Kejadian itu tak luput dari pandangan seorang Harris yang tengah melintas tak jauh dari taman, usai menjenguk Reno yang sudah membaik.
Sekilas, Harris tahu laki laki itu adalah Rian, salah seorang kepercayaan Papanya. Melihat kejadian itu Harris sudah bisa menebak apa yang terjadi. Harris berlalu begitu saja, dia enggan ikut campur urusan orang lain.
Rio sedang meeting ketika Harris sampai di ruangan Rio. Harris harus menunggu beberapa saat sampai Rio menyelesaikan rapatnya. Harris berdiri di dekat jendela yang bertirai. Dari tempatnya berdiri dia bisa melihat jelas wanita yang tengah menangis tadi. Harris tersenyum sinis, wanita penggoda memang pantas mendapat pelajaran, pikirnya.
“Kau tidak sibuk Bang?” Harris menoleh ke arah pintu, di mana Rio muncul.
“Aku menyempatkan waktu “ Harris menekankan perkataannya. Rio terkekeh melihat Harris marah.
“Ada perlu apa kesini? Bukanya kamu benci Rumah sakit? Sampai sampai kau kabur” Rio menghempaskan diri di sofa. Begitupun dengan Harris, dia duduk di sebelah Rio.
Harris mendengus jengkel, “ Bagaimana? Apa sudah ada titik terang?” Harris mengalihkan pembicaraan.
“Besok saja Bang, aku sibuk hari ini” jawab Rio santai.
“Kau cari alasan saja, mana? Biar aku periksa sendiri” Harris beranjak berdiri di ikuti Rio. Rio sebenarnya lupa karena ada banyak pekerjaan apalagi akhir bulan.
Rio mengambil laptop di meja kerjanya. Kemudian di tunjukkan kepada Harris. Harris memeriksa dengan seksama, sesekali matanya menyipit karena video itu tidak terlihat jelas.
Benar saja, wanita itu sepertinya menghindari kamera cctv. Setelah mempercepat, memperlambat rekaman itu berkali kali, Harris menyerah. Sampai pada Video yang menampakan rekaman menuju apotik, Harris mlelihat wanita itu ke apotik, wajahnya sepertinya sudah di obati.
Wajar jika Rio tidak menyadari, wanita itu melepas jaket yang di pakainya tadi. Tidak ada yang menyadari wanita berkaos hitam itu wanita yang menolongnya.
"Benar benar cerdik" Batin Harris.
“Bagaimana Bang? Kau juga tidak akan mengenalinya kan?” Rio menyeruput kopi yang baru saja di antarkan OB. Bersama makan siang yang baru saja di pesannya melalui aplikasi.
“Kau saja yang banyak alasan” Harris enggan mengakui jika dia juga belum bisa mengenali wanita itu, tapi bukan berarti tidak bisa.
Harris masih terus mengamati dengan seksama, mengabaikan Rio yang menawarinya makan siang. Hingga saat melihat rekaman cctv koridor depan, Harris bisa melihat wajah wanita itu. Kemudian dia mengcopy rekaman itu ke flaskdisk yang di bawanya.
“Aku kembali ke kantor dulu, malam minggu menginaplah di rumahku” Harris berdiri dari kursi Rio.
“Sudah kupesankan makan siang Bang, apa kau tidak mau mencicipinya?” Rio meneguk air putih untuk membantunya menelan makanan.
“Tidak, aku tidak suka masakan padang”
“Ini enak Bang, aku rasa ini masakan padang terenak yang pernah ku makan bang”
“Habiskan kalau begitu” Harris berlalu begitu saja meninggalkan Rio yang memgumpatinya.
.
.
.
Johan melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. Hujan masih turun dengan derasnya. Harris duduk menyandarkan kepalanya di kursi belakang. Kenyamanannya sedikit terusik ketika ponselnya berbunyi.
Harris dengan malas membuka ponselnya. Namun detik berikutnya, dia sudah duduk tegak dengan mata yang membuka sempurna. Sampai Johan kebingungan di buatnya.
“Jo, kita pulang sekarang” Harris tersenyum lebar.
Johan yang sempat melambatkan mobilnya, mengangguk dan melaju lebih cepat. Di tengah derasnya hujan, Johan nyaris tak bisa melihat jalan dengan jelas. Dia nyaris menabrak dua orang anak yang menyeberang jalan.
Kedua anak itu terkejut dan terjatuh saat mobil berhenti mendadak memghindari tabrakan. Hingga membuat mereka basah kuyup karena payung yang mereka gunakan terhempas.
“Apa aku memintamu ngebut?” Teriak Harris sembari membenarkan kembali posisi duduknya. Kepalanya membentur kursi depan dan luka di perutnya kembali terasa nyeri.
"Maafkan saya Tuan, saya akan menolong anak itu"
Johan segera keluar mobil, melihat kedua anak itu.
“Tuan, bisakah kita mengantarnya?”
Harris berdecak kesal, gara gara Johan tidak berhati hati, mereka malah mendapat masalah. Bukannya malah mempercepat malah memperlambat.
“Baiklah” Jawab Harris akhirnya. Dia membuka payung dan pindah ke depan. Membiarkan kedua anak itu duduk di kursi belakang.
“Di mana rumah kalian?” Tanya Johan ramah.
“Jalan pahlawan, sebenarnya tidak perlu Paman, kami bisa pulang sendiri” Kedua anak itu sedikit takut melihat wajah Harris yang tidak bersahabat.
“Tidak masalah, maaf tadi Paman ngebut” Johan memutar kemudinya menuju jalan yang di sebutkan anak itu.
“Siapa nama kalian?” Johan tersenyum ke arah dua anak lelaki di belakangnya melalui kaca spion.
“Excel dan Ini Jeje adik saya”
“Nama yang cakep, sama seperti orangnya” Gurau Johan.
“Kenapa kalian tidak di jemput oleh Mama atau Papa kalian?” lanjut Johan.
Harris melirik Johan. Harris kesal karena dia jadi sok akrab dengan anak itu, sedangkan Harris hanya diam saja.
“Mungkin Mama masih di rumah sakit” Ucap Jeje.
Johan dan Harris terdiam, mereka berfpikir orang tua anak ini bekerja di rumah sakit. Sehingga mereka tidak bertanya lagi.
“Terimakasih Paman, maaf mobil anda jadi kotor dan basah karena kami” Excel membungkuk sebagai permintaan maaf.
“Tak apa, yang penting kalian sudah sampai dengan selamat. Sekali lagi maafkan Paman ya” Ucap Johan saat sudah berhenti di depan rumah mereka. Johan sangat perhatian dengan kedua anak itu. Dia jadi teringat dengan anaknya. Jika masih hidup mungkin dia sudah sebesar ini.
Excel melihat motor Mamanya terparkir di halaman.
“Assalamualaikum Ma,” Excel membuka pintu mencari Mamanya.
“Wa alaikum salam” Kira setengah berlari ketika mendengar suara Excel.
“Sayang, kalian sudah pulang? Mama baru saja mau menjemput kalian” Kira terkejut melihat kedua anaknya basah kuyup.
“Ma, ini Paman"
“Johan” Johan menyela ucapan Excel.
“Tadi kami jatuh saat menyebrang jalan, dan Paman Johan mengantar kami sampai rumah” tutur Excel.
“Terimakasih Tuan, Maaf merepotkan”
“Tak apa, kalian segera ganti baju, Paman akan pulang” Johan berjongkok mensejajarkan dirinya denga Excel dan Jeje.
Kedua anak itu mengangguk. “Terima kasih Paman.”
j
“Saya permisi Nyonya, Maafkan saya tadi saya ngebut, tidak melihat kedua anak ini menyebrang”
“Tidak apa apa, saya baru akan menjemputnya, seharusnya mereka pulang beberapa saat lagi. Sekali lagi terima kasih Tuan" Kira tersenyum tulus.
“Sama sama Nyonya, saya permisi"
Kira mengantar Johan sampai ke depan rumah hingga mobil Johan meninggalkan pekarangan rumah Kira.
“Kenapa kau lama sekali? Apa kau mau menggoda perempuan bersuami?" Sembur Harris.
“Maaf Tuan, bukan begitu, saya hanya menujukkan sopan santun saja”
“Makanya cepat menikah lagi, atau kau mau ku nikahkan dengan Della?” Della adalah asisten Viona. Dia seorang janda yang sudah 3 kali menikah. Membayangkan wajah Della, Johan bergidik ngeri.
“Terima kasih perhatiannya, tapi saya akan mencari sendiri tuan”
“Atau dengan Marsha”
“Tidak terima kasih”
Johan segera melajukan mobil dengan cepat namun kali ini dia lebih berhati hati. Dia tahu bosnya sudah tidak sabar bertemu pujaan hatinya.
.
.
.
“Sayang...” Teriak Harris saat sampai di pintu depan.
Seorang wanita muda berusia 25 tahun dengan postur tubuh yang sangat langsing dan wajah yang sangat mempesona, berjalan dengan anggun menuruni tangga.
“Honey, i miss you, kenapa lama sekali” Suara manja yang amat sangat di rindukan Harris kini terdengar kembali. Dia menabrakkan tubuhnya dengan lembut ke tubuh Harris.
“Maaf sayang, tadi ada Johan hampir nabrak anak mau nyebrang” Harris menghujani puncak kepala dan kening Viona dengan ciuman.
“Oh gitu, pasti karena kamu yang minta Johan cepet cepet, kamu sudah kangen berat ya sama aku?" Goda Viona. Dia membelai lembut dada bidang Harris yang masih terbalut kemeja. Membuat gelora dalam tubuh pria itu tersulut.
Dengan tak sabar Harris memegang dagu Viona, menerkam bibirnya yang merah merona karena lipstik yang di poleskan ke bibirnya.
"Stop, Honey. Aku belum mandi" Viona menghentikan aksi Harris.
“Kita mandi bareng”
Harris meraih tubuh Viona yang sangat ramping ke dalam gendongannya. Meskipun menaiki tangga yang cukup tinggi, tapi bagi Harris, tubuh Viona seringan kapas.
Acara mandi berubah menjadi arena pergumulan panas dua manusia yang sedang di landa rindu.
Harris tak melepaskan Viona sedetikpun, menjajah seluruh tubuh wanita yang dia rindukan beberapa hari ini. Melepas rindu yang membuncah. Hingga matahari terbenam, mereka baru keluar dari kamar untuk makan malam.
“Jo, kenapa kamu masih di sini?” Tanya Harris ketika mendapati Johan masih berada tak jauh dari pintu kamarnya.
“Ada Tuan Dirga di ruang tamu Tuan. Beliau menunggu Anda selama satu jam” Jawab Johan setengah berbisik.
“Kenapa tidak memberitahu dari tadi” Harris terkesiap. Harris sedikit malu, namun dia segera menormalkan kembali wajahnya ke mode dingin dan kaku.
“Maaf Tuan, saya takut mengganggu” Harris hendak melayangkan tangannya ke arah Johan. Namun di urungkannya ketika Johan menutupi wajahnya dengan lengan.
“Sialan,” Harris berjalan menuruni tangga. " Sejak kapan kau berada di depan kamarku?" Harris menghentikan langkahnya. Memastikan Johan tidak mendengar apapun.
"Belum lama Tuan. Saya sudah siaga dengan headset dan volume tinggi" Johan menjawab dengan sikap siaga layaknya seorang prajurit. Namun bagi Harris itu sebuah ejekan.
"Bulan ini tidak ada cuti bagi jomblo abadi" Lutut Johan lemas seketika.
"Kenapa serba salah gini sih? Kalau begini caranya bisa bisa jadi duda lapuk" Batin Johan.
Harris segera menemui Papanya yang sudah menunggunya terlalu lama, walaupun hubungan mereka tidak terlalu baik, tapi jarang Papanya datang ke rumah jika tidak ada yang penting.
"Akhirnya kau menemui Papa juga Ris, Papa kira kau akan mengabaikan kedatangan Papa" Ucap Dirga ketika melihat putranya muncul.
“Papa sudah lama?” Harris mengalihkan pembicaraan.
“Belum, Papa menikmati waktu papa di rumah putra Papa”
“Ada urusan apa Pa?”
“Dia sudah kembali?”
“Iya, Pa."
" Di mana anak itu?”
“Dia sedang beristirahat Pa”
“Bukan wanita itu, anak yang di bawa wanita itu”
“Siapa maksud Papa?”
“Tanyakan sendiri pada wanita itu”
“2 hari lagi datanglah ke rumah Papa. Papa mengadakan pesta kecil kecilan"
“Acara apa?" Tanya Harris keheranan." Papa mau menikah?"
Jarang sekali bahkan tidak pernah ada perayaan di rumah Papanya sejak Mamanya meninggal dunia.
“Datang saja, kau akan tahu nanti” Jawab Dirga datar.
Dirgantara segera beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Harris yang masih mematung. Harris berdiri untuk mengantar Papanya. Namun di benaknya masih dipenuhi tanda tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wirda Wati
lanjuut
2023-04-27
1
Maryani Sundawa
di part ini Harris dan Viona mulai menyebalkan
2023-02-01
0
💮Aroe🌸
lanjuut, masih penasaran。。
2022-02-07
0