Aydan sudah dengan rambut lepek, kaku dan belah tengah, lensa mata berwarna hitam serta gigi kebanggannya yang panjang juga maju. Mengenakan kemeja agak ketat di kancing hingga atas dekat dengan buah jakunnya. Dengan semangat 45 ia pun memacu kendaraan roda dua cukup butut sebab itu keluaran di tahun 70 yang masih lestari. Secara kasat mata Aydan sungguh telah menjelma menjadi pria yang tentu akan dipandang sebelah mata oleh gadis-gadis pemuja cogan.
Masuk ke pusat ruangan para CS, mendapati nama Rahmaddan sudah tertera di salah satu loker berjejer di ruangan itu. Aydan percaya diri memasang atributnya sebagai CS di rumah sakit yang ia miliki. Masih dengan masker yang menutupi area hidung mulut dan sekitarnya, hati Aydan sedikit cerah saat kakinya melangkah keluar menuju tempatnya akan beroperasi.
Namun alangkah terkejutnya ia, saat hampir tiba di ambang pintu. Hampir saja ia tertimpuk ember nyasar, untung kosong. Ember melayang itu di sertai suara omelan yag lumayan keras dari seseorang berdarah Batak, begitu kira-kira asalnya yang terdengar dari dialek biacaranya.
“Ambolas Sinaga, panggil Bolas saja.” Nah, benar kan. Di belakang nama aslinya di ikuti nama marganya.
“Rahmaddan.” Jawab Aydan membuka maskernya memamerkan gigi kebangganya, penuh percaya diri lalu keduanya berjabat tangan.
“Bah, panjang kali gigi depanmu itu. Masih keluarga dengan Haji Bokir, kau?” tebak Bolas saat melihat rupa Aydan pura-pura.
“Hah … tidak bang. Gigi kami hanya mirip, tapi beda nasib.” Jawab Aydan agak cengengesan.
“Kena jadwal bersih-bersih dimana?” tanyanya lagi.
“Hum, di ruangan direktur bang.” Jawab Aydan menyesuaikan jadwal yang ia lihat pada kertas di depan lokernya.
“Hah? Mana mungkin itu terjadi. Abang mu ini, sudah dua tahun bekerja di sini. Tak pernah kena giliran bersih-bersih di ruangan itu. Kalau kamu tidak punya kolega orang dalam, jangan pernah bermimpi bisa sampai di bagian lantai atas.” Tegasnya seolah curhat colongan.
“Gimane? Kagak paham gua.” Jawab Aydan sedikit bingung dengan maksud pembicaraan Bolas.
“Gaji bekerja di sini memang lebih besar dari rumah sakit lain, abang sudah survey kemana-mana. Tapi pembagian tugasnya tidak pernah berubah-rubah. Abang selalu kebagian bersih-bersih di kamar jenazah, macam spesialis ngobrol sama mayat saja aku dibuatnya.” Lanjutnya dengan geram.
“Emang siapa yang buat jadwalnya Bang?” selidik Aydan, sepertinya tanda-tanda kecurangan mulai terendus bahkan di hari pertamanya bekerja.
“Itu si Markonah si ketua pembantu itu, jengkel aku kalo ingat-ingat dia. Mau ku robek saja mulutnya kalau sedang membuat perubahan tempat pembagian kerja.” Sambil memasukan tanganya ke kantong, Bolas mengambil kotak rokok.
“Belum juga tiba waktu kerjamu, kita ngerokok dulu di luar.” Tawarnya pada Aydan.
“Maaf bang, gue kagak ngerokok.” Tolak Aydan dengan dua tangan hyang ia buat di depan dadanya.
“Bah… coba satu dulu. Abang kasih gratis, ini hari pertama mu bekerja. Kamu pasti apa itu. Gugup, iya. Pasti kamu nerpos.” Rayu Bolas pada Aydan.
“Nervous bang.” Perbaiki Aydan pada bahasa Bolas yang kurang tepat.
“Iya itulah. Rokok ini sumber inspirasi tau kau.” Lanjut Bolas memuji batang putih kecil di tangannya.
“Sumber inspirasi? Bukannya sumber penyakit bang?” protes Aydan.
“Alamak, banyak omong saja kau ini anak baru. Sini ikuti abang.” Tetap saja Bolas memaksa agar Aydan mengikutinya ke area bebas rokok. Aydan pun kembali memasang maskernya, untuk menghindari asap rokok juga menutupi gigi panjangnya.
“Sini abang bilang, ini hanya karena kamu anak baru. Usahakan jangan sampai berurusan dengan Markonah itu. Dia itu bagai monster di sini. Mukanya selalu manis pada bagian HRD untuk kasih bilang kinerja kita para CS. Mulutnya itu penuh bisa, dimatanya hanya duit. Siapa yang bisa bertugas di tempat direktur itu sudah pilihannya, mereka yang mau bayar sama dia.” Jelas Bolas dengan suara yang tidak bisa kecil, selalu nyaring.
“Bayar untuk ape bang?” tanya Aydan dengan serius.
“Bayar supaya bisa bertugas di tempat yang tidak pernah kotor lah, jadi kerjaannya santai. Tidak seperti tempat abang bertugas. Selain selalu kotor tentu seram juga.” Jelasnya lebih detail.
“Penting banget dapat di tugaskan di ruangan entuh?” Aydan suka berperan sebagai Rahmaddan, ia bisa dengan leluasa menjadi orang biasa.
“Penting kali. Sebab kabarnya direktur di rumah sakit ini masih muda, tampan, kaya juga jomblo. Yang bertugas di sana adalah CS pilihan yang sudah bayar ke Markonah itu, supaya bisa bertemu dengan orang itu.” Tambah Bolas lagi. Aydan agak geli mendengar penjelasan Bolas, sebegitunya kabar tentang dia di kalangan bawah.
“Terus, ape mereka emang udah ada yang behasil dapetin itu direktur?” tanya Aydan lagi.
“Hah. Boro-boro dapetin, ketemu saja tidak pernah haha…haha.” Bahak Bolas menggelegar menertawakan bodohnya para CS berjenis kelamin perempuan yang sudah berhasil di manfaatkan oleh Morkonah itu.
“Permisi, ada yang Namanya Rahmaddan?” suara wanita agak tegas terdengar setelah gelak tawa Bolas tadi, menghampiri Aydan yang separuh badannya masih terlihat dari pintu keluar.
“Oh … iye. Gue Rahmaddan bu.” Jawab Aydan berbalik kearah sumber suara. Melihat nametaq di depan dada wanita itu bertulis Ona Shinia.
“Kamu CS baru, status kamu itu masih sebagai CS magang. Jadwal yang ada di depan lokermu tidak berlaku. Bagian HRD tidak punya hak membuat tempat pembagian tugas. Saya kepala CS di sini, jadi saya yang berhak mengatur dimana dan siapa saja yang bekerja di bagian mana.” Jelas wanita itu tegas. Sambil merobek kertas yang tadi sempat tertempel di depan loker Aydan, jadwal tempat tugasnya.
“Hey… itu markonah si wanita ular.” Baru kali ini suara Bolas pelan, setengah berbisik dia menyampaikan pada Aydan yang masih termangu menatap Ona Shinia yang di sebut Bolas Si Markonah sejak tadi.
“Iya bu, siap laksanakan sesuai perintah dan arahan ibu kepala CS.” Jawab Aydan penuh hormat.
“Untuk masa training, kamu bertugas di kamar jenazah saja. Tempat lain sudah banyak, saya juga bingung dengan rumah sakit ini. Suka-sukanya menerima pegawai baru, tanpa bertanya kalau jumlah CS sudah tertumpuk di sini.” Ujarnya melengos pergi.
“Mampus kau, kena juga di bagian kamar jenazah. Yu may pren.” Lagi-lagi Bolas tertawa, sebelum kepalanya nyembul ke dalam, untuk memastikan si Markonah itu sudah pergi. Menepuk nepuk bahu Aydan merasa senasib dengan anak baru itu.
“Itu tadi Markonah?” tanya Aydan memastikan.
“Hah, bahkan dalam kegelapan pun aku tau jika yang bicara sama kamu tadi adalah Markonah.” Jawab Bolas pasti.
“Tapi di nametaqnya Ona Shinia.” Protes Aydan lagi.
“Kamu mau mati, kalo menyebutkan nama orang dengan nama aslinya hah?” kekeh Bolas bangga. Rupanya Markonah itu panggilan spesialnya untuk si kepala CS yang katanya jahat. Aydan tidak masalah di tugaskan di kamar jenazah sekalipun. Baginya ini masuk catatan pertama, bahwa di bagian CS ini memang sudah ada oknum yang berbuat curang sesama pegawai.
Bersambung …
Ada udang juga kepiting,
Kepiting di tumis, udangnya di goreng
Like n komen kalian itu penting,
Untuk mood booster Nyak yang kadang oleng
Happy reading lop-lop
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Guzzie
belom pernah gagal bace karyenye si nyak
2025-02-07
2
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
awas kau markonah. ditandai rahmaddan kau...
2024-11-04
1
Titik Kedua
Jadi keikut cara bacanya Bolas aku bah
2024-03-21
2