Dua hari kemudian dua pengantin naik ranjang dan turun ranjang itu akhirnya telah menghabiskan dua hari menginap di hotel berbintang tujuh tanpa kesan yang dalam. Keduanya misuh-misuh dan saling perang mulut. Terlebih sekarang Cladi tiba-tiba mengalami sakit di bagian bawah perutnya.
Karan melihat Cladi selalu memegangi perutnya sambil meringis, dia heran dan menganggapnya hanya bercanda. "Cla, kenapa memegangi perut. Apakah kamu tidak akan pulang dari hotel ini?" Pertanyaan Karan sontak membuat emosi Cladi di ubun-ubun, sebab rasa sakit di perutnya yang menghentak-hentak membuat dia tidak bisa diajak bercanda.
"Mas aku lagi sakit perut, bisa tidak jangan bercanda?" sungutnya sambil meringis.
"Bagaimana tidak, tadi pagi kamu tidak apa-apa, sekarang saat mau pulang malah kesakitan. Sepertinya kamu enggan pulang dari hotel ini. Atau jangan-jangan kamu ingin benar-benar terjadi bulan madu itu?" ujar Karan datar.
Cladi mendongak, sakit di perutnya yang menjadi malah semakin membuat rasa emosi itu memuncak. "Enak saja, aku mana mau disentuh Mas Karan yang bekas Kakak aku. Maaf ya, aku juga punya hati dan perasaan. Tidak mungkin aku menyukai dan mau diajak bulan madu oleh suami dari Kakak aku, yang ada aku muak. Hubungan pernikahan yang mengikatku hanya sebatas rasa tanggung jawab aku pada kedua orang tuaku yang ingin melihat aku bisa menjadi sosok ibu bagi anak-anak Mas Karan. Jadi, camkan itu!" tekan Cladi seraya bangkit.
Karan merengut dan mengepalkan tangannya sekuat tenaga, Karan menilai Cladi begitu sombong dan sok suci, gadis yang di hadapannya ini, kini benar-benar berubah, bukan lagi gadis manis yang baik yang selalu manggut jika bertemu dengan dirinya.
"Huhhh, jangan harap aku juga mau menyentuhmu. Aku tahu kamu bukan gadis baik-baik. Pasti kamu pernah melakukan hubungan dengan pacar kamu," guman Karan di dalam hati dengan wajah penuh kesal menatap kepergian Cladi ke dalam kamar mandi.
Pertengkaran mereka berakhir, karena waktunya check out sudah tiba. Karan dan Cladi berjalan beriringan keluar dari kamar hotel. Dan meninggalkan hotel itu tanpa kesan apa-apa.
Cladi masuk dan duduk di jok depan di samping Karan, meskipun sebenarnya dia tidak mau duduk di samping suami sekaligus menjadi musuhnya itu. Sebab rasa sakit di perutnya kadang hilang dan timbul, jadi tidak ada lagi waktu untuk bertengkar lagi dengan Karan, yang ada rasa sakit itu kian bertambah.
Karan merasa aneh melihat Cladi diam tapi kadang-kadang meringis.
Mobil Karan pun melaju menyusuri jalan menuju pulang yang jaraknya lumayan. Satu jam paling cepat sampai ke rumah. Dan jika ada macet maka jarak tempuh bisa lebih dari satu jam.
"Mas Karan berhenti Mas," ujar Cladi menghentikan Karan yang sedang menyetir. Karan heran, ada apa dengan Cladi.
"Ada apa?" Karan menatap Cladi heran, sejak tadi Cladi memegangi perutnya sampai dalam perjalanan masih dipegangi.
Cladi makin risau setelah dirasakannya dari daerah miss V keluar cairan yang selama ini tidak asing baginya. Darah, itu memang darah yang keluar setiap bulan. Cladi datang bulan dan dia tidak memiliki pembalut untuk menyumpalnya.
Karan masih menatap heran dengan gelagat Cladi. "Mas Karan, a~aku, aku ...." Cladi tidak melanjutkan ucapannya, sepertinya darah yang keluar dari miss V makin banyak, terasa dari alirannya yang makin deras. Cladi takut jika darahnya tembus melalui rok yang saat ini dia pakai.
"Apa, kamu ini kalau bicara yang benar," sentaknya.
"Mas Karan, a~aku ...."
"Mas Karan a~aku, a~ku ... apaan sih, kamu jangan bercanda Cla, kita ini mau pulang. Jangan yang aneh-aneh deh," tirunya persis apa yang diucapkan Cladi tadi.
Mendengar respon Karan yang seakan tidak peduli, membuat Cladi emosi. Tapi kali ini dia harus menahannya demi meminta tolong pada Karan. Sekarang saatnya baik-baikin cowok menyebalkan di sampingnya itu.
"Mas Karan dengarkan aku, aku serius. Saat ini a~ku sepertinya sedang datang bulan. I~ini dari bawah perut aku sudah keluar banyak darahnya. Bisakah Mas Karan mampir ke warung untuk membelikan aku pem~pembalut?" ungkap Cladi ragu-ragu sementara darah yang keluar dari miss V nya makin banyak. Di hari pertama datang bulan Cladi memang kadang banyak kadang juga tidak, tapi hari ini sepertinya banyak.
"Apa, kamu sedang datang bulan?" kejutnya tidak percaya.
"I~iya Mas, sepertinya darah yang keluar banyak. Dan sepertinya ini tembus ke rok yang aku pakai," ujar Cladi semakin risau.
"Apa? Wah jangan-jangan nanti kena jok mobil ini jika tembus. Kamu jangan bercanda. Jok mobil ini baru aku ganti sebelum kita ditodong nginap di hotel tadi," ujar Karan.
"Tidak Mas, ini sepertinya tebus rok aku. Untuk itu tolong belikan aku pembalut di warung atau di swalayan pinggir jalan ini yang kita lewati," ucap Cladi dengan wajah memohon. Karan tidak tega dibuatnya. Dia menjalankan mobilnya tanpa merespon, dia akan menghentikan mobilnya kalau ada warung atau swalayan. Bagaimanapun juga dia tidak tega melihat Cladi salah tingkah seperti itu.
Cladi diam, dia ngambek dan menduga Karan tidak peduli dengan apa yang dideritanya. Cladi merengut sedih dengan mata yang menerawang keluar jendela, sudut matanya mulai menggumpal kristal bening.
Namun, tiba-tiba mobil Karan berhenti di salah satu apotek 24 jam. Karan yakin apotek itu menjual pembalut wanita. Karan keluar tanpa sepatah kata. Dia segera menuju apotek. Tapi dua menit kemudian Karan kembali lagi menghampiri jendela mobil yang didongaki wajah Cladi.
Cladi terperangah, dengan cepat tubuhnya menjorok ke dalam menghindari Karan.
"Pembalutnya bersayap atau tidak?" tanya Karan tidak diduga, rupanya dia membeli pembalut untuk Cladi. Sejebak Cladi tertegun tidak percaya.
"Kamu benaran beli pembalut untuk aku, Mas?" Cladi bertanya untuk meyakinkan dengan wajah yang berubah gembira.
"Ya, ampun ditanya pembalutnya bersayap atau tidak ini malah balik nanya. Ya sudah kalau tidak jadi beli." Melihat Karan mau kembali, Cladi segera mencegah dan berteriak.
"Pembalutnya bersayap!" serunya berteriak. Karan mendilak kesal seraya kembali ke apotek. Tidak berapa lama Karan datang menyodorkan satu buah kresek warna putih. Cladi segera meraihnya dan membuka kresek putih itu yang isinya dua macam. Pembalut dan jamu penghilang rasa sakit saat haid. Sejenak Cladi tertegun, dia terharu dengan perhatian Karan. Tanpa diminta Karan membelikannya jamu pereda nyeri haid.
"Cepatlah pakai, sebelum aku masuk ke dalam," ujarnya sembari menutup jendela mobilnya yang lumayan gelap jika dilihat dari luar. Cladi segera memasang pembalut dengan susah payah karena dirinya belum pernah ganti pembalut di mobil.
"Legaaaa, terimakasih Mas Karan. Ternyata dia perhatian juga," puji Cladi dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments