"Rias dia secantik mungkin. Dan berikan salep yang bisa menghilangkan memarnya," ucap Michael (Asisten Ansel).
Alisha hanya diam sambil menatap cermin di depannya. Ansel memanggil perias terbaik yang ada di kota itu untuk merias Alisha agar enak dipandang.
"Baik, Tuan..." jawab Clara (Si perias).
Michael keluar dari kamar tamu yang menjadi tempat untuk merias Alisha.
Beberapa menit kemudian...
Alisha menatap wajahnya sendiri di cermin. Ia tak menyangka bahwa dirinya bisa menjadi gadis cantik seperti ini. Tak henti-hentinya ia tersenyum saat menatap wajahnya sendiri. Alisha memang tak pernah di dandani. Jangankan berdandan, punya alatnya saja tidak. Bahkan lipstik sekalipun.
"Mari, Nona. Tuan sudah menunggu," ucap Michael yang berdiri di belakang Alisha.
Alisha mengikuti langkah Michael dalam diam.
Menurut Alisha, Ansel bukanlah pria dingin ataupun cuek. Memang benar, Ansel adalah pria yang begitu mempesona, namun, jika ada yang bilang Ansel adalah pria yang cuek, Alisha akan menentangnya.
Tapi, jika berada di dalam mobil sambil duduk bersandingan seperti sekarang, Alisha tak berkutik ketika Ansel terus menatapnya tanpa mengatakan apapun. Ia bahkan berpikir kalau riasannya terlalu menor. Alisha mendadak khawatir. Setelah mengumpulkan keberanian, Alisha berusaha mencari topik pembicaraan.
"Umm... Tuan, kita akan ke mana?" tanyanya.
Ansel mendengus, ia menatap ke depan, "Setelah hampir 15 menit kita berada di dalam mobil, kau baru bertanya kita akan ke mana? Konyol!"
Alisha menunduk, "M-maaf... A-aku..."
"Jangan berbicara padaku kalau cara bicaramu gagap seperti itu. Aku tidak ingin memiliki istri gagap," ketus Ansel.
Ia merasa risih saat mendengarkan Alisha berbicara seperti gagap. Meskipun ia tau bahwa gadis itu sedang gugup, tetap saja ia risih. Ahh, Ansel juga baru menyadari, jika bersama Alisha, ia akan banyak bicara seperti ini. Kalau bukan karena hendak dijodohkan, Ansel tidak ingin repot-repot seperti sekarang ini.
"Kita akan menuju ke kediaman keluargaku. Bersikaplah yang sopan. Jangan berbicara jika tidak ditanya. Dan mulai sekarang, jangan tundukkan kepalamu seperti itu. Paham? " ucap Ansel ketika mereka sudah hampir sampai.
"Ahh, satu lagi. Sudah ku bilang, jangan memanggilku dengan sebutan seperti itu. Aku bukan Tuan mu!" Ansel memijat pelipisnya.
Alisha mengangguk patuh, "Baik." Matanya menatap ke depan, tak lagi menunduk.
Ternyata, perjalanan dari mansion Ansel menuju mansion keluarga Xander, lumayan jauh, sekitar satu jam.
"Berjalanlah di sampingku," titah Ansel. Alisha segera berdiri di samping pria itu.
Melihat Alisha sudah berdiri di sampingnya, Ansel segera menggenggam tangan mungil Alisha, lalu berjalan memasuki mansion milik keluarganya.
Ansel memang memisahkan diri. Ia sengaja membeli mansion untuk dirinya sendiri. Sedangkan keluarga besar, tinggal satu atap di mansion utama.
Kalau tidak ingat dengan perkataan Ansel tadi, Alisha pasti sudah menganga lebar ketika melihat kemewahan mansion milik keluarganya Xander yang berkali-kali lipat lebih mewah dari mansion keluarganya sendiri.
"Maira, lihat anakmu yang nakal itu. Sudah berani menculik anak gadis orang demi menghindari perjodohan," celetuk Jacob (Kakek Ansel).
Ansel tetap berjalan dengan tenang. Ia mengajak Alisha duduk di sofa yang muat dua orang. Seluruh keluarga sudah berkumpul di sana. Ada Kakek, kedua orang tua Ansel serta paman dan bibinya. Alisha tidak tau ke mana para sepupu Ansel.
Alisha agak canggung berada di antara keluarga terpandang itu. Namun, Alisha tetap terlihat tenang, berbeda dengan jantungnya yang berdegup kencang karena gugup. Tangannya sedikit meremas tangan besar Ansel.
"Gadis mana yang kamu bawa ini, Ansel?" tanya Pieter (Ayah Ansel).
"Jangan bilang, kamu mengambilnya dari club? Yang benar saja! Keluarga kita adalah keluarga terpandang. Mana mungkin kami membiarkan kamu menikahi gadis pela'cur?" celetuk Gina (Bibi Ansel). Wanita itu sangat suka julid, apalagi dengan orang yang berada di bawah derajatnya.
Ansel hanya memasang wajah datarnya. Sedangkan Alisha sendiri sudah mulai panas dingin.
"Dia adalah gadis yang akan ku nikahi," kata Ansel.
"Kamu yakin?" tanya Maira (Ibu Ansel). "Gadis mana yang kamu bawa? Apakah asal-usulnya jelas?"
"Bukankah kalian sendiri yang menyuruhku untuk segera menikah? Kenapa harus mempermasalahkan asal-usulnya? Selagi dia adalah gadis yang ku cintai, aku tidak keberatan. Sekalipun dia punya asal-usul yang tidak jelas," ucap Ansel.
"Ini permintaan kalian. Jangan membuatku kesal," lanjutnya.
Keluarga Ansel langsung terdiam. Sadar akan kecanggungan, Kakek Jacob langsung angkat bicara.
"Baiklah kalau begitu. Aku tidak masalah. Mari bicarakan tanggal pernikahan kalian. Lebih cepat lebih baik. Aku juga tak sabar untuk menimang cicit," ucap Kakek Jacob, lalu tertawa di akhir kalimatnya.
"Tapi, Ayah–"
"Cukup, Gina. Kau dengar tadi? Jangan membuat cucuku kesal." Kakek Jacob menyela ucapan menantunya.
Kakek Jacob menatap cucunya, "Aku sempat menemui pendeta beberapa hari lalu, katanya, Minggu depan adalah hari yang bagus. Sebab itulah, aku ingin, kalian menikah pada hari itu. Aku juga sudah menghubungi pihak hotel yang akan kita sewa untuk pernikahanmu."
Pieter mengerutkan keningnya, "Ayah sudah mempersiapkannya sematang itu? Kenapa kami tidak ada yang tau?" tanyanya. Inilah sifat Ayahnya yang tidak ia sukai, beliau suka bertindak terlebih dahulu sebelum mendiskusikan.
Kakek Jacob menatap anaknya dengan angkuh, "Memangnya kenapa? Kau meragukan ku, heh? Kalau berdiskusi dengan kalian, aku tidak yakin semuanya akan sesuai ekspektasi," ucapnya.
Memang benar. Kalau segala berdiskusi dengan anak mantunya, Kakek Jacob akan dibuat pusing dengan permintaan mereka. Pasti hasil akhirnya ada yang setuju dan tidak setuju.
Ansel mengangguk, "Baiklah. Aku setuju."
Alisha langsung menatap Ansel. Kenapa pria itu langsung menerimanya? Alisha yang sedari tadi diam menyimak pun, langsung angkat suara.
"Umm... Apakah, pernikahannya bisa diselenggarakan secara privat?" tanya Alisha hati-hati.
Ia berkata seperti itu, karena pernikahan ini pasti akan sangat ramai. Terlebih Ansel adalah pria yang populer dikalangan masyarakat. Pasti tak sedikit wartawan yang berdatangan. Dan pasti keluarganya juga menghadirinya, karena perusahaan keluarganya masih terikat kontrak dengan perusahaan keluarga Ansel.
"Tidak bisa! Kau hanya orang asing di sini. Jangan mengatur-ngatur. Mana mungkin pernikahan–"
"Cukup, Gina! Sudah ku bilang, kau diam saja!" kesal Kakek Jacob. Menantunya yang satu itu sangat keras kepala.
Gina menghela nafas. Mulutnya tak tahan ingin mencaci. Alisha adalah gadis aneh yang tak tahu asal-usulnya dari mana. Cantik sih, tapi menurutnya, ada yang lebih layak dibandingkan Alisha untuk menjadi istri Ansel.
"Maaf, nak, aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Kau tau sendiri bagaimana keluarga ini, kan? Jadi, ya, begitulah," ucap Kakek Jacob pada Alisha.
Alisha terdiam, ia mengangguk paham, "Maaf..." ucapnya.
"Tidak apa-apa, kau berhak berpendapat," ujar Kakek Jacob menenangkan.
Kakek Jacob beralih menatap Ansel yang sedari tadi hanya diam, "Mulai besok, pilih gaun untuk calon istrimu. Jangan menunda-nunda. Tinggalkan semua kesibukan mu itu," ucapnya dengan tegas.
Ansel hanya mengangguk. Ia melirik Alisha yang terdiam. Ia tau, Alisha pasti masih terkejut dengan apa yang terjadi. Tapi, Ansel tidak ambil pusing, lagi pula mereka sama-sama untung di sini. Alisha yang mendapatkan tempat tinggal gratis dan dia yang tidak jadi dijodohkan. Impas, bukan?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
George Lovink
Anda baru pertama nulis novel...nggak usah Jacob ( Ayah Ansel ) tulis saja biasa.Jacob ayahnya Ansel...gitu aja kan gampang kenapa mesti di pakai kurung segala.Kayak gimana dalam menulis ...tapi cerita kayaknya oke nie 👍
2024-10-05
5
Pangkalanbun 2024
untung kakek nya baik
2024-06-18
0
Pangkalanbun 2024
mesti g jauh dr perjodohan ckckck
2024-06-18
0