Kedatangan mereka dari bulan madu atau jelasnya nginap di hotel bintang tujuh dua hari disambut gembira oleh keluarga besar. Mereka kebetulan sedang berkumpul di rumah Karan. Kappa dan Khalia berdiri paling depan di apit nene dan kakeknya. Mereka bersorak gembira.
Karan memasukkan mobilnya ke dalam halaman rumah yang luas. Setelah terparkir dengan baik, dia segera membuka pintu dan turun duluan. Dengan sigap Karan segera menyambut kedua anaknya dan merangkul dua-duanya tanpa rasa lelah. Sementara Cladi masih di dalam mobil. Entah apa yang dilakukannya, Cladi nampak gelisah di sana.
"Papa, kami kangen, Pa," seru keduanya seraya menciumi wajah Karan dengan penuh rasa kangen. "Mamanya mana, Pah. Kok tidak turun?" tanya Kappa seraya melihat ke arah mobil mengamati Cladi yang belum turun.
Kappa dan Khalia lebih senang memanggil Cladi dengan sebutan Mama dibanding Bunda. Mereka sudah enak memanggil Mama kandungnya dengan sebutan Mama, jadi saat ini juga mereka berdua tidak segan memanggil Cladi dengan sebutan yang sama. Entah apa yang membuat keduanya cepat beradaptasi, sehingga panggilan Mama tidak keberatan disematkan juga pada Cladi.
"Tante kalian akan turun sebentar lagi," respon Karan seraya menurunkan kedua anaknya, lalu menyalami kedua orang tuanya.
"Kenapa istrimu begitu lama di dalam mobil, apakah dia tidak sedang sakit?" heran Pak Kelana seraya melihat ke arah mobil Karan.
"Tidak, Pah. Cladi baik-baik saja," sahut Karan.
"Lihatlah dulu Ran, istrimu sepertinya gelisah. Coba kamu hampiri. Jangan-jangan dia kehilangan sesuatu," timpal Bu Kori Mamanya Karan, merasa khawatir. Karan mendengus, tentu saja hanya berani di belakang kedua orang tuanya.
Karan terpaksa berjalan menuju mobilnya dan menghampiri pintu mobil yang ditempati Cladi.
"Cla, kamu ngapain masih di dalam, apakah kamu kehilangan sesuatu?" tanya Karan seraya menatap Cladi yang nampak pias.
"Mas, kebetulan kamu datang. Ini darah aku ternyata tembus dan kena ke jok mobil kamu," ucap Cladi sumringah melihat Karan datang. Karan yang mendengar ucapan Cladi sontak terbelalak, matanya melotot seakan ingin keluar.
"Apa? Tembus sampai jok mobil aku? Wah, kamu ini keterlaluan, masa darahnya tembus sampai jok. Kamu ini jorok banget, bukankah tadi sudah disumpal pakai pembalut, kenapa masih tembus?" ucap Karan marah seraya membuka pintu mobil dan memberi isyarat supaya Cladi turun. Namun Cladi tidak mau turun, sebab dia malu kalau darah yang terlanjur tembus mengenai roknya kelihatan oleh kedua orang tua Karan dan dua keponakannya yang suka heboh.
"Tidak Mas, aku tidak mau turun sebelum rok aku dihalangi oleh kain. Lagipula darah yang tembus ke jok kamu, kenanya saat tadi sebelum aku pakai pembalut. Coba aku pinjam jaket kamu untuk menutupi rok aku yang kena darah, tolong Mas," mohon Cladi dengan wajah memelas.
Sejenak Karan geleng-geleng kepala, dia terhenyak karena mobilnya kena darah haid Cladi, padahal jok mobil itu baru diganti sebelum Karan nginap di hotel bintang tujuh pesanan Papanya. Apalagi kulit jok ini paling mahal diantara kulit jok yang lain.
"Kamu ini ada-ada saja, kamu tahu tidak kulit jok ini baru diganti dan harganya paling mahal diantara yang lain? Kamu malah mengotorinya dengan darah," dumelnya kesal. Dimarahi begitu, Cladi diam saja, dia merasa bersalah dan tidak tahu harus berkata apa lagi. Sementara untuk turun mobil, dia tidak berani dan malu oleh kedua orang tuanya Karan serta keponakannya.
"Mas, aku minta maaf. Tapi, untuk kali ini aku mohon tolong aku. Pinjamkan jaket kamu untuk menutupi rok aku yang ada darahnya," mohon Cladi sekali lagi dengan memelas.
Cladi menatap Karan penuh harap. Karan membalas tatapan Cladi dengan kesal, terpaksa dia harus meminjamkan jaketnya untuk menutupi rok Cladi yang merah kena darah.
"Aku terpaksa pinjamkan jaket ini. Tapi ingat, kamu sudah dua kali punya hutang budi sama aku. Kalau sampai jaket ini kena darah juga, maka kamu harus traktir aku dan anak-anak makan besok sepulang kerja." Karan menekankan hutang budi yang harus dibayar Cladi besok dengan mentraktirnya makan sore hari setelah pulang kerja bersama Kappa dan Khalia.
"Ok, cuma membayar hutang budi begitu saja itu tidak sulit bagiku," ucap Cladi menyetujui permintaan Karan.
"Tapi ingat, traktiran makan besok sore hanya satu diantara dua hutang budi yang kamu penuhi, satu lagi hutang budi kamu tetap harus kamu penuhi. Bagaimana, apakah kamu sanggup?" tekan Karan menatap Cladi seraya memberikan jaket warna kremnya untuk menutupi rok Cladi yang merah kena darah haid.
"Ok, aku sanggup." Cladi menyanggupi seraya meraih jaket Karan, lalu dia segera menuruni mobil dan segera melingkarkan jaket itu di pinggangnya.
Akhirnya Cladi berjalan menuju rumah dengan rok yang ditutupi jaket Karan. Karan yang berada di belakangnya ngedumel seraya menutup pintu mobil sedikit kencang. Darah di jok itu harus segera dicuci, maka dari itu Karan segera memanggil Mang Kadi untuk membersihkan jok mobil. Namun Karan membalikkan badan dan kembali menuju mobil saat tadi dia teringat akan tisu basah di mobilnya. Sebelum menyuruh Mang Kadi membersihkan jok mobil, Karan berinisiatif menyeka jok itu dengan tisu basah sebagai usaha pertama menghilangkan darah.
"Ihhh, banyak juga darahnya, bau anyir lagi." Karan menyeka jok itu sambil menggerutu. Setelah darahnya tidak kelihatan, Karan segera menutup pintu mobil itu dan berlalu.
"Mang Kadi, saya minta tolong bersihkan semua jok mobil, saya merasa ada bau yang kurang sedap dalam mobil saya," perintah Karan pada Mang Kadi tanpa memberitahu bahwa di jok depan tadi ada darahnya. Mang Kadi manggut seraya menghampiri mobil Karan.
Karan masuk ke dalam rumah, di sana di ruang tamu dia melihat Cladi tengah dikerubungi papa dan mamanya serta kedua anaknya. Mereka antusias menanyakan pengalaman nginap di hotel bintang tujuh dua malam yang dipesan khusus oleh Pak Kelana, papanya Karan.
"Kami enjoy kok Ma, di sana kami menghabiskan waktu dengan senang-senang menikmati indahnya danau buatan di sekitar hotel," celoteh Cladi ngarang, sebab semua itu tidak pernah dia dan Karan lakukan. Terpaksa Cladi berbohong untuk menutupi kejadian yang sebenarnya di hotel. Karan kali ini setuju dengan karangan bebas Cladi, dia juga mungkin akan berbohong persis sama dengan yang dilakukan Cladi jika dia mendapatkan pertanyaan seperti itu.
"Oh, ya? Tidak salah kami mengirim kalian nginap dua malam di hotel itu, sebab hotel itu viewnya sangat bagus menghadap ke danau buatan yang sangat indah," tukas Bu Kori turut bahagia dengan senyum merekah.
Cladi sebenarnya sedih dikerubungi begini, dia ingin segera masuk ke dalam kamar sebab dia ingin ganti pembalut dan mandi, tubuhnya semakin kesini semakin gerah.
"Sepertinya kalian tidak akan lama lagi bakal memberi kami hadiah," celetuk Pak Karan sambil tersenyum bahagia.
"Hadiah! Hadiah apa, Pa?" Karan bertanya dengan heran.
"Hadiah cucu buat kami. Setelah dua hari menghabiskan dua malam di hotel itu, kalian pasti segera dikaruniai momongan," sahut Pak Kelana bahagia. Karan dan Cladi mendadak kompak saling tatap dan memberi kode dengan sama-sama menurun naikkan pundaknya.
"Cla, ayo kamu harus segera ke kamar mandi membersihkan darah haid kamu. Kalau tidak, maka jaket aku akan kena darah kamu juga," celetuk Karan membuyarkan harapan kedua orang tuanya yang mengharapkan hadiah atas bulan madu mereka.
Cladi melotot merasa malu atas celetukan Karan barusan. Terpaksa dia berdiri dan permisi pada kedua mertuanya yang saling tatap kecewa, untuk ke kamar mandi.
"Maaf, Ma, Pah, Cla ke kamar mandi dulu," ujarnya tersipu malu sembari menjauh dari ruang tamu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
R.F
aku datang lagi membawa 3like semangat kak
2024-01-11
1