Alisha sudah siap dengan dress putih bergambar bunga daisy kuning berukuran kecil. Rambutnya ia kepang satu dihiasi pita berwarna senada dengan dress yang ia pakai. Tak lupa ia memoles sedikit wajahnya. Sederhana namun elegan.
Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil kotak makan tingkat yang tadi sudah disiapkan. Lalu memasuki mobil yang sudah siap.
Beberapa menit menempuh perjalanan, Alisha sudah sampai. Segera ia menelpon suaminya. Alisha terlalu malas menghampiri karyawan di sana untuk menanyakan keberadaan Ansel.
"Cepat. Aku sudah di depan," ucapnya setelah telepon tersambung.
"Tunggu sebentar. Aku turun ke sana," sahut Ansel.
Alisha tak mematikan ponselnya, ia duduk di sebuah kursi yang ada di sana sambil melihat-lihat sekitar.
"Permisi, Nona... Ada yang bisa saya bantu?" Seorang wanita bernama Jesy menghampiri Alisha dengan senyum mengembang.
Alisha segera berdiri dan membalas senyuman itu. Kalau diam saja nanti dikira sombong.
"Saya ingin bertemu dengan suami saya," jawab Alisha.
"Mari, saya antar ke ruangan pak Ansel," ucap Jesy. Ia mempersilakan Alisha agar masuk.
Detik itu juga Ansel datang menghampiri dengan sedikit berlari.
"Ayo," ucapnya sambil merangkul mesra pinggang Alisha.
Jesy terdiam melihat tingkah bosnya. Baru kali ini ia melihat Ansel bertingkah seperti itu. Karena selama ini Ansel adalah pria cuek, jadi agak aneh jika ia melihat Ansel seperti sekarang ini.
Alisha menatap tak enak pada Jesy. Tangannya berusaha melepaskan tangan Ansel dari pinggangnya.
"Kembali bekerja," titah Ansel pada Jesy.
Segera Jesy mengangguk dan pergi setelah berpamitan pada bosnya.
Kedua pasutri itu berjalan beriringan menuju ruangan Ansel. Banyak karyawan yang memperhatikan mereka diam-diam. Karena saking serasinya mereka berdua, membuat beberapa orang berdecak kagum. Cantik dan tampan.
Veronica menatap heran ke arah keduanya. Siapa wanita yang bersama Ansel? Pikirnya. Karena Veronica baru beberapa hari tiba di negara ini, jadi ia tertinggal kabar tentang pernikahan Ansel.
"Lain kali langsung masuk ke ruanganku saja," ucap Ansel saat mereka sudah sampai di ruangannya dan langsung duduk di sofa, diikuti Alisha.
"Tidak sopan," sahut Alisha.
"Kau istriku. Ingin keluar masuk ruanganku juga tidak apa-apa. Tidak akan ada yang berani melarang mu," ujar Ansel.
"Tetap saja tidak sopan," ujar Alisha. Ia mulai membuka kotak makan empat tingkat yang ia bawa.
"Kalau aku ingin ke sini, aku akan mengabari mu," lanjutnya.
"Terserah. Kau memang keras kepala," sahut Ansel dan mulai memakan makan siangnya dengan lahap. Padahal Alisha hanya membawa nuget ayam dan ayam kecap yang dagingnya sudah dipotong kecil-kecil. Sedangkan dua kotak lainnya berisi nasi dan salad buah.
"Buka mulutmu." Ansel menyodorkan satu sendok nasi berisi ayam ke depan mulut Alisha.
Alisha hanya menurut dan mulai mengunyah makanannya. Ia bergumam merasakan masakannya yang cukup enak. Pantas saja Ansel sangat lahap makannya. Tanpa sadar sudut bibirnya tertarik sedikit ketika melihat pipi Ansel mengembung penuh makanan.
"Pelan-pelan." Alisha menuangkan air ke dalam gelas yang sudah tersedia di sana.
"Kau pasti senang karena masakan mu habis ku makan," ucap Ansel setelah meminum air. Lalu kembali menyuapkan makanannya.
Kedua alis Alisha terangkat, "Tentu. Secara tidak langsung kau mengakui bahwa masakan ku enak," ucapnya dengan bangga.
Ansel mendengus disela kunyahan nya, bahkan bibirnya tersenyum miring. "Kau sangat percaya diri rupanya," ucapnya.
"Tapi, ini lumayan." Ansel menunjuk makanan yang dimasak Alisha.
"Lumayan?" Kening Alisha mengerut tak suka. "Bahkan pipimu mengembung saat memakan masakan ku!" ucapnya lagi.
"Memang itu kenyataannya," sahut Ansel acuh. "Cukup. Tidak boleh berdebat di depan makanan."
Alisha mencebikkan bibirnya. Ia mencibir dalam hati.
"Buka mulutmu," titah Ansel. Lagi-lagi ia menyuapi Alisha dengan telaten. Perbedaan badan keduanya membuat mereka terlihat seperti kakak yang sedang menyuapi adiknya.
Alisha meminum air sebagai penutup. Ansel menutup dan kembali menyusun kotak makan itu, tapi menyisakan kotak yang berisi buah, kotak yang kosong ia masukkan ke dalam paper bag yang tadi dibawa Alisha. Meja di depan mereka sudah bersih dan rapi.
"Kau juga butuh asupan buah." Lagi-lagi Ansel menyuapi Alisha buah pepaya. Tanpa menolak Alisha membuka mulutnya menerima suapan dari Ansel.
"Kau tetap di sini saja. Temani aku sampai selesai," ujar Ansel.
"Yaa," jawab Alisha. Lagi pula, jika di rumah ia tidak ada kegiatan apapun selain menonton film.
"Itu apa?" Alisha menunjuk sebuah pintu yang ada di sana. Entah apa yang ada di dalamnya.
"Buka saja jika kau penasaran," jawab Ansel. Alisha pun langsung berjalan menghampiri pintu berwarna putih itu dan membukanya pelan.
Ternyata itu kamar. Pasti Ansel tidur di sini jika tidak pulang, pikirnya.
Ada juga kamar mandi kecil tanpa bathub. Alisha keluar dari kamar mandi itu lalu duduk di pinggir ranjang sambil menatap sekelilingnya. Ada lemari dua pintu, nakas, dan juga kulkas satu pintu berukuran sedang. Karena penasaran, Alisha membuka kulkas itu.
"Dia memakan semua ini?" gumam Alisha bertanya-tanya. Pasalnya kulkas itu penuh snack dan minuman.
"Ambil saja jika kau mau," celetuk Ansel kembali mengagetkan Alisha.
Matanya langsung melirik sinis suaminya, "Bisakah ketuk pintunya dulu?!" kesalnya.
"Kenapa? Ini kamar ku, kan?" Ansel mengambil satu minuman soda.
Alisha menutup pintu kulkas yang sedari tadi ia pegang. "Tapi, kau mengagetkanku!" ucapnya.
"Kau saja yang suka kaget." Ansel berjalan keluar dan langsung dibuntuti Alisha.
"Ambillah. Dari pada kau bosan menungguku, mainkan tablet ini. Urus Pou mu itu," ucap Ansel. Tangannya menyodorkan tablet yang pernah dimainkan Alisha waktu lalu.
Dengan mata berbinar Alisha langsung menerimanya dan berjalan duduk di sofa tadi.
Ansel mendengus geli melihatnya.
Seperti anak kecil saja! Batinnya.
****
Tiga jam berlalu. Mata Alisha sudah sangat sayu. Mungkin karena lelah memainkan Pou dan juga gara-gara mengantuk. Ia melirik Ansel yang masih betah dengan komputernya. Kacamata anti radiasi juga bertengger manis di hidung mancungnya.
Alisha menguap kecil, ia meletakkan tablet itu di atas meja dan merebahkan tubuhnya di atas sofa. Tidak sampai satu menit, ia sudah terlelap. Bahkan mulutnya sedikit terbuka. Mungkin kelelahan, terlalu lama memainkan tablet, jadi Alisha sangat ngantuk.
Merasa tidak mendengar suara-suara dari game yang Alisha mainkan, Ansel menoleh mendapati sang istri sudah terlelap begitu nyenyak. Ia beranjak dari duduknya dan menghampiri Alisha.
"Dia benar-benar kucing kecil yang sok pemberani," gumamnya sambil menatap wajah polos Alisha.
Ansel segera menggendong Alisha dan membawanya ke kamar agar lebih nyaman.
"Apakah berat badannya hanya satu kilo? Jika ku tendang, dia pasti langsung melayang seperti daun kering." Ansel bergumam lagi. Ia terheran-heran dengan istrinya ini.
Dalam hatinya Ansel bertekad untuk membuat berat badan Alisha seperti beras satu karung atau lebih.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Alfiyah Hasna
dapat suami baik,tp knp sifat nya ketus Mulu ke suami.aturan bersukur udh dpt suami baik dan terlantar di jalanan
2024-11-04
1
Dev
harusnya Alisha gk perlu ketus k Ansel, Krn secara gk langsung Ansel udh nolong dia biar gk luntang-lantung di jalan dan udh bisa menerima pernikahannya..
2024-07-05
0
레이디핏
😅😂😂😂😂
2024-06-10
0