Rania mematung di depan gedung yang sangat besar dan luas. Matanya sibuk memandangi gedung itu. Baru kali ini dia melihat gedung sebesar ini. Secuil kertas yang tadi di berikan oleh abangnya masih Rania genggam di tangannya. Kemudian Rania membuka secuil kertas itu untuk memastikan alamatnya. Dan benar, gedung yang sedang berada di hadapannya adalah alamat yang di berikan oleh abangnya.
Rania mencoba akan memasuki gedung itu. Tapi langkahnya di hentikkan oleh Security.
"Nona siapa? Ada keperluan apa datang ke kantor ini?" Tanya Security itu dengan tegas.
"Saya ingin bertemu dengan Tuan Bagas, Pak. Pemimpin perusahaan ini." Jelas Rania pada Security itu.
"Apa sebelumnya ada janji?"
"Belum Pak, tapi ada hal penting yang akan saya sampaikan pada Tuan Bagas."
"Kalau begitu Nona tidak boleh masuk. Silahkan Nona pergi dari sini." Usir Security.
"Tapi Pak, ini penting sekali buat saya."
Rania mencoba menerobos untuk masuk, tapi Security ini tetap menahannya. Ketika perdebatan ini berlangsung, tiba-tiba datang seorang pria keluar dari gedung itu. Kedatangan seorang pria mengenakan jas hitam dan kaca hitamnya menghentikan perdebatan antara Rania dan Security.
"Ada apa ini?" Tanya pria itu membuat Rania sontak kaget dengan kedatangannya, dan Security juga merasa takut dengan atasannya.
"Ini Pak, gadis ini ingin bertemu dengan Bapak." Jelas Security dengan tegas.
Kemudian pria ini membuka kacamata hitamnya. Melihat baik-baik siapa gadis yang ingin bertemu dengannya.
"Ikut saya." Ucap Bagas pada Rania.
"Baik, Tuan."
Kemudian Bagas kembali melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung besar itu, dan Rania mengikuti langkahnya dari belakang.
Security yang sudah bekerja selama puluhan tahun di sana seketika terkejut mendengar ucapan Bagas barusan. Karena baru kali ini ada orang asing yang ingin bertemu dengannya langsung di bawa masuk. Sebelumnya, Bagas tidak mengizinkan siapapun masuk kecuali karyawannya.
******
Bagas membawa Rania ke ruangan pribadinya. Rania menatap ruangan pribadi Bagas dan seisinya satu persatu. Bagas yang sudah duduk di kursi meja tempat dia bekerja tersenyum remeh melihat gadis yang sedang berada di hadapannya itu.
Gadis berpenampilan gaya anak desa ini adalah satu-satunya orang yang menginjakkan kaki di ruang pribadinya setelah karyawannya.
"Duduk." Bagas mempersilahkan duduk kepada Rania.
Kemudian Rania menganggukkan kepalanya pelan dan dia duduk di hadapannya.
"Ada perlu apa kamu sama saya?" Tanya Bagas dengan nada dingin.
Rania mencoba mengangkat kepalanya yang tertunduk. Mencoba mengatakan maksud kedatangannya. Tapi sebelumnya, Rania harus mengumpulkan mental yang sangat kuat untuk mengatakannya.
"Saya Rania Tuan, adik Bang Raditya yang bekerja di sini sebagai OB. Maksud kedatangan saya ke sini.."
"Katakan."
"Maksud kedatangan saya ke sini, saya mau meminjam uang kepada Tuan. Itupun jika Tuan memberikan."
Bagas tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan gadis yang sedang berada hadapannya. Bagas berdiri dari kursinya dan mencondongkan tubuhnya ke arah Rania. Kedua tangannya ia letakkan di atas meja.
Wajah Rania semakin tertunduk, tangannya sibuk memainkan jemarinya yang semakin dingin dan bergetar.
"Apa jaminannya jika saya tertarik memberimu pinjaman uang?"
Gadis di hadapannya itu akan memberikan apapun termasuk dirinya sendiri. Mengorbankan pendidikan yang selama ini ia pertahankan agar tidak putus di tengah jalan. Bagas tertawa terbahak-bahak, padahal ia mampu mendapatkan wanita yang jauh lebih cantik, sexy, dan sederajat dengannya jika ia mau.
Bagas seketika terdiam. Bagas memandangi tubuh gadis berusia 17 tahun yang masih duduk dengan wajah tertunduk di hadapannya itu. Tubuh gadis itu terlihat sangat segar dan berisi. Rambut sebahunya yang berwarna kecoklatan, kulit putih, hidung mancung dan bibir kemerahan walaupun tanpa lipstik. Bagas menatap lekat gadis itu, kemudian ia tersenyum licik. Entah apa yang sedang ia pikirkan tentang gadis ini.
Bagas kembali duduk di kursinya. Dan merogoh ponsel di balik jas hitamnya. Kemudian ia memainkan ponselnya seperti sedang mengirim pesan kepada seseorang.
Tidak lama setelah itu, seorang pria masuk ke ruangan Bagas dengan membawa sebuah tas koper kecil berwarna hitam. Pria itu berdiri di sampingnya, lalu memberikan tas koper itu kepada Bagas yang di letakkan di atas meja di hadapannya.
"Ini Tuan."
Bagas membuka isi tas koper kecil itu, memeriksa isinya yang ternyata adalah uang. Kemudian Bagas mengambil selembar uang itu dan menutup kopernya kembali. Bagas meminta pulpen yang berada di saku kemeja pria itu, pria itupun memberikannya. Kemudian Bagas menulis di selembar uang seratus ribuan itu. Waw, benar-benar anak Sultan, menulis di atas selembar uang. Rania yang menyaksikannya di sana melihat dengan tatapan tidak suka dengan pria di hadapannya yang itu.
Kemudian Bagas memberikan selembar uang kertas yang sudah ia tulisi kepada Rania.
"Besok kamu datang ke alamat ini." Kata Bagas.
Kemudian Rania mengambil selembar uang yang bertulisan alamat itu. Bagas menyerahkan tas koper hitam yang berada di hadapannya itu, sehingga tas koper itu berada dekat di hadapan Rania. Rania dan pria yang berdiri di samping Bagas itu sontak kaget melihat Bagas yang langsung menyerahkan uang segitu banyaknya begitu saja. Rania tersenyum di hadapan mereka, karena ia berhasil mendapat pinjaman uang untuk segera membawa ibunya ke rumah sakit. Jika bukan karena niatnya untuk segera membawa Sang Ibunda tercinta ke Rumah Sakit, mungkin Rania tidak akan sampai meminjam uang kepada pria yang tidak ia kenal ini.
Rania berdiri dari kursinya, kedua tangannya memeluk tas koper hitam itu.
"Terimakasih, Tuan." Ucap Rania.
Ternyata benar, Tuan Bagas ini orangnya baik. Begitu gumamnya.
Kemudian Rania pergi meninggalkan ruangan pribadi milik pria kaya itu. Pria yang sedari tadi berdiri di samping Bagas merasa iba kepada Rania. Terlihat dari wajahnya yang merasa kasihan ketika Bagas memberi uang di tas koper sebanyak itu tadi. Sepertinya gadis itu benar-benar membutuhkan uang. Pikirnya. Pria itu adalah Frans, Sekertarisnya Bagas.
"Dia siapa Tuan?" Tanya sekertaris Frans.
Bagas tidak menjawab pertanyaan sekertaris Frans. Bagas hanya melirik Frans kemudian tersenyum sinis.
******
Rania masuk ke dalam rumah dengan langkah yang terburu-buru. Rania langsung masuk ke kamar ibunya. Di sana, ayah dan kedua kakaknya menatap lekat Rania yang membawa tas koper hitam berisi uang itu. Sementara Radithya tersenyum melihat Rania berhasil membawa uang hasil pinjamannya.
"Uang dari mana itu Rania?" Tanya Burhan, ayahnya.
"Ayah, yang terpenting sekarang adalah segera membawa ibu ke rumah sakit." Jawab Rania.
Kemudian Burhan mengangguk cepat.
"Baiklah."
Burhan dan Radit segera membopong ibunya, di luar sudah ada ambulance yang sebelumnya sudah Nadira telpon untuk datang. Petugas ambulance membantunya. Burhan dan Nadira ikut masuk ke dalam ambulan, sementara Rania dan Radit menunggu di rumah.
Radit menarik lengan Rania masuk ke dalam rumah ketika mobil ambulance sudah pergi.
"Bagaimana kamu bisa berhasil meminjam uang kepada Tuan Bagas, Rania?" Tanya Radit penasaran.
"Rania juga tidak tahu bang, tapi Rania di minta untuk datang ke alamat yang tadi Tuan Bagas sempat berikan." Rania menjelaskan.
Radit hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian mengajak Rania pergi menyusul ibunya ke rumah Sakit.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
nayla shaliha
cerita yang bagus
2024-06-07
0
❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳
apa jangan-jangan Rania ini bukan anak kandung Pak Burhan dan istrinya alias anak sambung/anak angkat?? atau bisa jadi kakaknya ini memang gk suka banget ma Rania, benci dan iri gitu?? sehingga gk peduli adiknya gimana perasaannya dan tersiksanya. 🤔🤔🙁🙁🤭🤭
duh makin penasaran banget aku
2023-09-25
0
Nur Lina
Kaka laki2ny jahat de SMA adeny sehrusny dia lindugi adeny MLA dia yng sruh adeny terjurumus
2022-10-24
0