"Kira di depan berhenti dulu ya, aku mau beli susu untuk Ghea” ucap Kalina pelanggan tetapku selama setahun ini.
“Oke Lin.”jawabku.
Aku berhenti di depan supermarket yang di tunjuk Kalina. Aku menunggunya di motorku selama Kalina berbelanja. Kalina seorang karyawan sebuah perusahaan besar. Setiap pulang kantor aku lah yang menjemputnya. Entah apa alasanya, dia selalu memintaku yang mengantarkanya. Padahal dia punya mobil. Suaminya juga berkerja ditempat yang sama. Tapi karena sering lembur, Kalina memintaku menjemputnya.
Genap satu tahun aku berstatus janda. Janda 3 anak. Sekarang aku adalah pengemudi Ojol. Sebuah pekerjaan yang tidak menentu, namun hanya ini yang bisa kulakukan agar hidup kami tetap berlangsung. Selain karena pendidikanku hanya sampai SMA, aku juga tidak punya keahlian lain. Ya, selain jadi ibu rumah tangga sebelum bercerai. Mungkin selain tukang ojek pekerjaan lain yang mungkin kudapat, ya jadi Asisten rumah tangga.
Pernah beberapa kali tetanggaku menawarkan kepadaku menjadi Art di tempatnya bekerja. Tapi karena tidak bisa pulang, aku menolaknya. Aku tidak mau meninggalkan anak-anakku pada orang tuaku. Meskipun mereka tidak keberatan tapi aku merasa tidak enak hati kepada mereka. Seharusnya aku membahagiakan mereka diusia senjanya. Tapi yang ada, aku malah menambah beban mereka.
“Aku sudah selesai, Ra. Ayo jalan,"Kalina mengagetkanku.
“Siap bos," Aku memberi hormat kepada Kalina seperti seorang prajurit, dan itu membuat kami tertawa bersama.
Aku melaju lagi, membelah jalanan yang mulai di padati pengguna jalan. Bersyukur aku mempunyai pelanggan tetap seperti Kalina. Ada beberapa orang yang bisa dibilang jadi pelanggan tetapku. Selalu menggunakan jasaku. Terkadang mereka rela mengeluarkan biaya lebih jika aku sedang sepi orderan. Ada juga yang meminta teman -temannya untuk memakai jasaku. Walau aku tak pernah cerita jika aku seorang janda dengan anak 3. Mungkin mereka melihat wajahku yang menyedihkan ini kali yaa, mereka jadi iba.
“Makasih ya Ra,” Ucap Kalina. "Sayang banget besok suamiku cuti jadi ngga bisa seru seruan sama kamu Ra" Kalina memanyunkan bibirnya. Jika suami Kalina cuti, maka suaminya akan mengantar jemputnya bekerja.
Aku tersenyum. "Bisa lain kali kan Lin, masa diantar jemput suami malah manyun? Kan aneh Lin."
“Suamiku ngga asik diajak ngobrol Ra, garing, ngga kaya kalau sama kamu, bisa nyambung," Ucap Kalina.
“Ada ada aja kamu Lin, aku balik, ya! Makasih untuk hari ini, jangan lupa bintang 5 nya,” Ucapku sambil menyalakan motorku.
“Yeee, ngga perlu diingatin lagi kali, selalu bintang 5," Teriak Kalina agar aku masih bisa mendengar kata katanya.
Aku tersenyum mendengar kata-kata terakhirnya. Pelangganku selalu memberiku bintang 5. Aku bersyukur, selama ngojek aku selalu mendapat pelanggan yang baik. Ya, tidak selalu sih, kadang ada yang usil saat tau pengemudi ojolnya wanita. Pernah suatu hari, karena tahu pengemudinya wanita, dia cari-cari kesempatan untuk berbuat tidak baik, beruntung rutenya dekat, jadi aku masih selamat. Setelah kejadian itu, aku selalu menutupi penampilanku. Didukung postur tubuhku yang tinggi dan badanku yang bisa dibilang besar. Mereka tidak menyadari jika aku wanita. Bahkan sangat jarang aku menerima laki-laki sebagai pelangganku.
Selama setahun ini, aku merasa bahwa hidupku banyak berubah. Banyak sekali pelajaran yang ku dapat, dan tidak buruk juga bercerai. Dulu, aku bahkan tak sempat melihat matahari, sedang terik atau redup. Dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain, seolah tidak berhenti.
Sekarang, ibarat burung di lepas dari sangkar, aku bebas mengepakkan sayap, meski aku hanya terbang rendah. Menikmati waktu pengganti sepuluh tahun yang hilang tanpa menyisakan apa-apa, selain luka.
*****
“Assalamualaikum."
“Waalaikumsalam," Excel menjawab salamku. Dia sedang duduk di ruang tamu untuk mengerjakan PRnya.
“Uti mana Kak?," Tanyaku pada Excel anak tertuaku. Karena rumah terasa sepi. Kuletakan tas dan melepas jaket khas ojolku.
“Uti lagi ke rumah Umi Khadijah Ma," Excel berdiri untuk menyalamiku.
“Oh, sama kembar ya, Kak?," Tanyaku lagi seraya duduk dan meraih salah satu buku sekolah Excel. Meski aku jarang membantunya untuk belajar tapi Excel yang terbilang cerdas di kelasnya, tidak menemukan kesulitan berarti.
“Iya Mah. Kakak ambilin minum ya, Ma," Excel berjalan ke arah dapur.
“Ngga usah Kak. Mama ngga haus kok, Mama mau sama Kakak Excel saja, sini," Kutepuk tepuk sofa yang sudah usang itu, mengisyaratkan kepada Excel untuk kembali duduk.
Excel berbalik lalu duduk di sofa sebelahku. "Mama capek ya?."
“Ngga kok, Mama ngga capek," Aku tidak mau membuat Excel mengkhawatirkan aku, dia pendiam tapi dia sangat peka dan perhatian kepadaku dan adik-adiknya. Aku membelai kepala putra sulungku itu. Dia adalah replika Papanya. Aku hanya berdoa semoga dia tidak mewarisi sifat buruk Papanya.
“Gimana sekolahnya, Kak?," Tanyaku lagi.
“Biasa aja Ma,” jawab Excel. ”Excel belum menemukan kesulitan," Wajahnya yang datar membuatnya tampak menggemaskan.
“Anak Mama memang hebat.” Aku mengangkat ibu jariku kearahnya. Memberinya penghargaan untuknya meski tidak bisa lagi memberinya mainan atau benda lain, itu bisa mendongkrak semangatnya untuk lebih baik lagi.
Excel tertawa melihatku," Mama bisa saja, biasa aja kali Ma."
“Mama ke kamar dulu ya, Nak. Mau mandi, badan Mama lengket semua," Aku mengecup pucuk kepala putraku sebelum bangkit dari kursi lalu menuju kamar dan mandi.
Ruangan yang kusebut kamar itu berukuran 3x3, kutata sedemikian rupa agar muat untuk kutempati bersama anak anaku. Ranjang bertingkat seperti asrama menjadi tempat tidur anak anakku. Aku membelinya saat kami pindah kesini. Sedangkan aku memilih tidur di kasur lamaku. Meskipun tak senyaman rumah mertuaku yang fasilitasnya lengkap, setidaknya anakku tidak mengeluh sama sekali. Aku bersyukur memiliki anak yang pengertian dan tidak banyak menuntut.
Meski di rumah mertuaku, kami juga hidup sederhana, tetapi, di sana kami memiliki segalanya kecuali kasih sayang. Kami hidup bersama tapi terasing, kami berkumpul tapi tersisih. Terkadang aku berfikir, apa aku dan Mas Rian benar saling mencintai? Kami bersama tapi kami seperti orang lain. Tahun-tahun terakhir kami bersama, adalah neraka. Tiada hari tanpa keributan, berteriak dan memaki. Ku rasa, kami tidak benar-benar saling mencintai, hanya aku saja, dan dia dengan mudah mendua. Tidak, dia tidak mencintai kami, dia lelaki yang mudah mengingkari.
Setelah mandi, aku ke dapur untuk memasak makan malam. Ayam goreng, tumis kangkung dan sambel adalah menuku malam ini. Menu yang selalu dibuat dalam porsi besar. Sejak kehadiranku kami jadi keluarga besar. Tak perlu waktu lama untuk menyiapkan semua itu. Sehingga sebelum magrib semua sudah tersaji di meja makan. Tinggal menunggu semua berkumpul dan makan malam sederhana bersama. Kami yang selalu tertawa, bercanda, ku rasa, itulah keluarga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Kamiem sag
masih baca
sehat selalu thor
2025-04-24
0
Harwi
🫰
2023-09-13
1
Wirda Wati
wanita hebat menurutku
2023-04-27
0