Namun seketika senyum lebar Aydan sirna, saat ia menoleh dan melihat segerombolan orang datang kearahnya dan Alluna di rooftop lantai tiga. Satu orang wanita paruh baya berada paling depan di iringi beberapa lelaki berpakaian serba hitam, berbadan tegap ya tiga trip di bawah Mayor Teddy lah.
Itu Muna dan pasukan ajudannya, gila emang tuh emak-emak kalo narsisnya udah kumat. Kemana-mana bawa ajudan lengkap, macam barisan Cawapres mau kampanye saja.Tetapi yang kini berada di atas lantai yang sama dengan Aydan dan Alluna bukan Cawapres.
Dia adalah Dewan komisaris tertinggi di rumah sakit yang Aydan miliki. Monalisa Hildimar yang tiba-tiba panik setelah menerima telepon dari sang anak bilang “Mam, bisa ke rumah sakit? Penting.”
Muna saat itu sedang berada di Kawasan sebuah bangunan yang rencananya akan dibuat sebagai pusat rehabilitasi anak-anak/remaja yang ketergantungan gadget, narkoba jugan korban perceraian dan pola asuh yang salah. Permukiman itu baru pembebasan dan tergolong rawan karena dekat dengan area kumuh. Kevin sedang berdinas keluar kota, sehingga tidak bisa ikut serta bersamanya, sehingga ijin Kevin terbit bersyarat. Muna kemana-mana harus dengan pengawal minimal 4 sampai 10 orang gitu. Biasa lah, si bucin akut. Paling gak bisa percaya dengan Muna sendirian, padahal ia sang jawara di jamannya.
“Kamu CS baru?” tanya Muna seolah tak kenal dengan anaknya sendiri.
“Siap, iya bu.” Jawab Aydan yang gugup takut ibunya menyebut nama atau apapun tentang identitasnya.
“Ikut saya sebentar, ada beberapa pekerjaan yang harus kamu laksanakan.” Perintah Muna pada Aydan dengan tegas lalu berbalik dan memberi kode pada para pengawal agar tidak mengikutinya dan Aydan.
“Permisi ya Nona Dokter.” Pamit Aydan sebentar pada Alluna, bahkan tak sempat merapikan box makannya tadi.
Muna berada di depan, sedangkan Aydan berjalan dengan kepala tertunduk terus mengekor di belakang tubuh ibunya. Ruang direktur adalah tujuan Muna membawa Aydan. Dengan di iringi tatapan bingung dari beberapa pasang mata yang mengenali Muna di rumah sakit itu.
“Kenapa call mamam, bilang penting?” Muna langsung bertanya pada Aydan saat mereka berdua sudah dalam ruangan tertutup.
“Ay mau minta saran mamam.” Ungkap Aydan sambil melepas gigi panjangnya, ternyata cukup lelah selalu menggunakan itu.
“Tentang?”
“Temen Ay sesame CS, istrinya ada yang hamil tua katanya. Sudah mau lahiran, tapi gak berani cuti takut kepotong gaji.”
“Trus?”
“Dia gak focus kerja, cemas gitu, pikirannya ya ke rumah aja. Kira-kira kita bisa bantu dia gak mam? Supaya istrinya bisa lahiran disini tapi dapat keringanan biaya gitu.” Ooh… Aydan memang anak Muna dan Kevin yang dermawan nih. Dengar istri teman mau lahiran aja udah mau gratis gratisin kamar aja. Terbaik memang.
“Hm … gampang itu. Kita buat saja peraturan baru, kasih diskon 70% untuk istri semua CS di rumah sakit ini. Dengan catatan itu adalah istri sah dan satu-satunya. Juga maksimal untuk anak ke 3 saja. Gimana?” urusan beginian sih, Muna juaranya kan dalam hal memberi dan berbagi kebaikan.
“Kenapa sampe anak ke 3 aja mam?” tanya Aydan agak heran.
“Karena pemerintah saja bolehin 2 anak cukup. Kita udah kasih bonus 1 lebihnya.” Jelas Muna.
“Kenapa harus istri sah dan satu-satunya? Kan merka cuma CS mana mampu punya istri banyak mam.” Aydan mencoba beradu argument pada ibunya yang cerdas itu.
“Eh… lu kira CS gak punya keinginan untuk punya istri lebih dari satu. Mereka jua manusia Ay, lu bisa nebak pikiran orang dan mastiin kalo CS bisa setia?” yaah, nyolot Muna kambuh kalo udah begini.
“Ya kali, kalo penghasilan rendah gak cukup buat nafkahin anak bininye.” Aydan kumat juga Betawinya.
“Ay … Ay. Orang yang menjalankan poligami entuh gak selalu yang kaya, miskin juga mau kali.” Tantang Muna.
“Kan poligami harus adil Mam.”
“Emang adil hanya tentang uang? Ya kagak lah Ay. Tapi nafkah lahir n batin.”
“Nah, kalo dia gak kaya, apa yang mau dia bagi secara adil dong Mam?” dialognya makin sengit.
“Udah-udah kita lagi bahas ape, yang kite ributin ape coba. Keburu lahiran tuh istri temenmu, tiba kite bahas poligami gak penting ini.” Muna segera sadar dan menepi di daratan. Bingung memang ibu dan anak ini, emang kada seabsurd itu kalo sudah berdiskusi.
“Haha … haha.” Aydan terbahak.
“Ya sana, panggil Wadir, admin dan bidang mana saja, kita rapat dadakan soal peraturan baru ini.” Perintah Muna siap menuju ruang rapat luar biasa.
“Haduh kok jadi mendadak gini sih, Ay harus jadi direktur dong. Wig Aydan yang bagus belum ada, mam.” Sungut Aydan pada ibunya.
“Ya udeh, lu sebage CS aje. Panggil mereka. Makanya kalo nyamar buat berita direktur dinas luar gitu, ribet beeet seeh.” Dumel Muna pada anaknya tapi tidak marah, hanya sudah terbiasa rada-rada kayak Nyak Time tetiba nyablak gitu.
Aydan mamasang kembali gigi keberuntungannya, keluar ruangan direktur. Lalu sesuai perintah Muna, ia menuju ruangan para pejabat tinggi di rumah sakit itu. Untuk menyampaikan berita rapat luar biasa akan segera di gelar. Tak terkecuali Markonah juga termasuk dalam jajaran petinggi, sebab dia kepala CS di rumah sakit tersebut.
“Heh, kamu tuli yak? Saya sudah bilang kan. Kalau kamu itu tugasnya di kamar jenazah. Kenapa di CCTV kamu terlihat keluar dari ruang direktur, hah?” belum sempat Aydan bicara pada Markonah, titisan ular betina itu sudah muncul saja menghadang Aydan. Hampir copot itu jantung, untung saja lemnya permanen.
“Astaghfirullahaladzim. Kaget gua.” Dzikir Aydan sadar wanita itu tiba-tiba di depannya.
“Kamu jangan mengalihkan pembicaraan. Saya sudah bilang sama kamu, saya ini kepala CS yang mengatur jadwal tugas kalian. Sudah sangat jelaskan tadi pagi saya bilang kamu tugasnya di kamar jenazah, kenapa masih saja ke ruang direktur?” mata Markonah hampir keluar karena melotot. Marah betul si Markonah saat Aydan tidak patuh pada perintahnya.
“Maaf buk Ona. Saya tadi juga sudah bebersih di kamar jenazah. Tapi mereka gak ada yang nyampah di sana.” Jawab Aydan agak geli.
“Gak usah melawak sama saya, gak lucu!” tegas Markonah bahkan dengan ekspresi datar.
“Iya maaf. Saya sudah selesai bekerja. Setelah makan siang saya bermaksud jalan-jalan saja, karena saya kan baru di sini. Jadi merasa perlu tau gitu, setiap Lorong rumah sakit ini.” Jawab Aydan sedikit serius.
“Jalan-jalan, kamu pikir ini tempat piknik?” Markonah masih nyolot pada Aydan.
“Ijin bu, maaf. Tadi waktu saya di lantai atas. Bapak yang Namanya Anggara itu titip pesan pada ibu. Katanya Ibu Ona di tunggu di ruang rapat. Ada rapat mendadak karena kedatangan ibu siapa tadi namanya lupa. Itu kata pak Anggara ada ibu Dewan Komisaris.” Lanjut Aydan sebelum Markonah melanjutkan marahnya.
“Ibu Monalisa Hildimar?”
Bersambung …
Ada jarum ada peniti,
masukin benang buat jahit peci.
Sedapat mungkin Nyak tepati janji,
karena readers selalu setia menanti
🌹🌹👍👍☕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
bagusnya ini ibu owner ya
2024-11-06
0
Putri Minwa
😥😥😥
2024-03-17
0
OctaviaF
suka banget nih karna tiap part ada pantunnya, semangat buat authornya ya 1 gift buat ceritanya🤗
2024-03-01
2