“Sayang, tadi itu Papamu?” Viona berada di belakang Harris. Memeluk perut datar ekasihnya.
“Apa tidurmu nyenyak?” Harris tersenyum ketika merasakan pelukan Viona. Harris segera membalikkan badannya sehingga tubuh mereka berhadapan.
“Sangat, aku lapar” Jawab Viona dengan suara manja.
“Makan malam sudah siap, mari kita makan” Harris membelai rambut Viona dengan lembut. Menyelipkan beberapa helai anak rambut yang menutupi wajah Viona.
Mereka saling merangkul saat berjalan ke ruang makan.
Mereka berdua duduk di meja makan yang sudah di penuhi berbagai hidangan. Namun Viona hanya akan makan buah dan sayur, juga susu dietnya.
“Sayang, tubuhmu tidak akan melar walau kau makan sebakul nasi” Ucap Harris ketika melihat Viona tidak makan nasi sama sekali.
“Aku tidak mau gendut, nanti aku ngga bisa cari uang lagi” Jawab Viona dengan memanyunkan bibirnya. Dia mulai makan aneka sayur mentah yang membuat Harris sedikit bergidik.
“Aku mampu menafkahimu bahkan dengan selusin anakmu, walaupun kau tidak bekerja, Sayang"
“Aku tidak mau hamil” Viona menghentiķan suapannya. “Sayang, ada yang ingin aku bicarakan”
“Makanlah dulu, nanti kita bicara lagi” Harris kesal karena ucapan Viona barusan.
Hening....
“Tante...”
Keheningan di meja makan buyar oleh suara lirih dan lemah dari ujung ruang makan.
Seorang Asisten rumah tangga nampak ketakutan karena gagal menjaga anak itu.
“Eh, Kristal” Ucap Viona gugup.
“Sayang, ini Kristal, dia anak saudaraku, karena dia tidak punya siapa siapa lagi di desa, jadi aku membawanya ke sini. Apa kau keberatan jika dia tinggal di sini?” Lanjut Viona dengan cepat.
“Saudara?” kening Harris berkerut.
“Iya, sayang. Saudara jauh sih, tapi mau gimana lagi, dia sudah kehilangan orang tuanya sayang. Kalau kamu keberatan, biar dia tinggal di panti” Bujuk Viona.
“Jangan, biar dia di sini. Apa kata orang kalau Viona punya saudara di titipkan di panti”
“Bener sayang? Wah, aku makin cinta sama kamu” Viona berjingkat di tempat duduk saking girangnya.
“Dengan syarat,” Lanjut Harris membuyarkan kesenangan di wajah Viona.
“Apa Sayang, aku akan menuruti keinginanmu”
“Kita menikah dalam waktu dekat, dan kita akan punya anak”
Mendengar ini, wajah Viona berubah masam. Sayur yang hendak di suapkan, diletakkan kembali.
“Kamu tahu kan aku masih terikat kontrak, tahun depan ya”
“Kalau begitu, dia tidak boleh tinggal di sini”
“Tapi aku harus menyelesaikan kontrak sayang”
“Tidak peduli”
“Sayang, kenapa kamu jadi begini sih? Kalau begitu aku pindah saja ke apartemen bersama Kristal” Protes Viona yang merasa tersudut dengan sikap Harris. Suara manja penuh rayu yang dia pertontonkan tadi lenyap berganti dengan suara jeritan penuh kemarahan.
“Sayang, aku ngga mau dengar gosip tentang kamu, apalagi gosip tentang kamu dan si brengsek itu. Aku hanya ingin melindungimu. Agar kamu tidak terluka” Seru Harris. Walaupun dia masih menahan suaranya agar tidak terdengar penuh emosi.
“Aku bisa mengatasi itu semua Ris. Buktinya aku baik baik saja sekarang. Kalau kamu tidak mau dia tinggal di sini, aku juga tidak akan tinggal di sini” Jawab Viona ketus. Dia memandang Harris dengan ekspresi menantang.
Viona mendorong kasar kursi yang tadi di dudukinya. Dia menuju kamar mengambil tas dan koper kecil milik Kristal. Sedangkan Kristal, beringsut ke dekat pintu dimana ART yang menjaganya berada. Dia berdiri gemertaran melihat pertengkaran dua orang dewasa di depannya.
“Kamu mau kemana?” Seru Harris saat melihat Viona turun dengan koper berwarna merah muda dan tas tangan mahal milik Viona.
“Pergi, kami tidak di terima di sini. Ayo Kris” Jawab Viona penuh keangkuhan.
Gadis kecil berusia 6 tahun itu menurut saja ketika Viona menyeret tangannya dengan keras. Meski tidak menyakitkan tapi hentakan keras itu berhasil mengguncang tubuh kecilnya.
“Apa sulit bagimu menikah denganku? Atau kau tidak benar benar mencintaiku?"
Viona berhenti sejenak,
“Kau tidak tau apa yang aku korbankan untuk sampai di sini, Ris”
“Baiklah, jika itu maumu, aku tidak bisa menahanmu lebih lama lagi" Suara Harris bergetar menahan amarah yang sudah memenuhi seluruh tubuhnya.
Viona melangkah pergi keluar rumah Harris. Meski bukan ini yang dia harapkan tapi Viona tidak mau menyerah sebelum dia memenuhi impiannya. Menjadi artis papan atas yang sukses.
Harris menggebrak meja untuk melampiaskan kemarahannya. Dia sangat kecewa dengan keputusan yang di ambil Viona. Apa permintaanya terlalu banyak, atau terlalu sulit?
"Tak bisakah dia berkorban untuk seseorang yang di cintainya. Seumur hidup bersama, menua bersama. Tak bisakah?" Batin Harris menangis.
Harris meraup wajahnya berulang ulang dengan kasar. Beberapa asisten rumah tangga bersembunyi di balik pintu bersiap menghadapi amukan Tuannya.
Harris keluar rumah mengendarai mobilnya tanpa Johan. Dia hanya ingin menghilangkan sejanak beban di hatinya. Tak bolehkah dia tak berpura pura kuat? Laki laki juga manusia, yang lemah dan rapuh.
Sebuah kelab malam milik sahabatnya adalah tujuannya. Hal yang biasa dia lakukan ketika tidak bisa melampiaskan kemarahannya. Ketika amarahnya tidak bisa terpuaskan dengan memporak porandakan seisi rumah.
.
.
.
Jam di ponsel Kira sudah menunjukkan pukul 7 malam tetapi yang di nanti tak jua muncul. Ivy sedang duduk di kursi kemudi sembari mengunyah snack yang dia siapkan sebelumnya. Hampir satu jam lamanya dia menunggu di depan kantor Nina.
Sesuai rencana mereka sejak awal, hari ini mereka melakukan pengintaian terhadap Andi.
“Ra, kamu mau ngga bantuin aku?” Tanya Ivy memecah keheningan.
“Asal bukan jadi samsak tinju mu, aku mau” Jawab Kira enteng.
“Ya elah bukan Ra, jagain kafeku di jalan Semeru. Ngga jauh dari rumahmu kok” Ivy menghentikan suapannya dan menghadap Kira.
“Emang kafemu mau kabur, pake di jaga segala?”
“Ngga lucu, pokoknya jagain kafe itu sama ponakanku. Dia sebenarnya cukup pandai mengelola kafe, tapi dia masih bocah, ngga berpikir panjang, butuh orang dewasa buat ngawasin dia”
“Jadi perlu bawa pentungan kaya gini juga?” Kira menunjuk tingkat bisbol yang sedari tadi di pegang Kira.
“Iya, sekalian sama yang jual"
Ivy merengut karena Kira mengganggap tawaranya hanya lelucon. Kira tertawa melihat kekesalan di wajah sahabatnya itu.
"Mbak, Andi sudah mau keluar, tadi kayaknya di interogasi lama banget deh sama bos besar” Dinda berlari tergopoh gopoh. Napasnya ngos ngosan karena berlari. Di tambah sepatu hak nya yang cukup tinggi menyulitkannya saat berlari.
“Kamu juga lama banget keluarnya. Tau gini kan kita ngga buru buru berangkat tadi” Gerutu Ivy.
“Maaf Mbak, aku ngga tau kalau akan lama. Sepertinya Andi kesel banget deh, keluar ruangan bos mukanya di tekuk” Dinda mengatur napasnya ketika masuk mobil.
“Iyalah Din, orang ketahuan korup kok” Jawab Kira.
“Tuh Mbak, dia udah keluar tuh" Dinda menunjuk motor yang di tumpangi seorang pemuda.
“Mana? Motor sport itu?" Tanya Ivy memastikan.
“Iya, itu warna biru”
“Hati hati Vy, anak-anak menunggu di rumah” Kira mengingatkan ketika Ivy memacu mobilnya tergesa gesa.
“Mereka sama siapa mbak?” Tanya Dinda.
“Ada saudara ibuku yang menjaga” Jawab Kira. Matanya fokus ke motor Andi yang berada beberapa meter di depannya.
“Oh... tenang kalau begitu Mbak” Dinda mengelus dadanya." Ini apa Mbak? Kita mau tawuran antar kampung apa, bawa pentungan banyak bener?"
"Kau pegang satu, Kira satu, buat jaga-jaga sekaligus menakut nakutin dia" Jawab Ivy. Kira juga berpikiran sama dengan Dinda, namun dia enggan bertanya takut akan menyinggung Ivy.
"Mbak Ivy sendiri? Tangan kosong gitu?" Tanya Dinda lagi. Dinda memang cerewet sama seperti Jen dan Naura. Naura putri kedua Ivy usianya 5 tahun. Kakanya Naina berusia 10 tahun.
"Walau dia berlima, aku akan menghajarnya dengan tangan kosong" Ivy menunjuk otot di lengannya. Dari awal Dinda tidak tahu siapa Ivy, kali ini dia dibuat takjub dengan lengan keras Ivy di balik hoodie hitamnya.
"Ingat ya, jangan pakai kekerasan" Kira mengingatkan Dinda." Terutama kamu Vy, ingat dia bukan samsak tinjumu" Kira mewanti wanti sahabatnya yang suka lepas kendali.
Mobil mereka mengikuti Motor yang di kendarai Andy. Motor Andy melaju begitu kencang, meliak liuk menyalip beberapa mobil di depannya. Namun, Ivy juga tak kalah lincah, meski agak jauh, Andy masih dalam jangkauan.
“Dia mau kemana sih?” Tanya Kira heran ketika mereka menuju kawasan yang tak pernah dipijaknya seumur hidup.
“Kayaknya mau ke Klub Mbak. Biasa mau menenangkan pikiran" Jawab Dinda. Dia sibuk dengan ponselnya.
“Sering kesini ya?”
“Iya lah, Mbak”
“Kamu maksudnya?” Ivy terkekeh.
“Ih, jahat deh, ngga lah Mbak, aku mah gadis baik baik”
“Wajahmu ngga nunjukin kamu gadis baik” Ivy menimpali candaan Kira. Mereka bertiga tertawa. Namun masih tetap fokus mengikuti Andy.
Hingga tiba di jalan yang sepi, sekitar beberapa puluh meter dari klub yang akan di datangi Andy. Ivy menginjak pedal gasnya sehingga mobil melaju lebih cepat mendahului Andy. Dan Ivy memutar kemudinya ke kiri membuat mobil Ivy menghalangi jalan Andy.
Andy terkejut dia membanting motornya ke kiri, hingga dia kehilangan keseimbangan dan terguling mencium aspal.
Kira, Ivy dan Dinda turun dari mobil dan menghampiri Andy yang berusaha berdiri dengan susah payah. Celananya robek di bagian lutut.
“Mau apa kalian?” Teriak Andy kepada mereka bertiga. Walaupun tangan dan kakinya gemetar menahan sakit sekaligus takut.
Kira mengamati Andy dengan seksama. Meski suasana gelap tapi wajah Andy begitu mencolok dalam cahaya redup.
“Pantas Nina suka sama laki laki ini, dia sangat tampan” Batin Kira.
“Kamu Andy kan?” Ivy maju selangkah ke depan Andy yang sudah bisa berdiri.
“Kalau iya kenapa? Kalian mau ngerampok?”
“Kamu yang jebak Nina kan?” Kira melangkah lebih dekat ke arah Andi. Tubuh mereka nyaris sejajar mengingat postur tubuh Kira yang menjulang.
“Ngga ada urusannya sama kalian kan?” Ucap Andi sinis.
“Ada, Nina adikku” Kira semakin mendekat ke arah Andi.
“Oh, kakaknya Nina si bodoh itu? Pasti bodohnya sama" Andi terhuyung ke belakang.
“Jangan asal kalau ngomong, Bocah” Teriak Ivy dari belakang Kira.
“Apa salah Nina sama kamu, ha? Kenapa harus Nina?”
“Bukan urusan kalian, Nina yang bawa uang itu bukan aku. Tanya adik lo sana” Andy mendorong Kira hingga terjatuh.
“Jangan kasar Woy” Ivy menerkam kerah baju Andy. Kemudian dia meninju wajah Andy hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah.
“Pukul, pukul sampai matipun aku ngga akan bicara” Tantang Andi seraya menunjuk pipinya yang belum terkena pukulan.
“Nantang lo?”
“Asal lo tau gua ngga peduli lo wanita, gua bakal mampusin kalian”
“Maju lo”
Andi menerjang Ivy dengan tangan mengepal. Namun Ivy megelak dan menangkap tangan Andi, memelintir lengannya ke belakang punggung Andi.
“Aaaakkhh, sialan lo semua” Andi meringis menahan sakit di lengannya yang sudah hampir mati rasa.
“Ngaku ngga lo?” Gertak Ivy.
“Ngga, gue nggak bakal ngakuin apapun” jawab Andi kukuh.
Ivy menarik lengan Andi semakin kencang membuat Andi berteriak lagi. “Ngaku ngga”
“Lepasin dulu, baru gua bicara” Ucap Andi lemah. Dia tak bisa lagi menahan sakit akibat ulah Ivy.
Ivy melepaskan tangan Andi, namun benda dingin menyentuh pelipisnya. “Gua lepasin tangan lo, tapi kepala lo di tangan gue”
“Vy, hati hati, jangan sampai merugikan dirimu” Kira mengingatkan. Menyesal Kira melibatkan Ivy di sini. Sisi gelap dari dirinya keluar setiap kali dia merasa tertantang.
“Ampuni aku, aku bakal ngakuin semuanya besok di hadapan Tuan Dirga, aku mengaku akulah yang menyerahkan tas itu pada Nina, tapi aku juga hanya di suruh, jika menolak keluargaku dalam bahaya”
“Tapi kenapa kau memanfaatkan perasaan Nina?”
Dinda yang sedari tadi diam saja akhirnya ikut bicara.
“Jujur gue sayang sama Nina, Din. Itu bukan kemauan gue, mereka yang meminta agar Nina yang membawa tas itu. Sekarang gue harus pergi, kalau tidak bukan hanya gue yang hancur tapi juga Nina tidak akan bebas”
Ivy menoleh ke arah Kira, meminta pertimbangan.
“Lepasin aja Vy, biarkan dia pergi sekarang, tapi pastiin Din, besok dia benar benar mengakui perbuatannya di hadapan bos kalian”
“Siap Mbak, akan aku pastikan dia mengatakan yang sebenarnya di hadapan bos” Dinda mengetuk ketukkan tongkat yang biasa di pakai untuk bermain bisbol. " Kalau dia masih ingin menikmati dunia"
Ivy perlahan menurunkan pistol yang sejak tadi melekat di pelipis Andi. Andi berlari tunggang langgang meninggalkan ketiga wanita yang menakutkan itu. Saking takutnya dia nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan.
Kesenangan mereka terhenti saat ponsel Kira berbunyi. Keningnya berkerut saat mendapati nomor baru menelponnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wirda Wati
lanjuut thort...
2023-04-27
1
Maryani Sundawa
Harris bener² dehhhh...cewek kyk Viona aja ditangisi
2023-02-01
0
💮Aroe🌸
trus, siapa yg tlp🤔🤔🤔
2022-02-07
0