Bos, Sekretaris Anda Melanggar Aturan
Di sebuah ruangan serba putih khas rumah sakit, aroma samar obat-obatan tercium dengan mudah di udara. Selain suara mesin-mesin medis yang secara teratur dan menambah suasana suram terdengar, tidak ada lagi suara lain yang mencemari udara. Di atas brangkar yang kokoh, seorang wanita paruh baya menutup matanya yang lemah. Di lengan kirinya terpasang selang infus sementara sebuah masker oksigen menutupi hampir separuh wajah pucatnya. Wajahnya pucat seakan tidak ada darah di dalam lapisan kulitnya. Jika dadanya tidak naik turun dengan lembut saat ia bernapas lemah, seseorang mungkin akan mengira jika dia telah meninggal.
Selain pasien di atas brangkar, seorang wanita muda duduk diam di samping. Menggenggam salah satu tangan yang bebas wanita paruh baya itu. Matanya sembab dan terlihat bengkak karena dia telah menangis semalaman tadi malam. Dia adalah Sassy Nindya Ayushita yang lebih sering dipanggil Sassy.
Semalam adalah kedua kalinya mamanya harus dilarikan ke rumah sakit akibat penyakit jantung yang dideritanya. Namun kali ini, penyakit sang mama jelas lebih parah dari yang pertama...
Tuti, mama Sassy telah ditinggal mati suaminya sejak Sassy berusia delapan tahun. Dan tidak pernah menikah lagi sejak papa Sassy meninggal karena sebuah kecelakaan. Karena itulah sejak kematian satu-satunya laki-laki di keluarga mereka, anak dan ibu itu selalu saling bergantung bersama. Jadi saat Tuti pingsan tadi malam, Sassy sangat takut.
Pintu perlahan terbuka dan seorang wanita masuk dengan hati-hati khawatir mengganggu pasien di dalam ruangan.
Sassy menoleh dan melihat wanita paruh baya yang sudah dikenalnya.
"Sassy, bagaimana keadaan Tuti?" Luna memegang tangan Sassy dengan khawatir.
"Dokter bilang mama harus segera melakukan operasi pemasangan ring, Tante." Jawab Sassy dengan nada rendah. Dua bulan yang lalu dokter telah menyarankan untuk pemasangan ring di jantung Tuti, namun Tuti menolaknya dengan tegas karena ia tahu jika anaknya tidak memiliki uang sebanyak itu. Dia tidak ingin membebani putri semata wayangnya. Jadi dia memaksa untuk pulang setelah kondisinya hanya sedikit lebih baik. Namun saat ini kondisinya drop dan lebih parah dari sebelumnya.
"Aish... Mamamu ini memang keras kepala." Luna mengeluh. Ia menghela nafas kasar.
"Kenapa kalian ribut sekali?" Suara Tuti yang serak dan lemas seketika membuat kedua orang di sampingnya menoleh.
"Mama sudah sadar?" Sassy segera bangkit dari duduknya. Menggenggam erat tangan mamanya dan bertanya dengan cemas.
Tuti tidak menjawab. Dia hanya menganggukkan kepalanya pelan saat ia tersenyum.
"Sassy panggil dokter dulu ma." Sassy segera menekan tombol di atas brangkar dan tak menunggu waktu lama dokter pun datang. Sassy mengikuti Luna keluar ruangan untuk dan membiarkan dokter memeriksa kondisi Tuti dengan tenang.
Sassy terkejut saat melihat seorang pria tampan yang duduk di kursi tunggu di depan ruangan. Pria ini hanya duduk dengan santai sambil memainkan ponselnya namun begitu menarik hingga menjadi pusat perhatian dimanapun. Dan Sassy sudah terbiasa dengan pemandangan itu.
Sassy akan menyapa pria itu namun tangannya sudah ditarik oleh Luna ke arahnya.
"Sassy, kenalkan ini putra Tante, Dewa." Mendengar suara mamanya, Dewa yang sejak tadi menundukkan kepalanya mendongak dan bertemu dengan mata Sassy yang tampak terkejut.
"Kamu!" Dewa juga terkejut melihat Sassy.
"Loh kalian sudah saling kenal?" Luna yang berdiri di antara keduanya menatap keduanya bergantian dengan mata penasaran.
"Sudah Tante. Tuan Dewa adalah atasan Sassy di kantor." Jawab Sassy.
"Oh! Aku tidak menyangka dunia ini sangat sempit." Luna sangat senang. "Jika aku tahu kamu bekerja di kantor Dewa, aku akan meminta Dewa untuk memperlakukanmu dengan baik." Lanjut Luna semangat.
"Tuan Dewa memperlakukan semua karyawannya dengan sangat baik Tante." Jawab Sassy tidak nyaman.
Dewa hanya diam sejak awal. Namun matanya tidak lepas dari wajah Sassy yang terlihat tidak bercahaya yang sangat jauh berbeda dari hari biasanya. Hari ini ia menerima laporan jika Sassy mengambil cuti beberapa hari karena ibunya masuk rumah sakit. Ia tidak menyangka jika ternyata mama Sassy adalah teman mamanya.
Ketiganya menoleh setelah mendengar pintu terbuka dan dokter berjalan keluar bersama dengan seorang perawat.
"Dokter bagaimana kondisi mama saya?" Sassy segera berlari dan bertanya pada dokter dengan cemas.
"Setelah kami melakukan pemeriksaan secara keseluruhan, kondisi pasien ternyata lebih serius dari yang kami perkirakan." Dokter berkata dengan berat hati. Namun ia masih harus memberitahukan kondisi pasien pada keluarganya apapun yang terjadi.
"Mama...." Sassy tidak dapat melanjutkan ucapannya. Ia menutupi mulutnya saat ia tidak dapat menahan tangisnya. Air mata yang baru saja berhenti kembali mengalir di kedua pipinya.
"Dokter, apa masih ada cara untuk bisa menyelamatkan sahabat saya? Dokter tenang saja. Untuk masalah biaya biar saya yang menanggungnya." Luna mengelus pundak Sassy untuk menenangkan putri sahabatnya itu.
"Kami mohon maaf. Meskipun kami melakukan operasi pada pasien saat ini, dengan kondisi pasien saat ini kami khawatir jika kesempatan berhasilnya sangat kecil. Untuk saat ini hanya keajaiban yang dapat menyelamatkan pasien."
"Terima kasih dokter." Ucap Luna lirih.
Dokter mengangguk dan pergi.
"Sassy, kamu tidak boleh seperti ini. Tante yakin masih ada cara." Luna memeluk Sassy yang semakin terisak.
"Aku akan memanggil Rio ke sini." Dewa yang sejak tadi hanya diam memperhatikan berkata sebelum memanggil seseorang dengan ponselnya.
"Nah. Mamamu akan baik-baik saja sekarang. Rio adalah dokter yang hebat. Kamu harus tenang. Jangan biarkan mamamu melihatmu seperti ini ya." Luna menghapus air mata Sassy dengan kedua ibu jarinya. Sassy mencoba menghentikan tangisnya dan mengangguk pelan.
Hanya ketika keduanya sudah tenang mereka masuk ke dalam ruangan. Tuti masih terjaga dan menoleh saat melihat Sassy dan Luna masuk. Ia tersenyum dengan lemah.
"Ma, bagaimana perasaan mama?" Sassy dengan hati-hati duduk di samping Tuti. Menatap mamanya dengan sedih.
"Mama merasa jauh lebih baik sekarang." Jawab Tuti lemah. Sassy tidak dapat berkata apa-apa. Ia takut jika ia tidak dapat menahan air matanya jatuh kembali.
"Tuti, putraku sudah memanggil dokter hebat kemari. Aku yakin kamu akan baik-baik saja." Luna berdiri di samping Sassy dan menatap Tuti sendu.
"Aku tidak khawatir tentang kondisiku. Yang aku khawatirkan hanyalah Sassy. Jika aku tidak ada, siapa yang akan menjaga Sassy nanti?"
"Mama tidak boleh bicara seperti itu. Bukannya mama sudah berjanji akan menemani Sassy menikah dan membantu Sassy merawat anak-anak Sassy nanti?" Sassy dengan panik menatap mamanya yang tampak sangat pucat.
"Maafkan mama sayang. Mama mungkin tidak dapat melihat kamu menikah sebelum mama pergi." Suara Tuti semakin lama semakin lemah.
"Maa... Jangan bicara seperti itu." Sassy berdiri. Memeluk tubuh Tuti yang terbaring dengan isak tangis yang tidak dapat ia bendung lagi.
"Kamu bisa." Ucap Luna dengan tegas. Tuti menatap Luna terkejut. Sassy yang memeluk Tuti juga menoleh.
"Aku membawa putraku kemari. Putraku adalah pria yang baik. Aku yakin dia adalah pasangan yang cocok untuk putrimu." Ucap Luna yang membuat Sassy semakin terkejut. Dewa yang baru saja membuka pintu juga berhenti dan berdiri di ambang pintu mendengar apa yang dikatakan mamanya.
"Nah kamu lihat. Ini adalah putraku. Apakah kamu juga berpikiran yang sama denganku?" Luna melihat Dewa berdiri di pintu dan menariknya masuk.
"Ya. Dia memang baik. Tapi..."
"Kamu tidak perlu khawatir. Dewa pasti setuju. Ya kan sayang?" Luna berkata dan menatap Dewa yang berdiri di sampingnya. Sassy segera berdiri dengan tidak percaya. Dia hendak mengatakan sesuatu saat ia mendengar suara Dewa yang dalam.
"Saya bersedia."
Kata-kata Dewa masih menggema di kepala Sassy bahkan setelah ia resmi menjadi istri laki-laki itu. Setelah Dewa setuju untuk menikahi Sassy, Luna segera mengatur semuanya. Dan segera, kamar pasien yang sebelumnya sepi kini bertambah lagi tiga orang. Satu naib yang didatangkan langsung dari KUA selaku orang yang bertugas menikahkan dan mencatat pernikahan keduanya. Sedangkan dua lainnya merupakan dokter yang kali ini bertugas sebagai saksi.
Sassy nampak seperti tidak berada di sana dengan pikiran kosongnya. Dia seperti tidak berhubungan dengan pernikahan dadakan itu meskipun sebenarnya pengantin wanitanya adalah dirinya sendiri. Sassy tidak tahu harus berkata apa maupun menanggapinya dengan cara bagaimana. Dia mengakui jika dia memang telah mencintai Dewa sejak lama. Sejak laki-laki itu menjadi kakak kelasnya di kampus. Tapi menjadi istrinya.... Dia bahkan tidak pernah bermimpi untuk posisi itu! Dewa dan dirinya bagaikan langit dan bumi. Yang tidak meskipun terlihat bersatu, namun akan selalu jarak di antara mereka.
Memikirkan perbedaan status mereka yang sangat jauh. Sassy tanpa sadar menatap Dewa yang duduk di sampingnya yang tampak datar. Setelah ijab Qabul, kondisi Tuti kembali menurun dan harus mendapatkan perawatan intensif. Jadi semua orang menunggu di luar.
"Kenapa? Apa kamu terpesona pada ketampanan suamimu hah?" Dewa yang merasa ditatap sedemikian rupa menoleh dan menatap Sassy.
"Tidak." Sassy menggeleng cepat. Ia ketahuan.
"Jadi menurutmu aku tidak tampan?" Dewa jelas tidak mau melepaskan Sassy. Dia menaikkan alisnya saat ia bertanya.
"Tidak. Bukan begitu. Tuan Dewa tentu saja tampan." Sassy melambaikan tangannya.
"Lalu?"
"Terima kasih. Terima kasih karena telah mengabulkan permintaan terakhir mama." Ucap Sassy tulus.
"Tidak masalah. Aku melakukannya dengan senang hati." Tidak ada yang tahu jika sebenarnya orang yang paling bahagia dengan pernikahan ini adalah dirinya.
Sassy tentu saja tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Dewa. Namun saat ia hendak bertanya, pintu ruangan terbuka dan dokter keluar sambil menghela napas.
"Mohon maaf. Kami sudah berusaha yang terbaik. Namun Tuhan berkehendak lain."
*
*
🍀Bos, Sekretaris Anda Melanggar Aturan_1🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Farida Wahyuni
bagus ceritanya, aku suka. masih bab awal tapi udah menarik. aku kesini karna liat dari fb.
2023-11-09
3