingkungan sekitarnya menekan emosinya terlalu kuat walaupun sulit.

" Ada yang harus saya bicarakan tentang Putra kita.”

Catherine menggelengkan kepalanya kuat-kuat

" Enggak, Putra saya sudah Pergi Dia tidak akan kembali lagi. Atau mungkin, kamu yang membuatnya Pergi dan tak kembali lagi ? Apa karena kamu?” tanya Catherine seraya menatap Gerald dengan matanya yang berkaca-kaca.

Devan di sini, Ma. Selalu di sini buat Mama Devan sayang Mama, batin Devan lirih. ingin rasanya dia memeluk ibunya sekarang. Namun, yang ibunya tahu, Putra kesayangannya sekarang masih kecil. Dia tetap tidak akan mengingat Devan yang sekarang.

" Catherine, bicara apa kamu ? Kondisi kamu yang menyebabkan semuanya seperti ini. Putramu sekarang sudah tumbuh dewasa dan sekarang dia membenci saya.”

Catherine menggeleng kuat.

" Maksud kamu apa ? ini semua karena kamu, kan ? Benar kan?” Catherine mendorong tubuh Gerald dengan keras, dan Pria itu tak bisa menerimanya.

" Catherine " bentak Gerald, lalu mengangkat tangannya. Namun, dengan sigap Devan menahan tangan kokoh itu.

" Maaf, Pak, bisa saya minta waktu Bapak untuk berbicara sebentar?” tanya Devan tegas.

Gerald akhirnya mengikuti langkah Putranya yang sudah berjalan terlebih dahulu.

" Lo jaga nyokap gue, ya, tolong,” Pinta Devan Pada Alana. Alana hanya mengangguk.

" Kamu siapa ? Apa kita Pernah bertemu?” tanya Catherine bingung.

" Saya Alana, Tante. Tante Pernah panggil saya Putri Cantik. Tante ingat?”

Catherine memandang wajah Alana. Sepertinya ada sedikit memori yang dapat dia ingat.

" Putri Cantik?”

Alana mengangguk. " iya Kalau saya boleh tahu, lelaki yang tadi siapa, Tante?”

Catherine menggeleng. " Saya seperti Pernah mengenal dia, tetapi saya tidak benar-benar tahu siapa dia. Dia bilang,kalau sayalah yang menyebabkan Putra saya Pergi. Apa mungkin Putra saya tak akan kembali lagi ? Apa mungkin orang asing itu yang mengambil Putra saya?”

" Enggak ada yang bisa merebut anak dari ibunya Tante. Sekalipun bisa, anak itu Pasti akan kembali sama ibunya. Dia tetep jadi milik Tante.”

" Kapan, ya, saya bisa ketemu sama Putra kesayangannya saya ? Saya sadar saya enggak bisa bahagiain dia. Tapi, saya enggak ingin dia benci saya. Saya hanya ingin bilang kalo saya sangat sayang sama dia.”

Ucapan Catherine sangat menohok hati Alana Kini Alana tahu betapa beruntungnya dia memiliki kedua orangtua yang sangat menyayanginya.

Alana tersenyum ke arah Catherine. " Saya yakin dan saya bisa jamin kalo Putra Tante sayang banget sama Tante.”

...•••••...

Di luar sana, terjadi Perbincangan serius.

" Devan " ujar Gerald seraya menyentuh bahu Putranya tapi Devan menepisnya.

" Maaf, Pak, untuk apa lagi, ya, Bapak datang ke sini ? Bapak belum Puas melihat ibu saya menderita?” bentak Devan dengan mata yang membulat Penuh.

" Saya ini tetap papa kamu Devan. Tolong bicara yang sopan sama Papa,” ujar Gerald.

Devan tertawa sinis. " Memangnya, ucapan saya kurang sopan atau bagaimana?” tanyanya.

" Kenapa kerjaan kamu ngelawan Papa terus?”

" Kenapa kerjaan Anda nyakitin ibu saya terus?” Devan membalik dengan kalimat yang sama.

" Apa mama kamu enggak becus didik kamu Sampai kamu berani melawan Papa!”

" Jangan sekali-kali Anda berani berbicara yang tidak sopan tentang ibu saya. Justru Anda yang telah menjadi lelaki yang gagal.”

" Anak kurang ajar Kamu enggak tahu apa-apa!” bentaknya.

" Yang saya tahu, Anda memang seorang laki-laki Pengecut yang tidak bertanggung jawab Kurang berengsek apa lagi, ya?” ujar Devan Penuh Penekanan.

" Devan saya ini Papa kamu. Tolong hormati saya!”

Devan menyunggingkan senyum di bibir kirinya

" Maaf Pak, saya enggak sudi Punya bapak kayak Anda.”

Gerald menghantam wajah Devan dengan kuat Devan hanya tertawa sinis seraya menghapus darah di bibirnya.

" Sudah, jangan ribut di sini!” tegur seorang Perawat yang lewat. Mata Gerald dan Devan menatapnya tajam.

" Diam!” ujar mereka berbarengan.

Perawat itu hanya terdiam, lalu Pergi karena merasa takut Pada muka garang bapak dan anak itu.

" Jaga omongan kamu!”

" Yang mana, sih?” tanya Devan lagi.

Gerald lagi-lagi menghantam Putranya. Devan sebenarnya masih mengakui Gerald sebagai Papanya sehingga dia tidak mau membalas Gerald.

" Tonjok lagi, dong, Papa sayang.”

" Kamu Pulang ke rumah atau saya obrak-abrik hidup kamu, Devano Dirgantara ! ujar Gerald sebelum meninggalkan Devan

" Maaf, Pak. Saya tidak akan Pernah sudi kembali ke rumah Bapak," teriak Devan

" Ya Allah, dosa enggak, ya, gue udah ngelawan orangtua Semoga Allah ngerti yang gue lawan itu orangtua kayak Papa, " batin Devan yang sebenarnya sedikit merasa bersalah, tapi rasa bersalah itu tertutupi oleh rasa kecewanya.

Devan melangkah menuju ruangan ibunya. Di sana ibunya terlihat tengah tersenyum.

Alana menoleh ke arah Devan dia mengisyaratkan Devan untuk masuk. Devan mengerutkan dahinya.

" Gue, ke sana?” tanyanya Pelan sambil menunjuk dirinya. Alana mengangguk, tapi Devan menggeleng menolak. Catherine Pasti akan tetap beranggapan dia bukan Devan

" Masuk aja.” Begitulah isyarat Alana jika diartikan.

Devan menghela napas sejenak, lalu memasuki ruangan.

Catherine menatap Devan. " Siapa kamu?” tanyanya.

Alana tersenyum. " Dia teman saya, Tante.”

Catherine mengangguk mengerti. " Oh, dia temanmu?”

" iya, Tante,” ujar Alana seraya mengangguk.

" Sini " kata Catherine seraya mempersilakan Devan untuk menghampirinya dan Alana.

" Kamu temannya," tanya Catherine Pada Devan

Devan langsung tersenyum sendu, lalu mengangguk Pelan. " iya, saya temannya Alana, Tante.”

" Kenapa mukamu berdarah-darah?” tanya Catherine.

" Pasti kamu habis berantem, ya ? Anak remaja laki-laki itu memang sukanya berantem, Padahal enggak selamanya berantem itu baik.”

" Lukamu juga kenapa enggak diobatin ? itu, kan, bisa bikin infeksi,” lanjut Catherine dengan begitu Perhatian.

Devan tersenyum haru. Alana benar-benar ajaib. Bahkan Alana bisa membuat Devan mendapatkan Perhatian ibunya yang selama ini dia rindukan.

" Semoga kalau Putra saya sudah besar, dia enggak suka berantem kayak kamu.”

“ Boleh saya obatin luka kamu?”

Devan mengangguk Pelan. " Boleh, Tante.”

Catherine mengambil kotak P3K di dekat sana. Devan menatap Alana yang hanya tersenyum.

" Tahan, ya, ini Pasti akan sedikit sakit.” Catherine mengobati luka Devan dengan lembut. Bagi Devan sakitnya luka itu tidak bisa dibandingkan dengan rasa bahagianya.

" Bilang sama temanmu ini jangan berantem lagi,” ujar Catherine Pada Alana.

Alana mengangguk. " iya, Tante.”

Devan langsung tersenyum hangat ke arah Catherine.

" Makasih banyak, Tante.”

" ibu Catherine, saatnya istirahat.” Seorang Perawat memasuki ruangan ini seraya tersenyum Penuh kehangatan.

" Tante, kami Pulang dulu, ya?” Pamit Alana.

" Jangan " tolak Catherine tegas. " Nanti mereka memaksa saya buat ikut terapi yang enggak ada gunanya lagi.”

Alana tersenyum. " Terapi itu ada gunanya, kok, Tante. Tante harus mau terapi, ya. Tante terapi bukan karena Tante Sakit, melainkan karena Tante sayang sama anak Tante. Tante mau, kan, ketemu anak Tante?”

Catherine tertawa Penuh arti. " Kamu ini ada-ada aja, bagaimana bisa terapi membuat saya bisa bertemu dengan Putra saya lagi?”

" Tante aja belum coba, gimana Tante bisa tahu kalo Tante bisa ketemu dengan anak Tante atau tidak Seenggaknya, Tante tunjukin rasa sayang Tante ke anak Tante dengan cara terapi ini. Kalau dia tahu, dia Pasti akan senang, Tante.”

Catherine tersenyum senang. “ Kalo memang begitu saya akan coba terapi.”

Alana tersenyum. " iya, Tante. Kami Pulang dulu, ya.”

" Kalian ini memang anak baik, ya?” ujarnya.

" Saya boleh Peluk kamu ? Semoga, nanti anak saya setampan kamu, ya, kalau sudah besar.” Catherine tertawa Pada Devan

Devan mengangguk senang. " Boleh, Tante.”

Catherine memeluk tubuh Devan dengan erat Devan berpikir bahwa rasanya Alana sudah mengembalikan seluruh bagian hidupnya yang sempat hilang meski belum seutuhnya.

" Devan sayang Mama. Mama baik-baik, ya, bahagia selalu," batin Devan

" Kalian sering-sering main ke sini, ya. Karena kalian, saya jadi enggak terlalu merasa sepi.” Catherine kembali tersenyum ke arah Alana dan Revo sebelum mereka Pergi.

" Apalagi kamu, kamu memang Pantas kalo disebut Putri Cantik,” ujar Catherine seraya mengelus Alana.

" Oh, iya, kalian berdua cocok. Cepat-cepat Pacaran ya,” ledek Catherine. Mata Alana dan Devan saling bertaut untuk beberapa saat, lalu kembali menatap ke arah Catherine.

" Tante bisa aja. Kami pulang dulu, ya, Tante?”

" Hati-hati, ya,” ujar Catherine, lalu Alana dan Devan mencium Punggung tangan Catherine untuk Pamit Pulang.

Di luar rumah sakit, Devan duduk terlebih dahulu di sebuah bangku. Alana Pun mengikutinya, melihat Devan menundukkan kepalanya.

" Makasih banyak.” Mata Devan terlihat memerah. Alana tahu jika lelaki itu Pasti ingin menangis. Alana hanya tersenyum Padanya.

" Enggak usah gitu juga senyumnya, jelek lo kayak kuda!” ledek Devan

Alana berdecak kesal. " Enggak usah sok bahagia, deh," ujarnya. Devan hanya terkekeh kecil.

" Kenapa malah ketawa?”

" Lucu, lo ajaib.”

" Lebay lo, ah. Tante Catherine itu cuma trauma, Devan Gue yakin, dia masih bisa sembuh, dia cuma trauma kalo inget tentang lo dan masa lalunya. Dia enggak mau lo kenapa-kenapa, dia sayang banget sama lo. Makanya, asal lo jangan ngaku anaknya, Pasti dia baik-baik aja.”

" iya, Putri Cantik.” Devan terkekeh kecil seraya mencolek hidung Alana.

Alana tertawa hangat. " Tapi, kenapa nyokap lo manggil gue Putri Cantik, ya, Devan,"

" Mungkin, lo berkesan buat dia.”

Alana mengerutkan dahinya. " Berkesan "

" iya, mungkin lo berkesan buat Mama,” jawab Devan seraya tersenyum dan mengacak gemas rambut Alana.

" Buat gue juga,” lanjut Devan, Pelan.

Alana mengerutkan dahinya karena tak dapat mendengar ucapan Devan dengan jelas.

" Apa "

Tak lama, Ponsel Devan berbunyi.

✉️ : 081xxxxx

Nak Devan ini Tante Cecill. Alana lagi sama Nak Devan enggak, ya ? Soalnya dia belum Pulang. Takut nyasar takut hilang kalo dia sendirian.

Devan terkekeh kecil.

✉️ : 082xxxx

iya, Tante, Alana aman, kok, sama Devan Sebentar lagi kami Pulang maaf terlambat, Tante. Selamat malam.

" Siapa " tanya Alana Penasaran. Devan memberikan Ponselnya kepada Alana. Alana Pun mengambil dan membacanya.

" Anak mama udah dicariin, disuruh Pulang,” ledek Devan

" Pulang, yuk?” ajak Devan

Alana menggeleng. " Kenapa mau cepet-cepet Pulang,"

" Anak mama udah dicariin, udah malem.”

" Mama tenang kalo gue sama lo, gue enggak mau, ya, lo cepet-cepet nganterin gue karena lo mau cepet-cepet ngeclub atau berbuat hal lain yang menurut lo bisa hilangin beban lo. Isn't a good ways, Devan Tampang lo emang cocok ada di sana, tapi enggak sebenernya.”

" Kenapa dia tahu ? Apa karena waktu di rooftop itu, ya ? Batin Devan. Sebenarnya, dia memang bukan badboy.

Tapi, jika sudah urusan keluarganya, dia terkadang suka melakukan hal bodoh. Tapi masih dibatas wajar, Devan Pernah ke club, tapi cuma sekali. itu Pun hanya sebentar karena dia tidak nyaman dengan suasana di sana. Namun, memang niatnya hari ini dia akan ke sana.

" Pasti lo lagi mikir kenapa gue bisa tahu, ya?” tanya Alana.

Devan menaikkan satu alisnya. " Kok, dia tahu," Batin Devan

" Pasti lo mikir lagi kenapa gue bisa tahu lagi?” tanya Alana lagi. Devan menggelengkan kepalanya.

" Lo cenayang, ya?” ledek Devan

Dia menatap langit malam yang Penuh bintang Alana Pun jadi ikut menatap langit.

" Lihat, deh, ke atas, hidup lo sama kayak gitu Banyak orang yang sayang sama lo. Gimana rasanya disayang sama orang yang lo sayang?” tanya Devan.

Alana tertegun. Alana tahu maksud Devan

" Kadang, gue iri sama lo.”

" Enggak boleh iri nyokap lo sayang banget kok, sama lo.” Alana tersenyum, Devan ikut tersenyum.

" Gue juga sayang, kok, sama lo," Alana tersenyum manis seraya menatap Devan lekat Jantung Devan jadi berdebar lebih kencang dari biasanya karena ucapan Alana.

" Bodo amat " Devan memalingkan wajahnya. Alea tertawa Pelan.

" Pengurus OSIS emang boleh Pacaran sesama anggota ? Enggak bisa baca Peraturan?” lanjut Devan dengan tegas. Devan tetaplah Devan sikapnya bisa berubah begitu saja.

" Gue cuma bercanda kali, serius banget, sih, lo,” kata Alana. Namun, raut wajah Devan menjadi berubah.

" Jangan-jangan, lo, ya, yang sayang sama gue?” tanya Alana seraya tertawa.

" Lagian, gue bilang, kan, sayang, emang kalo sayang harus Pacaran,"

" Terserah lo.”

" Enggak bisa sayang sama anak OSIS, dong?” tanya Alana lagi.

" Bisa "

" Katanya enggak boleh, gimana, sih, lo,"

" Kan, enggak boleh, bukan enggak bisa.”

" Kira-kira bakal dimarahin enggak?”

" Ya, kalo ketahuan Satria dimarahin, lah,” jawab Devan

" Kalo ketahuan sama wakilnya Satria bakal dimarahin enggak,"

" Enggak. Berisik lo nanya mulu,” ujar Devan Alana terkekeh kecil. Walaupun terlihat kasar dan menyebalkan,tapi nyatanya Devan menyenangkan dan tulus.

" Kenapa enggak dimarahin?”

" Kan, nanti lo Pacarannya sama gue,” jawab Devan dengan mengangkat satu alisnya.

" Berarti, lo kalah!”

" Kalah apaan?” tanya Devan bingung.

" Kan, lo Pernah bilang, lo enggak bakalan suka sama cewek kayak gue. Pake nantangin traktir es krim lagi kalo ada yang suka duluan,”

" Masa?” Devan mencoba mengingat ucapannya.

" iya, berarti lo kalah sama tantangan lo sendiri. Cemen.” Alana memeletkan lidahnya.

" Berarti, lo beliin gue es krim, kan?”

" Kan, gue cuma macarin, lo yang sayang sama gue.”

" Tapi, kan, gue cinta sama lo, lo enggak tahu, ya?” lanjut Devan yang membuat Pipi Alana memerah sempurna. Napasnya seperti sudah habis. Dia menatap Devan serius jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya.

" Lagi deg-degan, ya?” Devan meraup wajah Alana.

" Gue—gue enggak deg-degan.”

" Gitu, ya?” Devan menaikkan satu alisnya dengan tatapan mengintimidasinya.

" Satu sama. Ayo, balik," Devan mengacak-acak rambut Alana dengan lembut, Devan sudah menaiki motornya terlebih dahulu, tapi Alana masih mematung.

" Ayo, naik. Nanti aja mikirin guenya,” ujar Devan narsis. Alana menghela napas kesal.

" Enggak usah kepedean. Gue enggak Pernah mikirin lo," tegas Alana seraya menaiki motor Devan

" Emang kenyataannya gitu, kan?” goda Devan lagi.

" Gue enggak Pernah mikirin lo. Gue enggak akan Pernah suka apalagi sayang sama Cowok aneh kayak lo. Enggak usah kegeeran, deh!” tegas Alana. Devan terkekeh.

" Tapi, lo cinta, kan, sama gue?” Devan tertawa.

" Kalo emang enggak bener, kenapa ngotot Berarti sering, ya?”

" Enggak.”

" Mikirinnya Pas mau tidur atau udah tidur,"

" ENGGAK " sentak Alana. Devan hanya tertawa saja.

" Dua-satu I love you, Alana." Kata-kata Devan benar-benar membuat jantungnya berdebar sangat kencang. Devan menatap wajah Alana dari kaca spion. Dia hanya tertawa saja.

" Tiga-satu. Udah tahu otak lo rusak, Pake nerima segala tantangan gue. Ya, kalah, lah.”

" Ih, gue bilangin Mama, nih, ya ? Sembarangan aja lo ngomong.”

" iya, Putri Cantik anak kesayangan Mama,” ledek Devan

" Sialan.” Alana memukul Devan dengan cukup kuat.

" Jangan mukul, kalo gue Pukul balik nanti lo nangis.”

" By the way, yang tadi enggak serius, kan?

Devan mengerut bingung. “Yang mana?”

" Ya, itu ... yang tadi,” jawab Alana kikuk.

" Yang mana ? Yang jelas kenapa kalo ngomong,” ujar Devan. Alana berdecak kesal.

" Yang, I love you.”

" Jangan sayang-sayangan dulu, Pake ngomong I love you Ganjen banget, sih, lo, gue tahu gue ganteng.”

" Terserah, ngeselin banget, sih, lo jadi manusia?” Sela Alana. Devan hanya tertawa.

Detik-detik berikutnya, mereka saling diam. Namun, bukan kecanggungan yang tercipta, tapi rasa nyaman yang Perlahan hadir ke dalam Perasaan mereka masing-masing.

" Kenapa lo diem ? Masih Penasaran, ya, tentang yang tadi,"

Alana menaikkan satu alisnya yang menandakan jika sebenarnya dia masih Penasaran. Namun wajah Devan seakan masih bertanya.

" Hm,” jawab Alana singkat.

" Maunya serius apa enggak?” tanya Devan seraya menatap Alana lekat dari kaca spion. Alana hanya terdiam tanpa berkata apa-apa, tetapi wajahnya terlihat sangat lucu dan menggemaskan sehingga Devan tertawa.

" Gitu banget, sih, muka lo Alana ? Gue bercanda, lah, ngapain gue suka sama cewek jadi-jadian kayak lo Padahal, Kendal Jenner aja mau sama gue.”

" Lo, tuh, bisa enggak, sih, enggak usah kepedean sehari aja?” Alana memukul tubuh Devan lagi dari belakang. Namun malah membuat lelaki itu tertawa.

Mungkin, jawaban Devan mengecewakan. Tapi Alana cukup lega, karena sejujurnya dia belum mengerti apa yang dia rasakan untuk Devan.

Dia juga masih belum mau berpacaran dengan Devan dia masih nyaman dengan Posisinya saat ini.

Malam itu, hanya diisi oleh obrolan garing dan Pertengkaran mereka saja. Tapi, Alana bahagia bisa membuat Devan melupakan masalahnya. Bukan karena apa, tapi Alana yang entah mengapa dia tak mau Devan terus bersedih dan melampiaskannya ke hal negatif,

Kini, mereka sudah sampai di rumah Alana, lalu Alana turun dari motor.

" Gue langsung balik, ya. Langsung tidur aja kalo ngantuk, enggak usah mikirin gue," ujar Devan meledek.

" Sori, ya, enggak ada waktu.” Alana hendak memasuki rumahnya. Devan hanya terkekeh kecil.

" Jangan ke tempat yang aneh-aneh, awas aja!”

" iya, Putri Cantik,” ledek Devan lagi sehingga Alana menatapnya malas sebelum dia masuk ke rumahnya.

" Cewek aneh, tapi ajaib.” Devan hanya menggelengkan kepalanya.

Alana melangkah untuk memasuki kamarnya Dia berpapasan dengan Cecill yang wajahnya dilumuri masker.

" Devan mana?”

“ Langsung Pulang.”

" Kenapa enggak diajak masuk?”

" Enggak mau katanya mau langsung Pulang aja.”

" Ya, udah, tidur sana. Mama mau maskeran, jangan ganggu,” suruh Cecill.

Alana menurut, bergegas untuk memasuki kamarnya Namun, langkahnya terhenti ketika melihat sang kakak yang berdiri di hadapannya.

" Malem banget lo Pulang balik sama siapa?”

" Sama Devan Bang,” ujar Alana ragu. Wajah Leon sudah menunjukkan ekspresi tak sukanya.

" Makin deket aja lo sama Devan,"

Alana menghela napas. " Bang, lo itu kenapa, sih ? Gue sama Devan itu enggak Pacaran.”

Leon menajamkan tatapannya. " Tapi, lo suka sama Devan Alana Gue, kan, udah Pernah bilang, Devan itu bakalan nyakitin lo. Gue cuma enggak mau lo sakit hati nantinya. Devan, tuh, berengsek, Alana,"

Alana menggeleng. " Bang, Devan mungkin emang bukan Cowok yang sepenuhnya baik. Tapi, gue yakin, kok, dia enggak seberengsek itu.”

" Lo bisa ngomong kayak gitu karena lo udah jatuh cinta, Alana. Mending lo jaga jarak sama Devan. Terserah kalo lo enggak mau dengerin omongan gue tapi lo bilang sama hati lo Siap-siap kecewa," tegas Leon, lalu Pergi.

Alana kembali menggeleng. " Dasar Bang Leon aneh sendirinya aja suka ganti-ganti cewek setiap hari," Dia memasuki kamarnya dan mengganti pakaiannya,lalu merebahkan tubuhnya di kasur.

Dia menatap langit-langit rumahnya, terbayang wajah Devan yang sedang tersenyum hangat ataupun tertawa lepas. Menurutnya, Devan lebih baik seperti itu dibanding memasang wajah jutek yang sangat menyebalkan.

Alana mengambil Ponselnya, lalu membuka Instagram, dan melihat Instagram Stories milik Devan Kali ini, kenapa gue setuju sama orang-orang kalo Devan ganteng ? Kecuali kalo nyebelin, gantengnya ilang, batin Alana

" Gue kenapa, sih ? Kenapa malah mikirin makhluk aneh jadi-jadian ? Ngaco, nih, gue.” Alea mengetuk kepalanya sendiri. Omongan Devan bahwa Alana akan memikirkannya bisa-bisanya menjadi kenyataan.

Kling. Ponsel Alana berbunyi.

✉️ Devano Dirgantara

Tidur udah, jangan mikirin gue.

✉️ Alana Anastasya

Berisik.

Mengapa juga dia harus memikirkan sosok Devan ? Dia mematikan Ponselnya dan menuju kamar mandi. Dia mencuci wajahnya, menatap wajahnya dengan jelas di kaca. Dia menggeleng kuat-kuat.

" Gue enggak suka Devan Ngapain gue suka sama cowok aneh kayak Devan ? Devan, kan, aneh. Gila. Ngeselin. Jadi-jadian lagi. Enggak. Gue enggak baper.” Alana memegangi kepalanya sendiri, menepis seluruh bayangan tentang Devan

Dia tak tahu apakah dia sudah jatuh cinta atau belum, intinya dia tidak mau. Tidak mau jatuh cinta lagi secepat ini, dia tidak siap.

" Enggak ada yang harus lo takutin selama lo sama gue, Alana.”

“ I love you, Alana.” Alana menggelengkan kepalanya.

Ada satu yang Alana takuti. Dia takut jatuh cinta lagi.

" Enggak boleh, enggak.” Alana menenangkan diri.

" Alana, tidur. Jangan berisik," teriak mamanya.

Kenapa jadi gue yang berisik ? Perasaan, Mama yang teriak, batin Alana. Dia menggelengkan kepalanya. Mamanya memang unik, seperti dirinya. Semenjak dia mengenal Devan dia semakin bersyukur karena memiliki ibu yang sangat menyayanginya dan selalu ada untuknya.

...••••••...

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

next Thor

2024-02-21

0

Anonymous

Anonymous

jangan lama-lama Thor updatenya 😊😊

2024-02-21

0

Anonymous

Anonymous

lanjut Thor

2024-02-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!