Berasa sedang menonton film Beauty And The Best, Bolas menatap kepergian dua manusia beda kasta juga beda rupa di depannya. Bolas kepo tingkat dewa. Walau kepulangannya sudah di nanti anak dan istri. Tapi tetap saja ia mengikuti kemana pasangan itu berhenti.
Namun keduanya belum keluar area Rumah sakit itu, laju motor yang di kendarai Aydan di hadang oleh satpam di depan. Portalnya tidak di naikkan, sepertinya mereka sedang di interogasi.
“Maaf mas, mau kemana?” tanya Satpam dengan sopan.
“Kepasar.” Jawab Aydan sambil membuka maskernya, supaya jelas suaranya.
“Pasar itu jauh dari sini. Mbaknya ikut?” tanya satpam itu lagi.
“Iya pak, kenapa?” tanya Aydan heran.
“Mending saya stop di sini ketimbang di stop di jalanan nanti.” Ujar Satpam itu lagi.
“Kenapa Pak?” Alluna ikut bertanya.
“Maaf mbak, pakai helm saya saja. Asal kalian berdua pergi untuk kembali.” Uwoooow, baek sekali satpam ini.
“Ya ampuuun, sampai lupa kalo Non, gak pake helm. Makasih udeh ngingetin ye pak.” Aydan baru sadar sudah bawa gadis tapi gak lengkap atribut ketertiban.
“Makasih ya pak.” Timpal Alluna menerima helm dari pak satpam.
Keduanya pun boleh melanjutkan perjalanan. Sesekali Aydan menikmati wajah cantik Alluna dari kaca spion bulat di depannya. Tapi, wajah itu terlihat agak cemberut, seolah sedang tidak baik-baik saja. Aydan peka, tanpa aba aba sudah menepikan motornya.
“Non kenapa cemberut? Gak suka, kita balik aje.” Tebak Aydan menoleh kebelakang.
“Gak. Aku gak papa kok.” Jawab Alluna cepat.
“Yakin, mumpung belum jauh. Gua putar balik ye.” Paksa Aydan merasa perubahan aura wajah Alluna.
“Benaran gak papa.” Ulangnya sambil memegangi helm milik pak satpam tadi.
“Kegedean yak?” Tebak Aydan memegang helm itu lalu melepasnya dari kepala Alluna.
“Permisi” Ujarnya mengiringi pergerakkan tangan yang dengan cepat melepas helm itu dari kepala Alluna.
“Huueks.” Aydan hampir mabok setelah nafasnya terhirup wangi apek dari helem pinjaman tadi.
“Kenapa bilang gak papa kalo sebenarnya ada apa-apa.” Aydan akhirnya mengerti mengapa wajah Alluna berubah bete, setelah mereka melanjutkan perjalanan menuju pasar.
“Nih, Non dokter pake punya gua aja, semoga gak sekecut ini.” Aydan langsung melepas helm yang sejak tadi nemplok di kepalanya.
“Kalo helm Mas CS aku yang pake, trus maboknya pindah dong.” Dengan ragu Alluna menerima helm yang di berikan Aydan padanya.
“Permisi.” Aydan numpang lewat, meminta akses pada Alluna untuk membuka jok motornya. Mengambil sesuatu di sana.
“Nih, gua kasih lapisan ini aja, sementara kita beli yang baru entar, gimane?” dengan senyum lebarnya Aydan sudah melapisi kepalanya dengan kain bersih yang ada di balik tempat duduk motornya.
“Yakin baunya gak bakalan nembus Mas CS?” tanya Alluna memastikan Aydan tidak kebaunan seperti dia tadi.
Aydan memasang helm itu, lalu menarik nafas dalam untuk mencari sumber apek seperti yang sempat tertelan oleh hidungnya tadi.
“Aman Non Dokter.” Jawab Aydan riang.
“Let’s go.” Semangat Alluna kembali menaiki belakang motor Aydan.
Entah apa yang di pikirkan Alluna saat berboncengan dengan pria yang secara kasat mata masuk dalam kategori jelek itu. Kalau dari belakang sih, badan Aydan tentu oke punya, bisa saja ia di ambil untuk iklan susu protein dan obat kuat pria lainnya. Tapi kalo seleksi itu di nilai dari wajah, mending Rahmad minggir aja, nangis di pojokkan.
“Masih jauh gak sih?” tanya Alluna setengah berteriak sebab suaranya beradu dengan deru angin saat mereka masih berkendara.
“Mungkin 20 menit lagi Non.” Jawab Aydan dengan suara yang juga gak kalah keras agar terdengar.
Dudukan motor jadul itu lebih pendek dari kendaraan jaman now, sehingga walau Alluna mau menciptakan jarak dengan Aydan. Tentu saja gagal. Alluna duduk menyamping, sehingga hanya sisi kanan tubuhnya yang kadang terhantuk-hantuk dengan belakang tubuh Aydan.
Bagi Aydan ini adalah pengalaman pertamanya boncengan dengan cewek, pake motor butut pulak. Ternyata hal yang sama bagi Alluna. Darel bisa ngamuk kalo tau putri sulungnya di ajak jalan-jalan pake motor, berapapun umur Alluna sekarang di mata sang ayah tetap saja Alluna adalah bayik premature yang pernah Anin lahirkan untuknya. Nyetir sendiri saja baru di ijinkan saat koas, sementara kuliah dari semester satu, Darel sudah siapkan supir untuk Alluna, kadang juga Rae yang ia ijinkan mengantar jemput Alluna atau dia sendiri yang turun langsung.
“Non kita sudah tiba.” Aydan menepikan motornya di area pasar yang terlihat mulai sepi. Bukan karena akan tutup. Hanya itu senja, sebagian pedagang beragama muslim. Jadi di jam itu mereka menutup toko untuk menjalankan ibadah, kemudian buka kembali di jam agak malam.
“Kenapa sepi sekali Mas? Banyak tutup juga.” Alluna tidak pernah ke pasar daerah ini.
“Iye, kan ini mo magrib Non. Nanti juga buka lagi. Ayok buruan, kita beli di toko yang buka saja.” Aydan meminta Alluna mempercepat langkahnya.
“Nah tuh, pilihan warnanya sisa hitam, putih dan ungu.” Aydan menunjuk kedalam etalase toko tersebut.
“Punya kamu hitam ya, aku putih aja deh.” Alluna tampak menimbang-nimbang dan transaksi pun segera berlangsung. Sedikit bertanya seputar nomor ponsel dan beberapa aksesoris. Kini wajah Alluna tersenyum sumringah, setelah memiliki ponsel unik yang menurutnya keren dan lucu itu.
“Udah, kita pulang atau kemana lagi Non?” entah apa dasar Aydan memanggil Luna dengan sebutan Non. Sudah semacam bawahan dengan atasannya saja.
“Beli helm dulu sebelum pulang, gimana?” tanya Alluna pada Aydan yang sejak tadi terlihat celingukkan.
“Kita ke masjid terdekat dulu kali ya, udah mepet banget waktunya.” Aydan bahkan tidak merespon permintaan Alluna yang mau punya helm baru. Sebab jam di tangannya memang sudah menunjukkan waktu magrib.
“Oh setuju kalo gitu. Tuh, kita jalan kaki saja. Tanggung kalo pake motor.” Alluna menunjuk sebuah masjid yang letaknya masih di are pasar itu.
Keduanya pun tampak berjalan beriringan tapi tidak bergandengan. Mereka melangkah menuju tempat yang sama, menjalankan agama dan kepercayaan yang sama. Hal ini membuat ingatan Alluna kembali pada sosok Rae sang mantan. Tidak sekali ia dan Rae berjalan bersama seperti ini menuju masjid. Namun saat bersama Rae, hanya dia yang berjalan ke pancuran air wudhu. Tapi tidak dengan Rae. Pria kesayangannya itu hanya duduk di selasar masjid menunggu gadis pujaannya menjalankan ibadah sholat. Karena perbedaan keyakinan mereka. Namun keduanya tetap memilih menjaga toleransi tinggi dan bertahan. Walau akhirnya kandas juga.
“Maaf agak lama.” Aydan agak terburu-buru saat melihat Alluna sudah terlebih dahulu selesai menjalankan ibadahnya ketimbang Aydan.
“Gak lama kok, tapi karena aku lebih dekat pintu keluar saja. Jadi cepet berada di sini.” Jawab Alluna diam-diam suka melihat ketaatan pria sederhana yang sedang bersamanya ini.
Bersambung …
Nyak sedang merayu readers nih. Biar di kasih vote besok. Makanya triple up 😂
Besok udah Up BAB 20, Nyak mau ajukan kontrak. Kalo karya ini ngasilin duit, nyak janji akan kasih souvenir buat fans fanatik cerita Aydan ini.
Like, Mawar, kupi silahkan di sedekah🙏
Komentar keren Nyak notis n hub via bang japri untuk nyak kasih hadiah 🎁
Semangat sobat Aydan
Makasih semuanya
🌹🌹🌹👍👍👍☕☕☕*️⃣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Andreas Dwi Purwanto
😊😊😊
2025-03-11
0
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
karya bagus harusnya lulus
2024-11-09
1
Titik Kedua
Kalau Ramad setaat itu Mah, saya juga mau. Masalah wajah mah gampang, taat yang utama. Sepertinya Aluna juga mikir itu
2024-03-21
1