Rania pergi ke rumah sakit setelah pulang ke rumah terlebih dahulu untuk mengganti pakaian anggun yang ia kenakan sewaktu menemui Bagas. Di rumah sakit, abang dan ayah Rania sedang duduk di depan kamar ibunya di rawat, menunggu kedatangan Rania. Saat melihat Rania datang, mereka langsung berdiri dari kursi duduknya dan menyuruh Rania untuk duduk di tengah-tengah di antara mereka.
"Rania, abangmu sudah menceritakan semuanya. Ayah sangat berterimakasih padamu nak, untungnya ibumu segera di bawa ke rumah sakit." Ucap ayahnya dengan wajah senang.
"Iya, Rania." Sahut abangnya.
"Lalu untuk apa tuan Bagas memintamu untuk menemuinya kembali hari ini? Apakah dia memberimu uang tambahan?" Tanya abangnya.
"Rania harus menikahi pria itu untuk melunasi hutang kita." Jelas Rania datar. Tubuhnya masih lemas sejak kejadian tadi di rumah Bagas. Pandangan lurus ke depan.
"Bagus kalau begitu." Jawab Radit dengan semangat, seperti menemukan kabar gembira. Padahal menurut Rania, itu adalah hal terburuk.
Wajah Rania mengeluarkan ekspresi tidak suka ketika mendengar ucapan yang barusan abangnya katakan. Tapi dia berusaha menutupi semuanya dengan sikap tenangnya. Ia tidak mau mengecewakan keluarganya.
"Berarti kalau kamu menikah dengannya, kita akan kecipratan kaya raya, Rania." Ucap ayah Rania yang cepat di angguki oleh abangnya. Mereka tertawa senang.
"Tapi bagaimana dengan sekolah Rania, yah, bang?" Rania melihat ayah dan abangnya secara bergantian.
"Kamu tidak perlu memikirkan sekolahmu lagi. Karena tujuan awal kami menyekolahkan kamu, supaya kamu jadi orang sukses, kaya raya. Dan sekarang kamu akan menikah dengan orang kaya."
"Iya Rania, Tuan Bagas kan katanya orang baik. Jadi kamu beruntung bisa mendapatkan pria tajir melintir seperti dia. Abang memang tidak salah menyuruhmu meminjam uang kepadanya. Siapa tahu, setelah kamu menikah dengannya, abang bisa naik jabatan di perusahaan miliknya."
Mereka berdua terus berbincang mengenai kabar gembira yang baru saja mereka dapat dari Rania.
Kabar gembira? Bukankah ini kabar menyedihkan? Memang menyedihkan untuk Rania. Mereka tidak tahu siapa sebenarnya pria yang sedang mereka puji orang baik itu.
Rania memilih untuk masuk ke kamar untuk melihat keadaan ibunya. Di dalam ada Nadira, kakak perempuannya yang terus menjaga ibunya.
Nadira heran melihat adiknya datang dengan wajah murung. Ia melihat ada setitik air kristal di pelupuk mata adiknya.
"Rania, kamu kenapa?" Tanya sang kakak merasa khawatir.
"Rania baik-baik saja kak." Jawabnya seraya memberikan senyuman kepada sang kakak, berusaha membuat sang kakak tidak mencurigai dengan apa yang telah terjadi menimpa dirinya.
Sorot mata Rania memberitahu pada sang kakak bahwa sebenarnya ia sedang tidak baik-baik saja. Ada masalah besar yang ia hadapi.
"Ibu sudah membaik kan kak?" Tanya Rania yang masih saja berdiri di samping ibunya, karena hanya ada satu kursi yang saat ini di duduki Nadira. Semenjak Rania datang, ibunya masih terbaring di atas hospital bed, tempat tidur di rumah sakit untuk pasien, dengan mata yang masih terpejam.
"Alhamdulillaah, kondisi ibu cukup membaik. Ibu baru saja tidur setelah minum obat."
"Syukurlah." Paling tidak, Rania merasa lega dan tenang setelah mendengar kondisi ibunya.
Rania meraih tangan ibunya, lalu menciumnya. Air matanya mulai menetes dan mengalir di tangan ibunya, ada kesedihan yang mendalam di balik kesenangan mengenai kondisi ibunya yang mulai membaik itu. Nadira semakin penasaran dengan apa yang terjadi pada adik satu-satunya itu. Nadira mengajak Rania untuk duduk di sofa yang masih berada di ruangan itu, tidak jauh dari hospital bed yang di tiduri ibunya.
"Ceritakan Rania, jangan takut." Pinta Nadira.
"Tidak ada yang perlu Rania ceritakan kak Nad. Rania baik-baik saja."
"Sejak kapan kamu berani membohongi kakakmu ini?"
Rania terdiam, wajahnya menunduk. Tangannya sibuk meremas jemarinya yang semakin dingin dan gemetar. Sementara air matanya sudah terlebih dahulu menjelaskan tentang apa yang ia rasakan sekarang. Rania menggigit bibirnya kuat-kuat.
"Besok lusa, Rania akan menikah kak." Ucap Rania pelan.
Nadira, sangat terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulut adiknya barusan. Matanya terbuka sempurnya. Kedua tangannya menutupi mulut yang menganga. Tapi Nadira tidak percaya begitu saja dengan apa yang barusan ia dengar.
"Rania, kamu pasti lagi bercanda kan?" Tanya Nadira yang mengira adiknya itu sedang bercanda.
"Uang untuk membayar biaya rumah sakit ibu. Itu aku pinjam dari pemimpin perusahaan tempat bang Radit bekerja. Dan aku harus menikah dengannya agar bisa menebus semua hutang itu." Jelas Rania kepada Nadira.
Kedua tangan Nadira memegangi lengan atas tubuh Rania, dan menggoyang-goyangkan pelan.
"Kenapa kamu melakukan itu Rania? Kenapa?"
Air mata Rania semakin menderas, ia tidak sanggup mengatakan apapun lagi. Nadira segera memeluk adiknya itu dan ikut menangis melihat kesedihan yang mendalam.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
nayla shaliha
apa mungkin rania bukan anak kandungnya
2024-06-07
0
anypuji
Abang sama ayah nya jahat bnget..harus nya bisa melindungi rania.tp mlh menjadikan Rania terpuruk
2023-10-21
0
Tri Utari Agustina
Semoga bagas bucin dengan rania
2022-12-30
1