Aku mulai belanja seperti urutan biasa. Sembako, sayuran, daging, ayam dan ikan. Lalu ku ambil dengan urutan sebaliknya. Saat ikan, ayam dan daging sudah ditangan, segera aku mengantarnya pada Nek Mina. Sudah ada 2 orang pegawai nek Mina yang menerima belanjaan. Tinggal mengambil sayuran yang bisa saja membuat motorku tak terlihat. Namun kali ini, hanya beberapa kantong saja. Tinggal sembako saja, biasanya ku ambil setelah mengantar trio kesayanganku ke sekolah.
Saat aku tiba di rumah mereka bertiga sudah siap di teras. Segera ku antar mereka ke sekolah. Mungkin 15 menitan sudah sampai. Dari sekolah anak anak ke pasar aku biasanya mengambil jalan pintas. Meskipun sepi, tapi karena hari sudah siang tak ada yang perlu ditakutkan.
Dari kejauhan kulihat 2 orang pria di kepung oleh 5 orang pria berpakaian preman. Dua orang itu nampaknya kesulitan menghadapi preman yang badanya besar besar itu. Aku tau aku harus menolong mereka, tapi bagaimana? 2 orang itu saja tidak sanggup melawan apalagi aku? Meskipun aku pernah belajar bela diri tapi itu hanya gerakan dasar yang sangat sederhana. Tak mungkin aku bisa melawan preman preman itu.
Di tempat ini hanya ada gudang dan bangunan tua yang terbengkalai. Tempat ini jauh dari pemukiman warga. Jika aku mencari pertolongan mungkin saat aku kembali 2 orang itu sudah mati. Aku menoleh kiri kanan. Aku melihat ada sebatang besi yang sudah berkarat. Perlahan dan mengendap-endap aku berjalan mendekat. Dua orang itu mulai kewalahan menghadapi ke lima preman itu.
Pikiranku terus berputar dalam ketakutan. Kulihat ada sebuah pisau tergeletak di dekat motor sepertinya milik preman-preman itu. Terlintas ide yang entah tak tau dari mana datangnya. Mungkin ini yang namanya the power of kepepet. Semoga berhasil seperti yang kulihat di film-film itu, batinku. Kurobek roda ketiga motor itu. Ternyata sulit, namun, dengan susah payah, aku berhasil merobek roda ketiga motor itu. Hanya sekenanya tapi kupastikan setiap motor, rodanya robek.
Aku memantapkan hatiku, membuang jauh jauh ketakutanku. Ku ayunkan batang besi itu sekenanya. Ada yang mengenai leher belakang, ada yang mengenai kepala. Tapi sayangnya, aku di tangkap dari belakang.
Preman itu menghimpit leherku dengan lengan besarnya. Samar-samar kulihat 2 preman sudah tersungkur jatuh karena pukulanku. Tinggal 3 lagi. Dan, kita satu lawan satu. Dua pria itu sudah tak karuan lagi wajahnya tapi mereka masih bisa melawan.
Nafasku sudah mulai sesak. Ku gigit saja lengan berotot itu dengan sekuat tenaga. Namun, dia hanya berteriak dan semakin mengeratkan lengannya di leherku. Aku tersengal-sengal seolah nafas menjauh dari paru-paru. Dengan sisa tenaga, aku menginjak kakinya dengan sepatuku. Saat kurasakan kepala preman itu mendekat, ku hantam dengan bagian belakang kepalaku berkali-kali. Seketika dia melepas cekikan di leherku dan aku terlempar ke gundukan pasir.
“AAAARRRRGGGGGHHH, DASAR J*****, Sialan....” Dia terhuyung. Kakinya terpincang pincang karena ku injak dan tangan yang menutupi hidungnya yang berdarah.
Sambil mengatur nafas aku berusaha berdiri. Aku berusaha mencari batang besi tadi. Tapi tak ku temukan. Hingga tanpa aku sadari seorang preman lain menarikku. Aku menggenggam pasir untuk pegangan tapi tentu saja dengan mudah aku di tariknya. Preman itu memukul wajah dan perutku berkali-kali. Aku terjatuh lagi, telingaku berdengung, mataku kabur. Mulutku dipenuhi cairan yang rasanya asin.
Samar kulihat preman tadi mendekatiku lagi. Ku keluarkan darah yang ada di mulutku. Lalu kedua tangan ku menggenggam pasir. Entah apa yang dia ucapkan, saat dia memegang kakiku, kulemparkan pasir di genggamanku. Semula, kukira satu orang preman ternyata 2 orang preman berteriak memegangi matanya.
Aku bangkit dengan pasir ditanganku. Seorang lagi masih perkasa disana. Ku usap mataku pada lenganku agar penglihatanku tidak lagi buram. Mungkin efek pukulan tadi.
Aku berlari menerjang pria yang mengacungkan pistol ke arah pria yang sudah babak belur itu. Membuat preman itu limbung, sekuat tenaga ku pukul dengan aku diatas tubuhnya. Menjijikan.
“DDOOORRR.....”
Preman yang terkena pasir tadi sudah bisa melihat lagi, namun sepertinya belum sepenuhnya. Dia menodongkan pistol ke arahku.
Aku terkejut bukan main. Beruntung tembakan itu meleset jauh. Saat aku lengah dan preman itu melemparkan aku. Aku terguling kesamping beberapa jengkal dari pistol preman yang aku terjang tadi. Secepat kilat ku raih pistol itu.
“Semoga ngga kebalik,”Batinku
Seumur hidup baru kali ini aku memegang senjata api. Tanganku bergetar hebat, ku arahkan pistol itu kepada 3 preman yang sudah berdiri dihadapanku.
“MUNDUUR," suaraku bergetar, aku menggenggam pistol itu erat-erat, takut terlepas. "ATAU KUTEMBAK KALIAN SEMUA"
“DDOOORR."
Tanpa sengaja aku menarik pelatuk pistol itu. Mengenai lengan kiri preman yang memegang pistol ditangannya. Membuat pistol itu jatuh. Preman itu menjerit keras. Darah mengucur dari lengan yang tertembus peluru.
“Oh jadi begitu caranya....”
Ke dua preman itu makin geram. Mereka berdua berlari kearahku.
“J***** sialan....kubunuh kau....” Teriak salah satu dari mereka.
“DOOOORRR” Tanpa bicara aku menembak lagi pria itu.
Namun meleset
Suara letusan pistol menggema di antara tembok-tembok gedung itu
Ku bidik lagi preman itu ke arah kepalanya. Hanya berjarak beberapa meter dariku. Bahkan walaupun bukan ahli menembak tapi dengan jarak sedekat ini, kurasa aku bisa memberi kenang kenangan diwajahnya.
“Masih berani lo....maju sini....gue bunuh sekalian....”Aku mencoba mengancam, meski kurasa lututku lemah.
“Gua hitung sampai tiga....Kalau ngga pergi gue beneran tembak lo berdua....”
Mereka berdua saling pandang lalu mundur perlahan.
“SATU....” Mereka mempercepat langkahnya
“DUUUU.....AAAA” Melihat preman itu mulai panik, aku jadi lebih berani.
“TIII......” Mereka berdua mempercepat larinya.
Mereka menarik temannya yang tertembak. Lalu menaiki motor meninggalkan 2 orang yang masih pingsan atau mati. Aku ketakutan saat ku goyangkan badan orang itu sama sekali tak bergerak
“Astaga, pagi-pagi aku membunuh orang....”
Namun perasaan itu segera hilang melihat 2 orang tak sadarkan diri. Aku memeriksa keduanya. Tak berselang lama ada beberapa warga yang mendengar suara letusan sejata mendatangi kami. Ada juga yang menelpon polisi.
“Tolong Pak....bantu saya membawa mereka berdua kedalam mobil.” Uapku pada seorang warga.
Semoga nyawa mereka masih bisa tertolong. Batinku mengatakan itu berulang kali.
Aku dibantu warga untuk menaikan mereka ke mobil. Wajah mereka berlumuran darah.
“Mbak....yang dua orang itu gimana?” seorang warga bertanya kepadaku.
“Laporin polisi pak....ikat saja mereka sampai polisi datang”
Aku segera duduk dibelakang kemudi. Mobil ini mewah sekali batinku.
Semoga ngga pake password untuk menyalakan mobil ini....
Bagus banget mobil ini....
Aku melajukan mobil itu dengan kencang. Lampu tanda bahaya ku nyalakan agar pengguna jalan mengerti keadanku. Aku sedikit menikmati mengendarai mobil ini. Dulu waktu masih jadi istri mas Rian aku harus menahan keinginanku meminjam mobil mewah mas Rian. Mungkin mas Rian juga tidak tau kalau aku bisa nyetir mobil. Karena Aguslah yang mengajariku, saat mengantar dan menjemput anak anak sekolah atau sekedar ke arena bermain.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Kamiem sag
power of the kepepet itu keren juga ya thor
2025-04-24
0
Nadja 🎀
keren bgt! bagus dong perempuan hrs kuat gak lemah!! super woman!
2024-09-16
0
Wirda Wati
lbu super
2023-04-27
1