Bab 12. Tempat yang aku tuju

Awal minggu, yang tampak sepi. Hanya ada, beberapa turis lokal, yang mengunjungi pantai. Selalu seperti ini, kecuali akhir pekan.

Maya sudah membuka lapak jualan. Aneka jus buah, cemilan dan nasi campur. Hari sepi, Maya hanya sedikit membuat makanan.

"Dik, kopinya satu." Pria dengan kaos putih dan celana pendek, sudah duduk dibangku. Matanya fokus, pada birunya laut.

"Baik." Maya membuat kopi panas, yang tidak biasanya ada pengunjung yang memesan. Hari panas dan terik, kebanyakan orang memesan minuman dingin.

Maya meletakkan secangkir kopi dan sepiring pisang goreng yang masih panas. Pria itu, belum menoleh. Entah apa yang menarik disana, sampai kedua matanya masih berfokus ditempat yang sama.

Angin bertiup, Maya memejamkan mata. Seperti inilah, cara ia menenangkan diri. Biarkan angin, membawa pergi luka dan masa lalunya.

"Dik, saya tidak memesan ini." Pria itu akhirnya tersadar. Dia menunjuk sepiring pisang goreng.

"Saya kasih gratis, Kak."

Karena dipanggil adik, maka Maya memanggilnya Kakak. Biar seimbang, pikirnya.

"Terima kasih, ya."

Maya hanya mengangguk, lalu kembali menatap laut dan merasakan semilir angin, menerpa wajahnya. Kemarin, ia meraung-raung seorang diri. Sepertinya, hari ini hatinya sedikit merasa lebih tenang. Berdamai dengan takdir, adalah yang paling ampuh untuk menjalani hidup. Entah baik atau tidak, ia hanya perlu menjalaninya. Toh, menyesal dan mengeluh, tidak akan mengembalikan semua seperti dulu.

"Kau orang baru?" Pria itu, mencoba mengobrol.

"Iya, Kak. Aku baru beberapa hari berjualan."

"Pantas saja. Tapi, wajahmu seperti tidak asing. Aku pernah melihatnya, tapi aku lupa."

"Wajahku, memang pasaran, Kak."

Maya menanggapi seadanya. Ia lelah, karena sering mendapatkan pertanyaan yang sama oleh pengunjung, yang menghampiri kedainya.

"Apa sangat tenang, saat kau memejamkan mata?" tanya pria itu, yang sedari tadi memperhatikan Maya.

"Iya. sangat menenangkan. Cobalah!"

Pria itu, akhirnya memejamkan matanya. Tampak hidung mancung dan alis tebal, serta bulu mata yang hitam, didepan Maya. Seketika, wajah Zamar terngiang dalam pikirannya.

"Kau menyukai tempat ini?" tanya Zamar, dengan memeluk Maya dari belakang.

"Suka. Aku sangat menyukai laut."

"Jika kau ada masalah, datanglah kesini. Kau bisa berteriak sekerasnya dan memejamkan matamu. Biarkan angin membawa pergi, semua masalahmu."

"Apa kau akan mencariku?"

"Tentu. Aku akan mencarimu dan tempat ini, akan menjadi tempat pertama yang aku tuju."

Tes, tes. Lagi-lagi, air mata Maya, jatuh tanpa bisa ia cegah. Janji tinggallah janji, yang tidak akan pernah ditepati. Jangankan mencarinya, mengkhawatirkannya pun, mungkin hal mustahil.

Kemarin malam, ia sudah memeluk wanita lain. Begitu, juga malam-malam berikutnya. Mungkin, sebentar lagi, akan ada kabar bahagia dari mereka berdua.

Lalu, bagaimana denganku dan anak kita, Zamar? Kau terlalu kejam dan aku tidak akan pernah memaafkanmu.

"Menangislah. Aku tidak akan menggangumu!"

Maya segera menghapus air matanya. Ia lupa, ada orang lain ditempat ini.

"Maaf."

"Tidak apa. Kadang, angin bisa membuat kita mengingat masa lalu. Aku memejamkan mata dan ternyata bisa membuatku tenang. Terima kasih."

"Sama-sama." Maya bangkit dan menemui pelanggan baru yang sudah duduk, dengan pasangannya.

Ia kembali menyediakan menu pesanan, dengan telaten. Lalu, mengantarkannya.

"Dik. Aku titip ini. Aku mau berenang sebentar." Pria itu, memberikan kunci mobilnya.

"Baik, Kak."

Maya memasukkannya dalam saku, lalu pergi membereskan gelas yang sudah kosong, begitu juga dengan piringnya.

Sampai sore hari, hanya sekitar sepuluh orang yang mampir, di kedai Maya. Pria yang menitipkan kunci mobil, juga belum terlihat. Maya sudah membereskan barang-barangnya dan mencuci peralatan bekas yang digunakan.

"Kau punya kamar mandi? Kamar mandi umum, sedang penuh."

"Ada, Kak. Silahkan, lewat belakang. Oh, ini kunci mobilnya."

"Terima kasih, saya ambil pakaian ganti dulu."

Maya masuk rumah dan membuka pintu belakang. Ia juga mengecek kamar mandi dan peralatan.

"Maaf merepotkan." Pria itu, tiba-tiba muncul dibelakangnya.

"Ah, tidak apa. Silahkan." Maya kembali menuju depan, tempat ia berjualan.

Maya membuat segelas teh hangat dan sepiring nasi, lengkap dengan sayuran dan ayam goreng. Maya sengaja menyiapkannya. Nasi campurnya masih tersisa sedikit, tidak mungkin ia menjual lagi esok hari.

"Maaf, kau punya makanan?"

Maya menoleh. Pria itu, sudah mengganti pakaian dan memakai hoodie.

"Saya sudah menyiapkannya." Maya menunjuk meja yang sudah tersaji makanan dan teh hangat.

"Wah, Terima kasih banyak. Kau sangat tahu, kalau aku lapar."

"Biasanya, orang akan lapar setelah berenang," jawab Maya asal.

Sembari menunggu pria itu, menghabiskan makanannya. Maya menyusun kursi plastik, untuk dibawa masuk dalam rumah. Begitu juga, dengan mejanya.

"Biar aku!" Tiba-tiba saja, tangan kekar, merebut susunan kursi plastik dan membawanya masuk. Ia juga kembali merebut meja plastik, yang dibawa Maya saat didepan pintu.

"Terima kasih."

Pria itu, kembali duduk, melanjutkan makan. "Sama-sama."

Maya membersihkan meja kayu dan bangku dengan lap. Ia juga memungut sampah plastik, didepan kedainya. Beberapa pedagang, sepertinya menyapa seperti biasa.

"Berapa?" Pria itu, siap membuka dompet.

"40 ribu, Kak."

Ia memberikan selembar uang seratus ribu. "Tidak perlu. Kembaliannya, untuk kamar mandi!"

"Hah! Tidak perlu, Kak. Itu gratis."

"Hei, kau pasti membeli air, untuk tinggal disini. Ambil saja. Tapi, ngomong-ngomong, panggil aku Ansel. Siapa namamu?"

"Maya."

"Maya?" Ulangnya. "Nama yang bagus. Aku pamit. Terima kasih."

Sama-sama, gumam Maya, saat pria itu sudah jauh. Maya membereskan piring dan gelas, sebelum matahari benar-benar tenggelam. Ia ingin duduk sebentar, diatas pasir menikmati sunset.

Pasir putih, birunya laut dan matahari yang mulai tenggelam. Maya duduk diatas pasir, membiarkan kedua kakinya basah, karena ombak. Saat seperti ini, pikirannya hanya tertuju pada Zamar.

Tunangannya telah menikah dengan orang lain. Pria yang mencintainya selama ini, telah menjadi milik orang lain.

"Kau bisa berteriak sekerasnya dan memejamkan matamu."

Maya menangis dengan keras dan berteriak penuh amarah. Setiap senja, ia akan melakukan ini. Ia tidak ingin tersiksa, setiap malam karena kerinduan dan kebencian, yang bersamaan.

Merasa lebih baik, Maya akan berenang hingga matahari benar-benar tenggelam. Dingin yang sangat menusuk tulang dan darahnya seolah membeku. Maya berjalan berjalan, dengan tubuh gemetar.

"Kenapa?" Maya menoleh. Ia tidak dapat melihat dengan jelas, karena hari sudah gelap. Tapi, seseorang mendekat dan menyelimuti tubuhnya.

"Kau siapa?"

"Pulanglah. Aku akan mengantarmu."

Suara pria dan ia merangkul bahunya, yang sudah gemetar. Tepat depan rumah, Maya baru bisa melihat jelas wajah Ansel.

"Kenapa Anda kembali?"

"Aku melupakan kunci mobil dan pakaian basahku, dikamar mandi."

"Masuklah. Aku akan memberikan kantung plastik."

"Tidak, Maya. Kau ganti pakaian dulu. Kau sudah mengigil. Aku akan menunggu disini."

Maya tidak menjawab lagi. Ia berjalan masuk, dan Ansel menunggu di kedai. Sebenarnya, pria itu kembali sejak tadi, namun tidak menemukan Maya. Jadi, ia berjalan ke arah pantai dan menemukan gadis itu, sedang menangis dan berteriak-teriak. Ia pikir, akan selesai sebentar lagi. Tapi, tidak disangka, Maya malah berenang saat hari sudah mulai gelap.

"Terima kasih. Ini pakaian dan kunci mobilmu." Maya menyerahkan bungkusan plastik. "Selimutnya, aku akan mencucinya dulu." Tangan Maya menggantung diudara, karena Ansel belum juga bergerak mengambil barangnya.

"Kau, Maya Ilhamndari, tunangan Zamar Abidsatya?"

Deg

🍋 Bersambung.

Terpopuler

Comments

Bu ning Bengkel

Bu ning Bengkel

......lanjut......

2024-04-20

0

Alanna Th

Alanna Th

bagus, maya msh kuat, tdk mngemis cinta

2024-03-02

0

Dewi Sri

Dewi Sri

ikut membayangkan jadi maya, entah bisa apa tidak.

2024-01-30

3

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Kejutan
2 Bab 2. Cincin
3 Bab 3. Bukti
4 Bab 4. Pengakuan
5 Bab 5. Berakhir
6 Bab 6. Menyerah??
7 Bab 7. Mungkin lebih baik
8 Bab 8. Hadiah terakhir.
9 Bab 9. Pengantin pengganti
10 Bab 10. Musuh dalam selimut
11 Bab 11. Flashback. Ayo, menikah!
12 Bab 12. Tempat yang aku tuju
13 Bab 13. Aku tidak bisa
14 Bab 14. Seperti ini.
15 Bab 15. Karena keadaan
16 Bab 16. Mindset
17 Bab 17. Teman??
18 Bab 18. Rindu
19 Bab 19. Untuk sang istri
20 Bab 20. Kembali
21 Bab 21. Suara Adzan
22 Bab 22. Salah paham
23 Bab 23. Belum sepenuhnya.
24 Bab 24. Mereka cucuku
25 Bab 25. Khaira dan Khaysan.
26 Bab 26. Seperti ini keluarga
27 Bab 27. Laut, saksi kita.
28 Bab 28. Di mana ayah?
29 Bab 29. Ikatan
30 Bab 30. Pencarian Huan
31 Bab 31. Temukan, siapapun!
32 Bab 32. Frustasi
33 Bab 33. Luapan hati
34 Bab 34. Mari berpisah.
35 Bab 35. Fotokopi
36 Bab 36. Rencana Resti
37 Bab 37. Menuntut hak
38 Bab 38. Musabab
39 Bab 39. Hampir dekat
40 Bab 40. Namanya Rian
41 Bab 41. Dia
42 Bab 42. Sesal (1)
43 Bab 43. Sesal (2)
44 Bab 44. Yang aku dan mereka inginkan.
45 Bab 45. Kesempatan
46 Bab 46. Momen ulang tahun
47 Bab 47. Aku benci....
48 Bab 48. Papa?
49 Bab 49. Usaha Zamar (1)
50 Bab 50. Usaha Zamar (2)
51 Bab 51. Nasehat Papa
52 Bab 52. Ego
53 Bab 53. Mengambil Hak.
54 Bab 54. Sehari saja
55 Bab 55. Permohonan Zamar
56 Bab 56. Pilihan
57 Bab 57. Memori
58 Bab 58. Semua butuh proses
59 Bab 59. Keinginan Zamar
60 Bab 60. Terusir
61 Bab 61. Karma
62 Bab 62. Mendadak
63 Bab 63. Drama malam
64 Bab 64. Masa lalu dan alasan
65 Bab 65. Waktu
66 Bab 66. Mantan
67 Bab 67. Yang terasing
68 Bab 68. Gelisah
69 Bab 69. Masalah hati
70 Bab 70. Curhat
71 Bab 71. Alasan.
72 Bab 72. Tidak lebih
73 Bab 73. Frustasi.
74 Bab 74. Shock
75 Bab 75. Dia yang datang, padaku.
76 Bab 76. Dibelakang Zamar.
77 Bab 77. Restu yang terlambat
78 Bab 78. Terpuruk
79 Bab 79. Rindu yang menyakitkan
80 Bab 80. Keputusan apa?
81 Bab 81. Tekad
82 Bab 82. Harapan yang menjadi mimpi
83 Bab 83. Suram
84 Bab 84. Aila, Mau Daddy.
85 Bab 85. Memeluk tanpa suara
86 Bab 86. Amarah
87 Bab 87. Tidak sabar
88 Bab 88. Caraku mencintaimu
89 Bab 89. Siapa Bryan?
90 Bab 90. Tujuan Ansel
91 Bab 91. Jalani, seperti air mengalir
92 Bab 92. Permintaan Maaf.
93 Bab 93. Provokasi Bryan.
94 Bab 94. Pelajaran Untuknya.
95 Bab 95. Menghilang.
96 Bab 96. Hanya
97 Bab 97. Lembaran baru (1)
98 Bab 98. Lembaran baru (2)
99 Bab 99. Kegalauan Huan.
100 Bab 100. Hubungan yang tidak seperti dulu.
101 Bab 101. Maya yang aneh.
102 Bab 102. Ada apa dengan Maya?
103 Bab 103. Final Episode
104 Pesan Author
Episodes

Updated 104 Episodes

1
Bab 1. Kejutan
2
Bab 2. Cincin
3
Bab 3. Bukti
4
Bab 4. Pengakuan
5
Bab 5. Berakhir
6
Bab 6. Menyerah??
7
Bab 7. Mungkin lebih baik
8
Bab 8. Hadiah terakhir.
9
Bab 9. Pengantin pengganti
10
Bab 10. Musuh dalam selimut
11
Bab 11. Flashback. Ayo, menikah!
12
Bab 12. Tempat yang aku tuju
13
Bab 13. Aku tidak bisa
14
Bab 14. Seperti ini.
15
Bab 15. Karena keadaan
16
Bab 16. Mindset
17
Bab 17. Teman??
18
Bab 18. Rindu
19
Bab 19. Untuk sang istri
20
Bab 20. Kembali
21
Bab 21. Suara Adzan
22
Bab 22. Salah paham
23
Bab 23. Belum sepenuhnya.
24
Bab 24. Mereka cucuku
25
Bab 25. Khaira dan Khaysan.
26
Bab 26. Seperti ini keluarga
27
Bab 27. Laut, saksi kita.
28
Bab 28. Di mana ayah?
29
Bab 29. Ikatan
30
Bab 30. Pencarian Huan
31
Bab 31. Temukan, siapapun!
32
Bab 32. Frustasi
33
Bab 33. Luapan hati
34
Bab 34. Mari berpisah.
35
Bab 35. Fotokopi
36
Bab 36. Rencana Resti
37
Bab 37. Menuntut hak
38
Bab 38. Musabab
39
Bab 39. Hampir dekat
40
Bab 40. Namanya Rian
41
Bab 41. Dia
42
Bab 42. Sesal (1)
43
Bab 43. Sesal (2)
44
Bab 44. Yang aku dan mereka inginkan.
45
Bab 45. Kesempatan
46
Bab 46. Momen ulang tahun
47
Bab 47. Aku benci....
48
Bab 48. Papa?
49
Bab 49. Usaha Zamar (1)
50
Bab 50. Usaha Zamar (2)
51
Bab 51. Nasehat Papa
52
Bab 52. Ego
53
Bab 53. Mengambil Hak.
54
Bab 54. Sehari saja
55
Bab 55. Permohonan Zamar
56
Bab 56. Pilihan
57
Bab 57. Memori
58
Bab 58. Semua butuh proses
59
Bab 59. Keinginan Zamar
60
Bab 60. Terusir
61
Bab 61. Karma
62
Bab 62. Mendadak
63
Bab 63. Drama malam
64
Bab 64. Masa lalu dan alasan
65
Bab 65. Waktu
66
Bab 66. Mantan
67
Bab 67. Yang terasing
68
Bab 68. Gelisah
69
Bab 69. Masalah hati
70
Bab 70. Curhat
71
Bab 71. Alasan.
72
Bab 72. Tidak lebih
73
Bab 73. Frustasi.
74
Bab 74. Shock
75
Bab 75. Dia yang datang, padaku.
76
Bab 76. Dibelakang Zamar.
77
Bab 77. Restu yang terlambat
78
Bab 78. Terpuruk
79
Bab 79. Rindu yang menyakitkan
80
Bab 80. Keputusan apa?
81
Bab 81. Tekad
82
Bab 82. Harapan yang menjadi mimpi
83
Bab 83. Suram
84
Bab 84. Aila, Mau Daddy.
85
Bab 85. Memeluk tanpa suara
86
Bab 86. Amarah
87
Bab 87. Tidak sabar
88
Bab 88. Caraku mencintaimu
89
Bab 89. Siapa Bryan?
90
Bab 90. Tujuan Ansel
91
Bab 91. Jalani, seperti air mengalir
92
Bab 92. Permintaan Maaf.
93
Bab 93. Provokasi Bryan.
94
Bab 94. Pelajaran Untuknya.
95
Bab 95. Menghilang.
96
Bab 96. Hanya
97
Bab 97. Lembaran baru (1)
98
Bab 98. Lembaran baru (2)
99
Bab 99. Kegalauan Huan.
100
Bab 100. Hubungan yang tidak seperti dulu.
101
Bab 101. Maya yang aneh.
102
Bab 102. Ada apa dengan Maya?
103
Bab 103. Final Episode
104
Pesan Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!