Air Terjun Horor

Zheya kini telah memasuki kawasan air terjun yang menurut rumor terkenal horor itu.

Tapi entah mengapa dirinya tidak merasakan gangguan apa-apa, selain dirinya yang merasakan lapar di perutnya karena belum makan.

Zheya pun tidak membuang-buang waktu lagi. Mengetahui saat ini ia berjalan tanpa hambatan dari makhluk-makhluk yang ada di tempat itu, ia langsung mengambil langkah seribu dan berusaha berlari secepat mungkin supaya bisa segera sampai di tempat yang ia tuju.

Tapi naas saat Zheya sedang fokus-fokusnya berlari, ujung rok miliknya tersangkut batang pohon yang ia lewati sehingga tubuhnya tertarik dan kehilangan keseimbangan.

BRUK

Zheya terjatuh, kakinya mengeluarkan darah karena terbesit bebatuan yang ada di tanah. Zheya merasakan kakinya sangat ngilu, ia pun bangkit dari hamparan tanah itu dan duduk di salah satu batu yang lumayan besar.

Zheya menutup lukanya dengan daun-daunan yang dibalut dengan selembar kain yang ia bawa dan ia simpan bersama pakaiannya.

Namun, darah di kaki Zheya yang sedang duduk di atas batu itu pun tak sengaja jatuh dan mengenai batu itu.

Tanpa ia ketahui ternyata batu besar itu bukan batu biasa. Setelah terkena darah Zheya, batu itu bereaksi. Batu itu sedikit bergetar serta mengeluarkan suara gemuruh.

Zheya yang menyadari hal itu pun merasa sangat panik dan ketakutan. Ia pikir itu adalah para makhluk penunggu air terjun itu yang ingin mengganggu atau pun menjahili dirinya.

Apalagi Zheya melihat saat ini kakinya sedang terluka, pastinya ia sudah tak bisa lari secepat tadi lagi.

Zheya memejamkan matanya, berusaha untuk tidak melihat apa pun yang terjadi di sekitarnya saat ini. Ia tidak mau melihat para makhluk aneh dan menyeramkan penghuni air terjun itu.

Tetapi semua dugaannya itu salah. Batu itu memang bisa berbicara, bahkan batu itu baru saja menyapanya.

Seolah batu itu mengetahui apa yang sedang ada di pikirannya batu itu berkata, "Hai anak muda, apa yang sedang kau pikirkan, aku bukanlah penganggu ataupun penunggu sungai yang ingin mengganggu, seperti yang kau pikirkan itu."

Zheya pun tersentak kaget, tersadar dari diamnya dan membuka mata yang tadinya ia pejamkan. Rupanya batu besar itu bisa menerka apa yang sedang memenuhi pikirannya.

"Apakah kau berasal dari negeri bawah? Dan apakah benar kau hanyalah manusia biasa? Tetapi aku merasakan ada hal yang sedikit berbeda darimu," tanya batu itu curiga, batu itu mengintimidasinya.

Batu itu merasa sedikit aneh dengan darah dan aura Zheya yang tidak seperti manusia pada umumnya. Padahal, batu itu juga mengetahui bahwa Zheya bukan berasal dari alam atau pun dunia yang sama dengannya.

Jadi sudah bisa dipastikan bahwa Zheya sama sekali bukan seorang Dewi atau pun anak para dewa, batu itu terheran-heran.

Zheya sendiri pun juga bingung. Hidupnya selalu diteror makhluk-makhluk tidak jelas yang entah datang darimana dan sedang mengincar apa dari dirinya.

"Aku memang berasal dari dunia bawah. Aku sedang ingin menuju ke paviliun keluarga Dewa Teshi yang berada tak jauh dari sini. Tetapi kalau soal apa yang terjadi dengan diriku aku juga tidak tahu, maka aku tak bisa menjawabnya," jawab Zheya jujur.

"Kau tidak berbohong kan? Untuk apa kau pergi ke paviliun keluarga Dewa Teshi?" tanya batu itu lagi.

"Ya, tapi terserah kau kalau tak ingin percaya. Aku juga tidak memaksa," balas Zheya singkat dan padat.

"Kau belum menjawab satu pertanyaanku lagi, untuk apa kau kesana?" tanya batu besar itu dengan nada yang sedikit memaksa.

"Mencari penawar racun," balas Zheya sambil melihat batu itu malas.

"Apakah kau tidak tahu semengerikan apa keluarga Dewa Teshi, dewa air itu?."

"Mengerikan seperti apa yang kau maksud?" Tanya Zheya yang sedikit tak peduli dengan hal itu.

"Sepertinya kau memang benar-benar konyol. Kau pergi ke dunia lain yang bukan tempatmu, tetapi kau tidak memiliki pengetahuan dan persiapan apa-apa. Bahkan bakat kultivasi pun kau tak punya," ejek batu itu kepadanya.

Zheya sedikit merasa tersinggung karena ucapan batu itu. Tetapi jika dirinya berintrospeksi dan melihat dirinya sendiri dengan baik, memang benar yang dikatakan batu itu.

Zheya juga merasa dirinya terlalu naif dan tidak sadar diri. Ia hanya mengandalkan keberuntungan yang selalu datang padanya dan memanfaatkannya sebagai pelindung serangan-serangan energi atau pun makhluk jahat.

Zheya tidak mau belajar kultivasi untuk melindungi dirinya sendiri. Padahal ia tahu dalam hidupnya ini, ia selalu menjadi target dan sasaran teror dari semua makhluk-makhluk aneh.

Perkataan batu besar itu menyadarkannya, tetapi ia tak tahu harus berbuat apa dan harus dari mana. Ia merasa sudah terlambat untuk baru memulainya sekarang.

"Tidak apa-apa jika kau hanya terlambat, karena kau masih bisa menyusulnya. Daripada kau menyadari bahwa dirimu sudah terlambat tetapi kau tidak melakukan apa-apa untuk mengubah itu semua," ucap batu itu menasihatinya.

"Baiklah, tetapi aku tidak bisa sekarang. Mungkin nanti, saat aku sudah kembali ke duniaku lagi baru aku bisa memulainya."

"Saat ini aku harus segera melanjutkan perjalananku mencari paviliun keluarga itu untuk mendapatkan penawar racunnya. Aku pamit, sampai jumpa."

"Tunggu!" panggil batu besar itu berhasil menghentikan langkah kaki Zheya yang hampir saja ingin berlari.

"Ada apa lagi?" Zheya berbalik dan terpaksa menghampiri batu itu lagi.

"Ini, aku ada sesuatu untukmu. Kuharap benda ini dapat membantumu," batu itu memberikan sebuah cincin ajaib, yang secara tiba-tiba muncul di atas permukaan batu itu.

"Cincin itu bisa membuatmu menghilang dan tak terlihat oleh siapapun meskipun itu adalah seorang dewa sekalipun, kau bisa memutar dan membuatnya terbalik dari posisi awalnya jika kau ingin menghilang."

Zheya menerima itu dan memakai cincin itu di jari manisnya, "Terimakasih banyak, teman batu," Tutur Zheya.

"Maaf, aku lupa memberitahu namaku. Panggil saja aku Arlan."

"Dan kau sudah bisa pergi sekarang. Dan ingat, gunakan cincin itu baik-baik terutama pada saat kau sedang terdesak dan jangan membuat kekacauan."

"Aku akan mengutukmu menjadi batu sepertiku jika kau berani macam-macam dengan cincin itu," Ancam Arlan, batu besar yang bisa berbicara itu.

"Baiklah terimakasih Arlan, aku akan mengingat dengan baik semua pesanmu dan aku tidak akan macam-macam."

"Kalau begitu aku pergi dulu, Arlan."

Zheya meninggalkan kawasan air terjun itu dan melanjutkan perjalanan berikutnya yaitu melewati sebuah lembah.

Lembah ini terlihat indah dan rumput-rumputnya hijau. Tetapi walaupun lembah ini sangat sepi dan jarang dilewati orang, ada satu ciri khas tersendiri dari lembah ini yang membuatnya sangat berbeda dari lembah lain.

Di salah satu tepi lembah itu terdapat sebuah kubangan kecil berisi lahar kehijauan yang terlihat sedikit mengkilat. Zheya yang tak mengetahui itu apa, hanya mengabaikannya dan kembali melanjutkan perjalanannya yang tinggal selangkah lagi.

Setelah sekian lama Zheya berjalan melewati air terjun dan lembah luas yang tak berpenghuni itu. Akhirnya, kini ia sampai di belakang hutan obat terlarang itu. Sekarang ia hanya perlu mencari paviliun yang ditinggali oleh keluarga Dewa itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!