Perjalanan Mencari Paviliun Keluarga

Kakek tua itu diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan pemuda itu. Ia nampak sedang berfikir dan mengingat-ingat jalan lain menuju belakang hutan obat itu, yang kini telah menjadi hutan terlarang.

"Sepertinya ada, tetapi kau harus memasukinya dari wilayah Kekaisaran Liyue bukan melalui Kekaisaran Giyu," tutur kakek tua itu.

"Baiklah, terimakasih banyak kek, aku akan segera ke sana esok hari," Zheya sangat berterimakasih dan tersenyum pada kakek tua itu.

"Aku harus segera pergi, ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan, aku harap kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti," pamitnya lalu langsung meninggalkan tempat itu.

Baru saja ia berjalan beberapa langkah untuk meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia lupa menanyakan nama mereka, kakek dan pemuda tadi.

Zheya membalikan badannya, memutar langkahnya ke bekalang, ingin melihat dan menghampiri dua orang itu.

Namun saat Zheya berbalik, nyatanya ia tak menemukan kedua orang itu di sana. Meja tempat mereka berbincang tadi pun sudah kosong, tiada siapa pun. Rupanya mereka berdua juga sudah pergi dari tempat itu.

"Astaga tuhan, aku telah melupakan sesuatu yang sangat penting. Mengapa aku tak menanyakan namanya terlebih dahulu, atau pun letak tempat tinggalnya. Mengapa aku pergi begitu saja," gerutu Zheya di dalam hati, kesal dengan dirinya sendiri yang sudah terburu-buru untuk pergi.

"Ah yasudahlah, sudah terjadi juga, sekarang menyesal pun sudah tak berguna," gumam Zheya memelas.

Zheya merasakan bahwa dirinya tiba-tiba diserang rasa kantuk yang hebat. Ia juga pergi meninggalkan warung makan itu dan bergegas kembali ke penginapan untuk segera beristirahat, serta memulihkan kembali energinya yang terkuras seharian ini.

Sesampainya di penginapan

Saat ia hendak bersiap untuk tidur dan memejamkan matanya, Zheya kembali teringat tentang kakek dan pemuda yang gak sengaja bertemu dengannya di warung makan itu.

Dari awal sejak Zheya melihat kedua orang itu, Zheya merasa sedikit aneh. Pakaian yang mereka pakai sedikit berbeda dengan pakaian biasanya digunakan warga atau pun penduduk sekitar. Wajah mereka juga terlihat sangat asing di matanya.

Mereka memakai pakaian yang dirajut, dengan corak-corak aneh berwarna jingga gelap. Kalau dilihat dari motif pakaiannya, sepertinya kakek dan pemuda itu merupakan salah satu anggota sebuah perkumpulan.

Dan aura kedua orang itu, benar-benar tidak seperti aura manusia biasanya. Apakah mereka merupakan salah satu seorang dewa, ataukah makhluk yang datang dari alam lain sama seperti dirinya.

Zheya merasakan sepertinya kepalanya sebentar lagi akan meledak. ia merasa muak dengan hidupnya yang selalu dipenuhi banyak misteri dan beribu teka-teki yang selalu memusingkan dan membingungkannya.

Zheya pun memutuskan untuk tidur saja dan berhenti memikirkan itu semua. Ia tidak boleh membuang-buang energinya lagi yang saat ini sudah hampir habis.

Zheya berfikir lebih baik saat ini dia segera tidur dan memulihkan energinya, daripada hanya memikirkan hal yang tidak jelas dan tidak ada habisnya.

Ia harus mempersiapkan dirinya besok, karena ia akan langsung pergi ke paviliun keluarga Dewa pemilik ular merah itu untuk mencari penawar dan alternatif lain dari racun itu.

Keesokan paginya

Zheya merasakan ada cahaya yang menilisik masuk lewat ventilasi kamar yang ditempatinya. Cahaya itu adalah cahaya matahari yang sudah terbit, menandakan bahwa hari sudah mulai pagi.

"Ah rupanya sudah pagi." Zheya membuka gorden yang menutupi kedua jendela di sisi kasurnya.

Zheya langsung bangkit dari kasur dan pergi ke kamar mandi untuk segera membersihkan diri dan bersiap untuk kepergiannya pagi ini.

Ia membawa satu kantong besar untuk menyimpan pakaian, koin emas dan barang-barang yang kemungkinan akan diperlukan, seperti lilin dan korek api untuk penerangan pada malam hari serta beberapa barang lainnya.

Setelah semuanya siap Zheya pun langsung pergi tanpa mempertimbangkan apa-apa lagi, karena semalam ia sudah memikirkan tentang keputusannya ini matang-matang.

Zheya tahu mungkin perjalanan kali ini akan sedikit berbahaya dan berkemungkinan juga untuk melukai dirinya. Tetapi semua ini demi Miangji, sepupu yang sangat disayanginya.

Apalagi mengingat saat ini, Zheya bukan lagi berhadapan dengan manusia biasa seperti di dunianya, melainkan para dewa dan dewi yang kebanyakan bersifat sombong, keras kepala dan tidak ingin tersaingi.

Kedepannya, pasti Zheya harus menyiapkan mental dan kesabaran cadangan untuk menghadapi para dewa dewi yang ada di dunia ini.

Jadi, jika suatu saat ia sudah tak bisa menahan kesabarannya lagi ia tetap tak perlu khawatir karena masih mempunyai stok cadangan.

Zheya memulai perjalanan yang menurutnya sangat menantang itu. Ia pergi dari penginapan itu menuju wilayah perbatasan Kekaisaran Giyu dengan Kekaisaran Liyue.

Zheya telah sampai di wilayah perbatasan itu. Ia melihat banyak orang keluar masuk dari gerbang besar yang dijaga oleh banyak prajurit.

Dinding perbatasan itu sangat tinggi dan kokoh. Di tengah-tengahnya ada gerbang besar yang merupakan sebuah pertanda bahwa wilayah itu adalah perbatasan wilayah antar kekaisaran.

Zheya memperhatikan orang-orang yang masuk atau pun keluar dari gerbang itu. Mereka harus menununjukkan token yang mereka punya sebagai paspor untuk bisa masuk ke sana.

Zheya memikirkan cara agar bisa masuk ke wilayah perbatasan itu tanpa menunjukkan token seperti orang-orang yang lain, karena ia tidak mempunyainya.

Beberapa saat kemudian setelah Zheya termenung lama sambil memperhatikan keramaian itu, tiba-tiba sebuah ide genius muncul di pikirannya.

Zheya melihat ada serombongan orang yang membawa banyak barang-barang. Kemungkinan rombongan itu adalah para pedagang yang ingin menjual barang dagangannya ke pasar.

Zheya pun membuntuti mereka dan melakukan penyamaran, berpura-pura menjadi salah satu dari mereka.

Lalu, Zheya ikut masuk bersama rombongan para pedagang luar yang ingin menjual barang dagangannya ke pasar yang berada di dalam Kekaisaran Liyue.

Zheya pun merasa lega karena para pedagang itu tidak menyadari kalau dirinya sedang menyamar dan membuntuti mereka masuk ke Kekaisaran Liyue.

Setelah ikut berjalan bersama mereka cukup jauh dan dirasa cukup aman dari para prajurit perbatasan itu, Zheya secara perlahan memisahkan diri dari rombongan itu dan kembali melanjutkan perjalanan utamanya.

"Syukurlah, mereka tidak menyadari kehadiranku di tengah-tengah mereka."

"Aku harus segera menemukan paviliun keluarga Dewa itu."

Zheya pun membuka peta yang tadi dibelinya saat ia masih berada di Kekaisaran Giyu. Peta ini termasuk peta lama yang penggambaran denahnya masih sangat lengkap, dengan adanya peta ini ia merasa sangat terbantu.

Zheya melihat peta itu dengan teliti, berusaha mencari jalan menuju bagian belakang hutan obat terlarang itu dari Kekaisaran Liyue.

Karena hanya hutan itulah satu-satunya petunjuk yang bisa dijadikan patokan untuk menemukan paviliun keluarga Dewa Teshi yang tidak tertulis di peta.

Setelah sekian lama matanya bergerak ke sana ke sini, akhirnya Zheya pun menemukan titik itu. Tetapi menurut denah peta yang ia lihat, jalan dari tempat ini menuju belakang hutan itu harus melewati sebuah air terjun.

Menurut rumor warga sekitar yang sering melewati air terjun tersebut, mereka selalu diganggu dan dijahili oleh para penunggu air terjun itu.

Baru memikirkannya saja sudah membuat Zheya bergidik ngeri, apalagi datang dan melewati air terjun itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!