Walau belum sampai 48 jam Aydan mengenal Bolas, tapi ia sudah mengerti karakter teman barunya ini. Sepertinya pria bertubuh kekar itu memang spesialis membuatkan nama orang, semacam sudah menjadi kebiasaannya saja. Ona jadi Markonah, Aydan alias Rahmad di buatnya jadi Giman. Entah siapa lagi yang ia sudah ia beri nama pangggilan, bisa saja CS di sana semua sudah ia namai. Persisi Anyelir yang sudah pintar memberi nama boneka di kamarnya.
“Ah, abang, Giman Giman gini, tapi bahwa rejeki loh.” Aydan ikut tertawa dengan nama baru yang di berikan Bolas untuknya.
“Akan lebi bawa hoki lagi kalo ku panggil kau Giman. Ha ha ha.” Bolas sungguh bangga dengan otaknya yang pandai membuatkan nama itu untuk Aydan.
“Eh, bang Bolas. Abang kena sift pagi?” Aydan ingat kalau kemarin ia baru saja ngedumel karena selalu kena tugas di malam hari.
“Biasa lah dalam grup WA, si Markonah itu sudah mengubah jadwal saja. Kamu belum masuk grup kah? Tanya Bolas pada Aydan yang tidak update.
“Grup WA apaan ye?” Aydan tidak perlu nyengir kalau hanya untuk memamerkan giginya, cukup mendongak saja sudah cukup.
“Mintalah abang no hape mu, biar kau masuk dalam jejaring sosial itu.” Bolas meminta dengan tangan kanannya.
“Oh, minta no hape.” Aydan menyodorkan ponsel lipat model terbarunya bergambar buah tergigit di bagian belakangnya., penuh semangat ia menyodorkan pada Bolas.
“Bah camana pulak kau ini, hari gini punya hape Cuma bisa untuk telpon-telponan. Kembali saja kau ke masa lalu.” Hardik Bolas ketika ponsel Aydan sudah di tangannya, lalu di bukanya dan kecewa saat melihat fitur di dalamnya. Iya, kemasannya memang terbaru. Tetapi tidak dengan kegunaannya.
“Ini keluaran terbaru bang, nih abang liat kameranya besarkan. Jaman sekarang bang, kalo kameranya segede kancing baju begini. Artinya terbaru bang.” Terang Aydan bangga dengan ponsel barunya itu.
“Baru kepalamu. Ini hanya modelnya terbaru, tapi tidak dengan kemampuannya. Android Giman, yang Android lah. Canggih sedikit lah otakmu itu, camana kau bisa keluar dari kecupuan mu ini. Kalau hape saja macam di jaman batu.” Hobby Bolas itu memang hanya ngomel-ngomel.
“Oh, hape yang bisa di geser-geser pake jari entuh ye bang?” Tanya Ayda seolah memang kosong otaknya.
“Ya iyalah, kau lihat ponsel abang ini. Tuh, tuh, nah. Setidaknya abang bisa pasang wajah istri dan anak abang sebagai wallpapernya. Biar tambah semangat abang cari uang buat bahagiakan mereka, Giman.”
“Gua pan kagak punya anak dan istri, jadi ga bisa juga pasang foto begituan.” Oh, peran Aydan sebagai Rahmad tidak hanya miskin ya gaes, tapi agak bego juga.
“Bodoh kali anak ini. Dengan kamu punya hape canggih, terbuka juga cakrawala pengetahuanmu. Banyak kau punya kenalan, cepat pula kau itu kawin.” Lanjutnya menggurui.
“Oh, kalo punya hape begitu bisa cepat kawin bang? Oke, ntar kalo udah dapat gaji pertaman, gua beli hape entuh dah.” Dengan tatapan agak geregetan, gemash gimana gitu Bolas menatap Aydan yang sepertinya sungguhan tak mampu membeli ponsel canggih versi Bolas.
“Amin saja buat doa mu itu.” Bolas kehabisan kata-kata.
“Jadi karena punya hape canggih itu abang bisa berubah jadwal?” Aydan kembali membahas tentang perubahan jadwal tugas Bolas.
“Iya, si Markonah semalam kirim jadwal baru. Aku di tunjuk tugas pagi, menggantikan Alpian. Karena istrinya melahirkan.” Terang Bolas.
“Oh, istri bang Alpi sudah lahiran. Kemarin masih bilang sakit perut saja.” Antusias Aydan mendengar kabar baik itu.
“Iya pukul 10 istrinya di bawa ke sini, 4 jam kemudian sudah beranak saja.” Jawabnya ikut senang.
“Alhamdulilah, lahiran di sini ya.” Senang Aydan istri temannya bisa mendapatkan layanan baik di rumah sakitnya. Benar juga ternyata, si Markonah itu cukup tanggap dengan perintah dari atasan.
Kemudian mereka pun mengakhiri obrolan yang bisa saja tak bisa berhenti, saking cocoknya dan Bolas tetap saja menyimpan nomor ponsel terbaru tapi kapasitas jadul itu. Bolas senang dengan kepribadian polos Rahmad. Ia merasa lebih tau segalanya dari Aydan alias Rahmad yang kini sudah ia panggil Giman saja.
Sayub adzan kembali memanggil umatnya yang terketuk untuk menemuinya di arah kiblat, tampak beberapa orang sudah berduyun-duyun menuju arah yang sama dengan tujuan dan niat yang sama. Memanjat doa, mengungkap Syukur tak lupa memohon ampuanan dan tentu meminta ridho pada sang Ilahi di atas kain sajadah yang telah terbentang dalam Mushola rumah sakit itu.
Ada Rahmad di barisan depan, ia sempat bermurottal sebelum ibadahnya di mulai. Aydan kecil yang sudah di cekoki ilmu agama yang sangat kuat dari Muna dan Kevin. Terlebih lebih babe Rozak, engkongnya itu memang tak pernah memaksanya untuk sholat. Tetapi dengan kesetiaannya yang tak pernah meninggalkan kewajiban dalam 5 waktu bertemu Tuhannya itu, sungguh adalah bentuk teladan yang kini menjadi kebiasaan Aydan.
“Mas Rahmad.” Suara seorang dengan lembut menyebut nama palsu Aydan, cukup membuatnya menoleh kebelakang setelah melewati barisan para cewek-cewek melaksanakan sholat juga di Mushola yang sama.
“Eh, non Dokter.” Agak tersipu Aydan menoleh dan memastikan jika yang menyapanya adalah Alluna.
“Mas CS, kemarin box makanmu tertinggal.” Alluna segera mensejajarkan langkahnya dengan Aydan yang terlihat menahan kakinya untuk pergi, demi menunggu gadis itu dapat melanjutkan obrolan sambil melangkah bersama.
“Oh, iya. Kemarin gua buru-buru.” Jawab Aydan bingung harus beralasan apa.
“Ya iyalah, itu perintah dadakan sih. Bukannya kemarin yang datang itu Dewan komisaris rumah sakit ini. Tentu saja kamu langsung cabut dan lupa segalanya.” Ujar Alluna akrab dengan Aydan.
“Nah mangkenye.” Jawab Aydan setuju.
“Udah makan siang?” tanya Alluna lagi.
“Ini baru mau makan.” Jawab Aydan memegang bungkusan.
“Ke lantai tiga yuks.” Ajak Alluna dengan pias wajah ceria, tidak seburam kemarin.
“Oke gas, oke gas. Sekarang aja langsung.” Jawab Rahmad Giman itu dengan mata berbinar.
Alluna meminta ijin untuk mengambil box makanannya terlebih dahulu dan Aydan wajib menungguinya di tempat kemarin.
Aydan sudah di meja yang ia pilih agak pojok, memilih tempat yang agak sepi juga rindang. Agar mereka bisa agak lama bercengkrama saat makan siang bersama.
“Hey, kenapa hanya dengan kertas nasi. Mana alas makanmu?” Alluna sudah mendapati Aydan yang sudah membentang bungusan nasi yang di bungkus oleh Fitri untuknya tadi, walau siap dengan sendok dan garpu dari bahan plastic. Nasi uduk Aydan terlihat mendatar di atas meja.
“Em, kan box gua ketinggalan kemaren.” Jawab Aydan cepat.
“Emang kamu hanya punya satu box?” tanya Alluna tanpa mendapat jawaban Aydan, sebab lawan bicaranya hanya tertunduk menghadap nasi uduk di depannya.
“Eh, maaf ya Mas Rahmad.” Tangan kanan Aydan di pegang oleh Alluna seolah menyesal telah bertanya seperti tadi. Aydan tetap diam, menahan gejolak hati yang tetiba mengamuk, saat tangan lembut Alluna sudah mengosok-gosok punggung tangannya.
Bersambung …
Tanam tomat ame Lombok,
ade mentimun, pisang juga kedondong.
Liat Bintang kuning di pojok kanan kagak?
Yuk kasih Bintang lima dong.
Makasih yee
🙏👍🌹☕*️⃣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
wiiii.... jantung rahmad copot tangannya dipegang luna. 🤣
2024-11-07
1
Andreas Dwi Purwanto
nmmmmmmmm
2025-03-11
0
Titik Kedua
Modusmu Aydan😌
2024-03-21
1