Hari berlalu, sikap Cladi semakin dingin terhadap Karan, tapi tidak terhadap kedua anak sambungnya. Cladi tetap hangat dan melakukan tugasnya layaknya seorang mama bagi Kappa dan Khalia. Mengajaknya sarapan pagi dengan senyum penuh ceria tanpa mencampur adukkan masalahnya dengan Karan.
Karan merasa sedih dengan keadaan ini, sementara dia hanya bisa menyaksikan kehangatan Cladi dan kedua anaknya yang begitu romantis. Cladi berperan benar-benar seperti seorang mama. Dan Karanpun bersyukur.
Tidak ingin keadaan ini berlarut-larut, Karan berpikir keras untuk bisa merebut hati Cladi, sebab setelah dia menikmati malam pertamanya secara paksa bersama Cladi, dia merasakan sesuatu yang luar biasa, sepertinya Karan mulai menaruh rasa pada Cladi. Dia mulai membutuhkan Cladi.
"Aku tidak boleh kalah dan menyerah begitu saja oleh sikap Cladi, justru sekarang perjuangan aku harus dimulai, yaitu meraih hati Cladi. Akan aku buat Cladi bisa menganggap aku suami dan yang terpenting dia bisa mencintai aku. Akan kubuat Cladi mencintai aku. Lihat saja nanti." Karan bertekad di dalam hati.
Hari berganti, sudah hampir tiga hari sikap Cladi masih saja dingin dan mendiamkan Karan. Tapi Cladi masih melakukan perannya sebagai ibu dari anak-anak Karan. Seperti pagi ini, Cladi sudah menggiring kedua bocah itu turun ke bawah untuk sarapan. Mereka sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Di belakangnya Karan menyusul.
Tiba di meja makan, mereka berempat sarapan seperti biasa. Cladi masih menyibukkan diri dengan melayani dua bocah itu. Menuangkan nasi goreng ke dalam piringnya beserta telur ceplok di atasnya. Tanpa menoleh ke arah Karan, Cladi beserta kedua anak sambungnya makan dengan nikmatnya. Karan menatap iri pada kedua anaknya yang diperlakukan manis oleh Cladi, dia juga sepertinya ingin dilayani oleh Cladi. Keberadaan kedua anaknya di meja makan, kali ini digunakan Karan untuk memancing reaksi Cladi. Karan merencanakan siasatnya.
"Sayang, tolong ambilkan nasinya beserta telurnya di atas piring aku," titah Karan pada Cladi. Cladi menghentikan suapannya sejenak setelah mendengar Karan berbicara barusan. Telinga Cladi berusaha dia buka selebar-lebarnya. Apakah yang barusan dia dengar ditujukan padanya atau bukan?
"Aku menyuruhmu, Sayang," ucap Karan menatap Cladi yang terlihat bingung.
"Mama Cladi, Papa minta dituangkan nasi sama telur ceplok." Kappa menimpali. Ternyata bocah tujuh tahun itu ikut memperhatikan gerak-gerik kedua orang tuanya yang sedang perang dingin.
"I~iya, Sayang. Ini mau mama Cla ambilkan," sahut Cladi seraya terpaksa menuangkan nasi di piring Karan. Karan tersenyum bahagia, sebab siasatnya berhasil.
Kappa dan Khalia yang sudah menyudahi sarapannya, segera bergegas meninggalkan meja makan, disusul Cladi yang tadinya akan bangkit. Namun, Karan keburu menahannya.
"Kappa sama Khalia, segera masuk mobil dan berangkat sekolah, ya," titah Karan yang segera dipatuhi kedua anaknya yang sangat menggemaskan.
Namun, beberapa saat kemudian Kappa dan Khalia kembali lagi, rupanya mereka lupa belum menyalami Karan dan Cladi.
"Kami pergi, assalamualaikum," seru mereka kompak setelah menyalami Cladi dan Karan. Karan melambaikan tangan. Cladi hanya sekilas menatap kedua anak sambungnya, kemudian dia bangkit bermaksud membereskan piring bekas makan.
"Biarkan piring-piring ini Bi Sintia atau Bi Bela yang bereskan, kita harus bicara sebentar," tahan Karan membuat Cladi manyun tidak suka. Karan meraih tangan Cladi dan membawanya ke ruang tamu. Cladi berusaha menepis tangan Karan. Akan tetapi tidak bisa karena Karan memegangnya erat.
"Duduklah, jangan banyak protes atau berontak dulu," titah Karan posesif. Cladi diam tanpa menyahut sepatah katapun. "Duduklah," ulang Karan meraih lengan Cladi dan mendudukkannya. Cladi terduduk dengan wajah protes.
"Apa yang mau Mas Karan obrolkan, aku mau berangkat kerja, sebentar lagi jam kerjaku tiba, aku tidak mau terlambat," protes Cladi hendak berdiri. Tapi Karan menahannya lagi.
Karan tersenyum, dia kini berhasil membuat Cladi berbicara padanya meskipun sebuah kalimat protes.
"Dengarkan aku dulu. Kita harus bicara," tahan Karan lagi.
"Bicara apa lagi, Mas? Aku sudah telat, aku mau berangkat." Cladi berdiri dan mulai melangkahkan kakinya. Tapi Karan berhasil menyamai langkah Cladi dan meraih lengan Cladi lalu menariknya menuju mobilnya. Karan membuka pintu mobil dan mendorong tubuh Cladi supaya masuk. Cladi protes. Namun sayang, Karan sudah mengunci pintu mobil dari samping sehingga Cladi tidak bisa keluar lagi. Karan segera menuju pintu kemudi, dia segera masuk dan menyalakan mobilnya.
"Ya ampun Mas Karan, aku harus segera ke kantor, jam masuk kerja sebentar lagi. Aku bisa telat," protes Cladi tidak suka.
"Tenang saja, hari ini kamu tidak perlu masuk kerja, sebab kemarin aku sudah meminta ijin Bos kamu supaya hari ini kamu ijin tidak masuk," ucap Karan enteng
"Apa? Apa-apaan sih, Mas? Kamu jangan sembarangan minta-minta ijin ke Bos aku? Memangnya kamu ini siapa?" tukasnya tidak suka.
"Ya ampun, apakah kamu tidak tahu, yang punya Mall Sejahtera itu teman aku saat SMP, SMA, juga kuliah?" aku Karan sembari tersenyum puas. Cladi mendengus kesal mendengar pengakuan Karan.
"Apa?" kaget Cladi tidak percaya dengan mata yang melotot. Karan justru merasa lucu melihat Cladi bereaksi marah seperti itu.
"Sudah jangan banyak protes dulu, aku akan membawamu ke showroom mobil milikku," tegasnya.
"Aku tidak mau, Mas. Kamu jangan seenaknya atur-atur aku." Percuma Cladi protes tapi tidak didengar Karan. Karan tetap fokus ke kemudinya tanpa mempedulikan Cladi.
Mobil Karan tiba di sebuah showroom mobil terbesar di kota ini. Karan membawa Cladi ke dalam showroom sambil menggenggam tangannya erat-erat seromantis mungkin. Meskipun Cladi berusaha menepis, tapi genggaman tangan Karan begitu erat. Kedatangan mereka berdua disambut hangat dan hormat oleh para pegawai Karan.
Cladi diperkenalkan Karan pada setiap pegawainya. Para pegawai showroom menunduk hormat pada Cladi.
Setelah Karan merasa cukup memperkenalkan Cladi pada para pegawainya, Karan menarik tangan Cladi memasuki ruangannya. Tidak lupa Karan mengunci pintu ruangannya, Karan takut Cladi kabur.
Karan melepaskan tangan Cladi, membiarkan wanita cantik yang kini merengut marah, bebas di dalam ruangannya. Cladi segera menuju pintu, akan tetapi pintu sudah terkunci.
"Kenapa, apakah kamu ingin keluar dari ruangan ini? Jangan takut, ruangan ini aman jika kita akan melakukan sesuatu apapun, termasuk ...."
"Mas Karan, stop! Aku tidak mau mendengar ucapan bodoh dari mulut Mas Karan. Sudah cukup aku dihina, dianggap perempuan yang tidak bisa menjaga kehormatannya. Tapi justru kehormatanku malah direnggut oleh lelaki yang sama sekali tidak aku cintai, lelaki bermulut lemes yang seenak udelnya memfitnah aku dengan tuduhan yang tidak benar," pekik Cladi lantang. Cladi tidak peduli teriakannya barusan di dengar orang di luar ruangan itu.
Karan tersenyum seraya mendekati Cladi, dia tidak peduli Cladi mau berkata apa saja, yang jelas mulai hari ini Karan akan berusaha meluluhkan hati Cladi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments