12. TAK DISANGKA

Hari ini Alana bahagia karena dia tidak terlambat. Tapi dia juga tidak bersemangat karena harus mengikuti Pelajaran Olahraga yang tidak dia sukai. Apalagi Olahraga diletakkan Pada jam terakhir Pelajaran.

Begitu Pelajaran itu selesai masih saja ada yang mengganjal hati Alana. Kelasnya dan Devan selalu bersamaan saat Pelajaran Olahraga tapi di mana Devan ? Alana tidak melihat Devan sama sekali hari ini.

Seseorang menepuk Pundak Alana, membuat Alana terkejut.

" Devan "

Sosok itu malah tertawa. Ternyata Vei, teman Alana di OSIS.

" Cie, Kak Devan mulu.”

" Vei, ngagetin aja, sih, lo.”

Vei lagi-lagi tertawa. " Ketahuan, deh, lo lagi mikirin Kak Devan Jangan-jangan, dari tadi lo nyariin Kak Devan,?”

" Ih, apaan, sih, Devan. Lagi juga, kenapa tiba-tiba lo ada di sini," tanya Alana bingung.

" Tadinya, sih, gue lagi nyari temen gue, terus gue ngelihat Io lagi celingak-celinguk. Lo Pasti lagi nyariin Kak Devan, ya?” tebak Vei sok tahu.

" Apaan, sih, enggak!”

" Masa ? Kayaknya, lo lagi deket gitu sama Kak Devan Tapi, kok, Kak Devan enggak nembak-nembak lo, sih, Alana ? Kalo nanti Kak Devan cuma ngegantungin lo gimana ? Kak Devan, kan, ganteng, Cewek mana, sih, yang enggak mau sama dia ? Kalo dia enggak macarin lo karena dia Punya cewek lain gimana, Alana ? Atau, jangan-jangan dia enggak serius sama lo?” tanya Vei bertubi-tubi.

" Vei, nanya mulu lo kayak Pembantu baru.”

" Ya, udah, semoga lo sama Kak Devan cepet jadian, deh Walaupun sesama OSIS dilarang jadian, tapi, kan, Kak Devan bentar lagi lulus,"

Mata Alana membulat ke arah Vei," Vei, lo bisa diem enggak?"

" Udah, ya, Alana. Gue mau nyari temen gue lagi. Dadah, Alana. Hati-hati Cinta lo bertepuk sebelah tangan!” teriak Vei, lalu Pergi meninggalkan Alana.

Alana kembali menoleh ke gerombolan kelas Devan XII IPA 2, yang baru saja selesai berolahraga. Namun, dia masih tidak melihat lelaki itu.

" Apaan, sih, gue ? Ngapain juga jadi nyariin Devan ? Enggak Penting, " batinnya.

" Eh, cuy!” Alana melihat Acha yang berlari ke arahnya dengan napas terengah-engah.

" I—ini,” ujar Acha tersengal.

" Pelan-pelan, Cha.”

Acha memberikan botol minuman kepada Alana.

" Lho ? Buat gue?" tanya Alana bingung.

" Iya."

" Baik banget, sih, lo, Cha. Makasih, Acha cantik, deh. " Alana mencolek dagu Acha.

" Bukan dari gue, Alana,"

" Terus, dari siapa?”

Acha tampak berpikir dan mengingat. " Siapa, ya?”

" Dari Kak Devan deh, kayaknya," lanjut Acha Alana bingung, dia mengerutkan dahinya. Dia melirik ke seluruh Penjuru tapi tidak ada Devan di sini.

" Serius dari dia?”

Acha mengangguk. " Gue duluan, ya, Alana Bokap gue udah di depan.”

" Oh, iya." Alana membiarkan Acha Pergi. Dia menatap botol itu ragu. Dia sebenarnya tak ingin meminumnya. Namun, dia sangat haus. Toh, itu dari Devan. Pemikirannya seperti itu.

Alana meminum minuman itu hingga setengah botol. Namun tiba-tiba saja kepalanya terasa sangat berat. Tak lama kemudian tubuh Alana terkapar di saat lapangan sudah sangat sepi Anak-anak dari kelas Devan Pun sudah Pulang.

...••••••...

Ketika membuka matanya Alana mendapati dirinya berada di tempat yang sama sekali tidak dia kenali. Di depannya ada beberapa lelaki. Alana menyipitkan matanya. Rupanya mereka empat lelaki yang mengganggunya di jalan waktu itu.

" Hai, udah bangun, ya, Cantik ? Gimana tidurnya," tanya lelaki itu seraya mengacak rambut Alana. Alana ingin menepisnya tapi tangan dan kakinya diikat.

Dia terkejut saat mendapati bahwa ternyata mereka satu sekolah dengannya. Seragam mereka sama dengan yang Alana kenakan.

" Hai Cantik," lelaki itu menggerakkan tangannya di depan wajah Alana.

" Siapa lo ? Mau lo apa, sih," Alana setengah berteriak.

" Kamu, anak baru, ya ? Belum tahu siapa aku Kenalin aku Vando. Dia Ivan, Alex. Kalo dia namanya Raka." Vando menunjukkan satu Persatu teman-temannya Alana ingat cerita Bella dan Vei tentang mereka Sepertinya mereka geng motor dan Pentolan di SMA Arwana yang dimaksud itu. Mereka anak nakal sangat nakal.

" Aku mau kamu, Sayang Aku rela kemarin babak belur demi kamu." Vando mengelus Pipi Alana dengan lembut. Alana membuang wajahnya.

" Kemarin aku gagal dapetin kamu, tapi aku tetep mau kamu."

" Maksud lo apa? Hah," Alana hampir berteriak Vando mencengkeram dagu Alana dengan kuat sehingga membuat Alana meringis.

" Lo berani sama gue ? Berani," bentak Vando.

Mata Alana sedikit memerah dia sangat takut sekarang. Namun lelaki-lelaki itu justru tertawa nakal.

" Diem lo semua," bentak Alana. Meski begitu kali ini air matanya mengalir saat ketiga lelaki itu juga mendekatinya. Dia sangat takut.

" Abis bentak-bentak kita dia nangis, Do," kata Raka.

" Jangan nangis, dong, Dedek Gemes."

" Mama, Bang Leon, Papa, Devan Kalian di mana Gue butuh kalian. Gue takut. " Entah mengapa nama Devan ikut dia sebut di dalam hatinya.

Vando mencondongkan badannya dan mengubah Posisinya menjadi berjongkok. Dia menyeka air mata Alana yang jatuh menetes.

" Jangan nangis Ada aku di sini," kata Vando.

" Tolong jelasin sama gue, maksud kalian apa ? Apa Salah gue sama kalian?”

" Kita cuma mau seneng-seneng, kok," ujar Vando.

" Gue serius," tegas Alana dengan suara Parau Air matanya sudah mengalir deras.

" Apa ada yang nyuruh kalian buat ngelakuin ini ke gue," Meski sekarang dia sangat takut dia tetap saja Penasaran.

" Nyuruh apa, sih, Sayang ? Emang aku yang mau kamu Alana," ujar Vando.

" Kamu terlalu sombong jadi adik kelas Makanya kita ajak main," lanjut Vando.

" Apa salah gue sama kalian ? Siapa yang nyuruh kalian," tanya Alana sambil berteriak. Vando menatap Alea tak tega. Dia menghela napas sejenak.

" Lo Cantik. Tapi, bego," ujarnya.

Alana menyipitkan matanya.

" Maksud lo apa,"

" Apa, ya?” Vando mendekatkan wajahnya Pada Alana.

" Jawab, berengsek!” tegas Alana.

Vando tertawa sinis.

" Mending berengsek ngaku berengsek Daripada Pura-pura baik, tapi tahunya berengsek sampah!” tegas Vando balik, membuat Alana tak mengerti.

" Munafik."

" Pencitraan,"

" Katanya, sih, most wanted, suka menang olimpiade kebanggaan sekolah."

Begitulah suara-suara dari mereka keempat lelaki itu. Alana semakin tak mengerti.

" Oh, iya, aku inget Yang anak organisasi itu, ya Tapi Organisasi apa, ya," Vando berpikir seolah tak tahu Padahal Alana tahu sebenarnya mereka orang suruhan.

" Oh, yang nyuruh kita seneng-seneng sama Alana Siapa yang mau nolak, orang cantik begini," lanjut Ivan.

" Kamu bener-bener bodoh, Alana. Makanya, aku kasih tahu. Tapi, organisasi apa, ya? Lupa," ledek Vando.

" Oh, organisasi,"

" Siswa Intra Sekolah?” Mereka semua tertawa Kecuali, Alana. Ucapan itu benar-benar membuat jantung Alana seolah berhenti berdetak. Dia terkejut bukan main.

" Bohong. Apa buktinya?”

" Ada, lah, buktinya. Tapi, nanti kita enggak dibayar. Laper, kan, belum makan,” ujar Raka.

Secara tidak langsung, mereka mengatakan jika ada seseorang yang menyuruh mereka untuk melakukan semua ini kepada Alana.

" Kalo kalian cuma mau uang, gue bayar lebih dari yang dia bayar,” ujar Alana membuat mata mereka berbinar.

" Masa, kamu masih enggak ngerti juga, sih, Sayang?” tanya Vando.

Alana sepertinya mengerti siapa yang dimaksud Van-do, tapi dia masih berpikir bahwa itu tak mungkin. Meski begitu dari kejadian awal yang dia ingat, memang semua bukti mengarah kepada dia.

" Siapa yang kalian maksud," bentak Alana.

" Perlu disebut namanya ? Kasihan, nanti malu.”

" Siapa yang lo maksud, Vando ? Siapa?!”

" Takut, dia sama temen-temennya jago berantem.”

Kata-katanya membuat hati Alana semakin teriris.

" Enggak. Enggak mungkin," Batin Alana berteriak.

" Siapa Orangnya," Alana benar-benar berteriak mencari kepastian. Air matanya terus mengalir.

" Kamu kenal orang ini, kan," tanya Vando sambil menunjukkan layar Ponselnya. Alana mencoba menatap layar Ponsel itu tapi Posisi tangannya masih terikat.

" Ob, bentar." Raka membukakan ikatan Pada tubuh Alana, membuat merasa cukup lega Dengan sikap seperti ini, kemungkinan besar mereka tidak akan berbuat apapun Pada Alana.

Alana mengambil Ponsel Vando. Di layar terputar sebuah video dengan seorang lelaki di dalamnya. Dari belakang, Alana sangat mengenali siapa Orang itu.

" Pokoknya, lo seneng-seneng aja sama cewek itu. Lo mau dia, kan ? Kemarin, gue cuma Pura-pura nolongin dia, biar dia enggak curiga sama gue Hari ini, gue bakal menghilang, biar dia enggak nyangka. Gue benci dia, gue benci Alana."

Tes. Air mata Alana perlahan kembali menetes membasahi Pipinya. Bukan, itu bukan Darren Sang Pelaku memang sangat mirip dengan Darren, tapi Darren tidak mungkin berpenampilan seperti Devan. Tidak mungkin Darren tidak Pernah memakai ikat Pinggang apalagi dasi. Baju saja jarang dimasukkan.

" itu Devan yang kemarin nolongin kamu, kan?” tanya Vando.

Alana sekarang benar-benar menangis. Apa kesalahannya kepada Devan ? Apa yang membuat Revo membencinya sampai begini Rasanya benar-benar sakit.

Berarti benar kata orang. Jika ada orang yang terlalu baik kepadamu, jangan langsung Percaya. Itulah yang menjadi Pemikiran Alana. Dia, toh, masih 16 tahun, masih terombang-ambing Pikiran dan Perasaannya.

" Gue balik, deh. Besok, uangnya gue transfer Makasih banyak.” Alana beranjak meninggalkan tempat itu.

" Mau aku anterin?” tanya Vando.

Alana hanya tersenyum lemah.

" Enggak usah, makasih,” jawabnya sebelum benar-benar Pergi dengan air mata yang terus mengalir,

Dia tak tahu di mana dia sekarang. Yang dia tahu, dia sangat kecewa kepada Devan Apakah dia salah memberikan Penilaian terhadap Devan ?

" Apa salah gue, Devan ? Apa ? Kenapa lo benci sama gue ? Pekik Alana dalam batinnya. Dia masih tak menyangka.

Tadinya Alana berpikir bahwa Devan seniornya yang sebenarnya memiliki hati yang baik. Yang membuat Alana melupakan masalahnya, yang membuatnya kesal, lalu tertawa yang selalu membuatnya bahagia bahkan di kala dia harusnya menangis. Alana kecewa saja jika Devan memiliki masalah dengannya, mengapa caranya harus begini ?

Alana sangat terpukul. Padahal, rasanya baru kemarin Devan bilang, " Enggak ada yang harus lo takutin selama lo sama gue, Alana."

Baru semalam, mereka bergurau tentang tantangan yang tak jelas. Baru semalam, dia mengucap ! I love you, walaupun hanya bercanda. Lalu, ini apa ?

Air matanya kembali menetes.

...•••••...

Daerah ini sangat sepi tapi Alana tak Peduli Sekarang dia hanya benar-benar kecewa kepada Devan

Kata-kata yang dia dengar di video tadi sangat melekat di memorinya.

" Gue benci dia gue benci Alana."

Terlihat sebuah motor yang tak asing di matanya.

" Satria itu Alana," Devan terkejut bukan main melihat Alana yang tengah menangis dan sendirian di tempat sesepi ini. Wilayah ini sangat jauh dari kawasan SMA Arwana

" Hah ? Alana mulu. Kangen, ya ? Baru enggak ketemu sehari," ledek Satria.

Devan menghela napas kesal. " Gue serius."

Satria membulatkan matanya ke arah gadis itu Benar yang dikatakan Devan itu Alana.

" I—iya, itu Alana." Dia mengegas motor milik Devan untuk menghampiri Alana.

Alana sendiri kembali berpikir keras. Dugaannya dan bukti yang ditunjukkan Vando sepertinya benar. Daerah ini sangat jauh dari sekolah, lalu untuk apa Devan ke sini ? Di dekat tempat dia disekap ? Untuk apa ?

Devan menatap Alana bingung sementara Alana menatap Devan tajam Penuh Pertanyaan Devan turun dari motornya.

" Kenapa lo di sini," tanyanya. Alana menatap Devan tajam.

" Kenapa lo enggak Pulang ? Di sini sepi Alana Kalo lo kenapa-kenapa gimana," tanya Devan lagi.

Alana tertawa sinis.

" Maksud lo apa," Pekiknya.

Devan bingung dan tak mengerti.

" Maksud lo apa, sih," Alana kembali bertanya dengan setengah berteriak.

" Maksud lo apa Devan ? Jawab!" Alana kini benar-benar berteriak lebih kencang dari yang tadi.

Devan melihat air mata Alana benar-benar mengalir deras.

" Jangan nangis." Dia mencoba menyeka air mata gadis itu tapi tangannya ditepis dengan kuat.

Alana kemudian menampar Devan dengan cukup kuat melampiaskan emosinya. Devan memegang Pipinya yang cukup sakit. Namun rasa sakit karena ditampar oleh Alana tidak sebanding dengan rasa Penasarannya.

Satria yang melihat itu Pun tidak mengerti apa yang terjadi.

" Lo kenapa, sih," desak Devan

Alana masih menangis tapi menatap Devan dengan tatapan yang sangat tajam.

" Gue kecewa sama lo, Devan." Suaranya mulai melemah.

Dia ingin segera Pergi tapi Devan menahan tubuh Alana meskipun Alana terus memukulnya dan memberinya Perlawanan.

Satria memberi kode kepada Devan untuk melepaskannya saja. Akhirnya Devan menurut gadis itu menatapnya tajam, lalu segera Pergi.

" Dia masih emosi," ujar Satria

" Tapi, dia kenapa," Devan menunjukkan raut wajah bingung.

" ini udah malem banget Satria Kasihan dia balik sendiri emang dia tahu daerah sini," tanyanya khawatir.

Tapi kemudian dia melihat Alana yang mencegat taksi dan naik ke taksi tersebut.

Devan menaiki motornya. " ikutin aja, Satria,"

" Hah "

" Ikutin " suruh Devan " Tapi jangan sampe ketahuan.”

Satria Pasrah. Dia mengikuti taksi Alana dengan Perlahan agar suara motornya tidak terdengar jelas.

Sekarang sudah Pukul 11.00 malam wajar saja Devan Jika khawatir. Mereka mengikuti Alana sampai ke depan rumahnya, setelah aman baru Devan dan Satria sembunyi.

Alana masuk ke rumahnya dengan lemas.

" Kenapa baru Pulang," tanya Cecill tegas.

Alana tak tahan untuk kembali menangis.

" Kamu kenapa," Nada bicara Cecill seketika berubah. Dia menghapus air mata Putrinya yang mengalir.

" Ma, Bang Leon udah tidur?” tanya Alana.

Cecill menggeleng. " Tadi, dia udah balik ke Bandung. Tadinya mau nunggu kamu Pulang tapi kamunya kemaleman, makanya dia duluan. Salam katanya," jawab Cecill.

" Kamu kenapa?”

" Hampir diculik, tadi sempat disandera.”

" Mama serius, kamu kenapa,"

" Emang muka Alana ini kayak orang bercanda, ya?” tanya Alana serius, dengan matanya yang sembap.

" Emang tadi enggak Pulang bareng Devan," tanya Cecill.

Mata Alana berkaca-kaca lagi. Dia menggeleng.

" Besok-besok, Mama suruh Devan anter-jemput kamu, ya ? Mama tenang kalo kamu sama dia. Kamu Pasti enggak akan kenapa-kenapa begini.”

Alana menggeleng seraya tersenyum miris.

" Enggak usah, Ma. Alana bisa sendiri. Alana ke kamar dulu, ya.” Alana memasuki kamarnya.

" Mama enggak tahu siapa Devan sebenarnya," Alana lalu menelungkupkan wajahnya di bantal kesayangannya.

Dia sudah merasa sangat mengantuk sekarang, tapi Perasaannya kini tengah tak bersahabat. Dia beranjak dari kasurnya, lalu membuka jendela kamarnya dan menatap bintang yang tengah berkelip indah di atas sana.

Terkadang aku berpikir, apakah boleh aku iri Pada langit ?

Langit memiliki mentari yang selalu bersinar terang untuknya.

Langit juga memiliki bulan yang menghangatkannya dengan sinar redup miliknya.

Langit juga memiliki bintang yang menghiasi gelapnya. Bintang juga tak pernah meninggalkan langit sekalipun tak ada yang bisa melihatnya di Pagi hari.

Bukan seperti dia, yang datang seakan menghangatkan, tetapi berujung menyesakkan.

" Bang Leon, kenapa lo harus Pulang ke Bandung sekarang, sih ? Gue nyesel enggak dengerin omongan lo, Bang. Gue kecewa sama Devan,"

Mungkin benar, jangan terlalu Percaya jika kamu tak ingin dikecewakan.

...••••••...

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

next Thor

2024-02-21

0

Anonymous

Anonymous

jangan lama-lama Thor updatenya aku tungguin

2024-02-21

0

Cinta

Cinta

next Thor

2024-02-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!