Bab 8. Hadiah terakhir.

Lelah menumpahkan beban dimakam sang ibu. Maya berpindah dimakam sang ayah, tepat disamping, makam ibunya. Ia memberikan salam dan menyentuh batu nisan. Air matanya, semakin deras tak terbendung, begitu juga suara tangisnya, yang semakin menyayat hati.

"Ayah. Hiks, hiks, hiks. Aku gagal, ayah. Maafkan aku, yang tidak bisa menjaga diri. Tolong, maafkan aku."

Maya sangat menyesal sekarang. Cinta membuatnya bodoh dan buta. Menyerahkan kehormatan yang seharusnya untuk suaminya kelak. Kini benih kecil tumbuh dalam rahimnya, tanpa seorang suami. Ia juga tidak menyelesaikan pendidikannya, yang tinggal satu langkah lagi. Menyisakan penyesalan, seumur hidup.

"Ayah, apakah aku bisa? Ini terlalu berat dan aku sendirian. Hiks, hiks, hiks." Maya menutup wajahnya dengan kedua tangan. Menangis sepuas-puasnya, tanpa takut didengar oleh orang lain. Ia ingin menumpahkan semua kesedihan didepan orang tuanya. Selama berhari-hari, ia hanya bisa menangis tanpa bersuara dan itu membuatnya semakin sesak.

"Aku tidak tahu, kenapa terjadi? Aku sudah memohon padanya, tapi sama sekali tidak percaya padaku. Aku harus bagaimana, Ayah? Aku hamil dan dia membuangku. Aku tidak tahu harus bagaimana? Ayah, hiks, hiks, hiks. Kenapa kau hanya membawa ibu? Kenapa tidak membawaku juga? Aku takut, hiks, hiks, hiks."

Tanpa terasa, matahari mulai teduh. Panasnya sudah berkurang. Maya masih menangis didepan makam, sambil mengeluarkan semua lara dalam benaknya.

"Ayah. Aku harus pergi dan memulai hidup baru. Aku janji akan kembali dan membawa cucu kalian." Maya menyentuh batu nisan sang ayah, seolah sedang berpamitan. Ia. kemudia mengangkat kedua tangan seraya berdoa.

"Aku akan selalu mendoakan kalian berdua. Ibu, ayah, Maaf karena sudah mengecewakan kalian berdua." Maya mengambil segenggam kelopak bunga dan menemukan sesuatu dibawah tumpukan bunga. Sebuah amplop putih, yang cukup tebal.

"Apa ini?" Membuka dengan perlahan dan isinya membuat kedua mata Maya membulat. Sejumlah uang dan secarik kertas yang dicoret tinta hitam.

...Maaf, Maya. Percayalah, aku tidak melakukannya!...

Hanya itu dan Maya tidak mengerti, apa maksud tulisan ini. Siapa yang sudah menyimpannya? Apa seseorang yang mengetahui, bahwa ia akan datang kesini. Maya mengabaikan segala tanya, dalam pikirannya. Ia harus segera pulang, karena matahari sebentar lagi akan tenggelam.

Setelah berpamitan pada orang tuanya, Maya bangkit. Ia menoleh beberapa kali pada makam ayah dan ibu. Dari jauh dan dari dalam hati, ia terus berpamitan dan meminta maaf.

Maya tidak langsung pulang, melainkan mampir lagi menemui pemilik kos.

"Assalamu'alaikum, Pak."

"Walaikumsalam," jawab pria paruh baya yang sedang menyiram tanaman dihalaman rumahnya. "Kamu Maya, kan?"

"Iya, Pak. Saya ada perlu."

"Ya, sudah duduk sana." tunjuk si bapak, pada kursi teras rumahnya. Lalu, meletakkan selang air.

"Pak, sewa kos saya masih tersisa dua tahun. Apa boleh saya memintanya kembali?" ujar Maya, dengan canggung.

"Kenapa? Kamu mau pindah?"

"Iya, Pak. Saya mau pulang kampung. Kalau boleh, sekalian barang-barang dalam kamar saya, jika Bapak berminat, saya mau jual."

"Barang apa?"

"Kulkas, lemari, tempat tidur, alat masak dan meja belajar. Semuanya masih bagus, Pak!"

"Ya, sudah. Nanti, saya minta anak saya untuk mengeceknya. Uangnya, saya transfer saja, ya. Saya tidak punya uang cash."

"Baik, Pak. Terima kasih," jawab Maya, lalu berpamitan pulang.

Dalam kamar, Maya berdiam diri diatas tempat tidur, yang tidak di seprai. Tatapannya kosong dengan mata sembab dan wajah yang bengkak. Ia sengaja tidak menyalakan lampu, agar tetangga kosnya, tidak menyadari keberadaannya. Hanya lampu kamar mandi, yang menjadi penerangnya.

"Aku harus kemana? Aku sudah tidak memiliki apa-apa disini," cicitnya.

Ia mengambil tasnya, karena teringat akan amplop yang ia temukan. Maya kembali membaca tulisan diatas kertas itu. Mengulangi, kalimat terakhir beberapa kali.

"Aku tidak melakukannya," baca Maya berulang kali.

Melakukan apa? Maya menghela napas, lalu mengeluarkan uang dalam amplop. Cukup banyak, mungkin ia bisa bertahan dalam setengah tahun.

Pulang tadi, ia sudah membeli card baru untuk ponselnya. Ia bisa menscrol dunia maya, untuk mencari tempat yang akan ia tuju, esok hari. Tempat yang jauh dari sini dan memungkinkan ia bisa bekerja.

Tok tok tok.

"Kak May?" Suara panggilan dari luar diiringi ketukan pintu.

Maya tidak. menjawab, seolah ia tidak berada dalam kamarnya. Bukannya sombong, tapi lebih baik seperti ini. Orang-orang yang berada diluar, bukan sedang ingin memperhatikannya, melainkan sedang mencari pembenaran. Dan pada, akhirnya akan menjadi perbincangan yang selalu berujung menyudutkannya.

"Mungkin, dia sudah pergi. Karena, pagi tadi ia bilang akan mengangkat semua barangnya."

Kini sudah jelas, siapa yang sedang berada didepan pintu kamarnya. Junior yang ia temui pagi tadi dan sepertinya, gadis itu tidak sendiri.

Maya masih membisu dalam kamar, dengan layar ponsel yang menyala. Ia tidak peduli, dengan orang-orang didepan kamarnya. Sampai akhirnya, kembali hening.

Untuk terakhir kalinya, Maya menatap foto Zamar dalam ponselnya. Ia sudah memantapkan hati, untuk melupakannya. Ia tidak ingin terluka dan menoleh kebelakang lagi. Tapi, segala memori, apakah akan mudah menghapusnya?

🍋🍋🍋

Baru pukul lima pagi dan Maya sudah terlihat rapi. Koper dan tasnya, sudah berada didepan pintu. Gardus yang berisi bantal dan seprai, ia letakkan kembali.

Maya menarik koper dan tasnya, berjalan keluar dari gang. Sesekali, ia berhenti dan menatap sekitarnya. Lalu, menyeka air matanya yang sudah jatuh. Ia ingin mengingat tempat ini, sebelum ia pergi.

Diatas motor, dengan tiupan angin yang sangat dingin. Maya menangis tanpa bersuara.

Selamat tinggal, Zamar. Takdir kita, mungkin hanya sampai disini.

Matahari sudah tidak malu-malu, untuk menampakkan diri. Cahaya pagi, yang tampak hangat, namun masih terasa dingin, karena hembusan udara pagi. Maya sudah duduk menunggu diterminal bis, yang masih sepi.

Ayah, ibu. Maaf.

Kristal bening itu, sudah memenuhi pipi Maya. Gadis itu, sesegukan dengan kepala tertunduk. Kedua tangannya, mengelus perutnya yang masih rata.

"Aku mohon, tolong jangan pernah tanyakan siapa ayahmu? Karena ibu, tidak punya jawaban."

Terus menangis dengan pilu, bahkan Maya sudah kesusahan bernapas. Karena, hidung dan mulutnya, dipenuhi cairan.

"Ibu, akan berusaha yang terbaik. Tolong, bantu ibu melupakan ayahmu! Tolong, jangan pernah menanyakannya, karena dia tidak menginginkan kita berdua."

Bis tujuan Maya, sudah terparkir. Sebagian penumpang, sudah naik untuk mengambil kursi. Maya duduk dekat jendela, dengan air mata yang belum berhenti mengalir. Entah mengapa, ia merasa semakin sakit, saat akan pergi. Ada rasa tidak rela dan dendam, dalam hati.

Untuk terakhir kalinya, Maya menghubungi Zamar dengan nomor kontak diluar kepala.

"Siapa?" Suara serak khas bangun tidur terdengar. Maya serasa ingin menangis dengan sekencang-kencangnya.

"Aku pergi, Za. Ingatlah, apa yang pernah kamu katakan padaku! Jangan pernah menyesalinya."

Tut. Maya sudah mematikan sambungan telepon, secara sepihak. Ia juga menangis dengan histeris dengan memukul dadanya, agar bisa bernapas. Tidak peduli, dengan tatapan orang-orang yang merasa iba.

Mungkin, ia harus mengganti card ponsel baru, saat berada ditempat tujuan.

🍋 Bersambung.

Terpopuler

Comments

Kartini Kartini

Kartini Kartini

memang sesak dan sakit banget nagis 😭 😭 dalam diam tanpa suara sesak banget booo

2024-05-01

1

Bu ning Bengkel

Bu ning Bengkel

ketakutan tapi ihkas.......lanjut......

2024-04-20

0

Syahna Amira sy

Syahna Amira sy

penasaran

2024-03-19

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Kejutan
2 Bab 2. Cincin
3 Bab 3. Bukti
4 Bab 4. Pengakuan
5 Bab 5. Berakhir
6 Bab 6. Menyerah??
7 Bab 7. Mungkin lebih baik
8 Bab 8. Hadiah terakhir.
9 Bab 9. Pengantin pengganti
10 Bab 10. Musuh dalam selimut
11 Bab 11. Flashback. Ayo, menikah!
12 Bab 12. Tempat yang aku tuju
13 Bab 13. Aku tidak bisa
14 Bab 14. Seperti ini.
15 Bab 15. Karena keadaan
16 Bab 16. Mindset
17 Bab 17. Teman??
18 Bab 18. Rindu
19 Bab 19. Untuk sang istri
20 Bab 20. Kembali
21 Bab 21. Suara Adzan
22 Bab 22. Salah paham
23 Bab 23. Belum sepenuhnya.
24 Bab 24. Mereka cucuku
25 Bab 25. Khaira dan Khaysan.
26 Bab 26. Seperti ini keluarga
27 Bab 27. Laut, saksi kita.
28 Bab 28. Di mana ayah?
29 Bab 29. Ikatan
30 Bab 30. Pencarian Huan
31 Bab 31. Temukan, siapapun!
32 Bab 32. Frustasi
33 Bab 33. Luapan hati
34 Bab 34. Mari berpisah.
35 Bab 35. Fotokopi
36 Bab 36. Rencana Resti
37 Bab 37. Menuntut hak
38 Bab 38. Musabab
39 Bab 39. Hampir dekat
40 Bab 40. Namanya Rian
41 Bab 41. Dia
42 Bab 42. Sesal (1)
43 Bab 43. Sesal (2)
44 Bab 44. Yang aku dan mereka inginkan.
45 Bab 45. Kesempatan
46 Bab 46. Momen ulang tahun
47 Bab 47. Aku benci....
48 Bab 48. Papa?
49 Bab 49. Usaha Zamar (1)
50 Bab 50. Usaha Zamar (2)
51 Bab 51. Nasehat Papa
52 Bab 52. Ego
53 Bab 53. Mengambil Hak.
54 Bab 54. Sehari saja
55 Bab 55. Permohonan Zamar
56 Bab 56. Pilihan
57 Bab 57. Memori
58 Bab 58. Semua butuh proses
59 Bab 59. Keinginan Zamar
60 Bab 60. Terusir
61 Bab 61. Karma
62 Bab 62. Mendadak
63 Bab 63. Drama malam
64 Bab 64. Masa lalu dan alasan
65 Bab 65. Waktu
66 Bab 66. Mantan
67 Bab 67. Yang terasing
68 Bab 68. Gelisah
69 Bab 69. Masalah hati
70 Bab 70. Curhat
71 Bab 71. Alasan.
72 Bab 72. Tidak lebih
73 Bab 73. Frustasi.
74 Bab 74. Shock
75 Bab 75. Dia yang datang, padaku.
76 Bab 76. Dibelakang Zamar.
77 Bab 77. Restu yang terlambat
78 Bab 78. Terpuruk
79 Bab 79. Rindu yang menyakitkan
80 Bab 80. Keputusan apa?
81 Bab 81. Tekad
82 Bab 82. Harapan yang menjadi mimpi
83 Bab 83. Suram
84 Bab 84. Aila, Mau Daddy.
85 Bab 85. Memeluk tanpa suara
86 Bab 86. Amarah
87 Bab 87. Tidak sabar
88 Bab 88. Caraku mencintaimu
89 Bab 89. Siapa Bryan?
90 Bab 90. Tujuan Ansel
91 Bab 91. Jalani, seperti air mengalir
92 Bab 92. Permintaan Maaf.
93 Bab 93. Provokasi Bryan.
94 Bab 94. Pelajaran Untuknya.
95 Bab 95. Menghilang.
96 Bab 96. Hanya
97 Bab 97. Lembaran baru (1)
98 Bab 98. Lembaran baru (2)
99 Bab 99. Kegalauan Huan.
100 Bab 100. Hubungan yang tidak seperti dulu.
101 Bab 101. Maya yang aneh.
102 Bab 102. Ada apa dengan Maya?
103 Bab 103. Final Episode
104 Pesan Author
Episodes

Updated 104 Episodes

1
Bab 1. Kejutan
2
Bab 2. Cincin
3
Bab 3. Bukti
4
Bab 4. Pengakuan
5
Bab 5. Berakhir
6
Bab 6. Menyerah??
7
Bab 7. Mungkin lebih baik
8
Bab 8. Hadiah terakhir.
9
Bab 9. Pengantin pengganti
10
Bab 10. Musuh dalam selimut
11
Bab 11. Flashback. Ayo, menikah!
12
Bab 12. Tempat yang aku tuju
13
Bab 13. Aku tidak bisa
14
Bab 14. Seperti ini.
15
Bab 15. Karena keadaan
16
Bab 16. Mindset
17
Bab 17. Teman??
18
Bab 18. Rindu
19
Bab 19. Untuk sang istri
20
Bab 20. Kembali
21
Bab 21. Suara Adzan
22
Bab 22. Salah paham
23
Bab 23. Belum sepenuhnya.
24
Bab 24. Mereka cucuku
25
Bab 25. Khaira dan Khaysan.
26
Bab 26. Seperti ini keluarga
27
Bab 27. Laut, saksi kita.
28
Bab 28. Di mana ayah?
29
Bab 29. Ikatan
30
Bab 30. Pencarian Huan
31
Bab 31. Temukan, siapapun!
32
Bab 32. Frustasi
33
Bab 33. Luapan hati
34
Bab 34. Mari berpisah.
35
Bab 35. Fotokopi
36
Bab 36. Rencana Resti
37
Bab 37. Menuntut hak
38
Bab 38. Musabab
39
Bab 39. Hampir dekat
40
Bab 40. Namanya Rian
41
Bab 41. Dia
42
Bab 42. Sesal (1)
43
Bab 43. Sesal (2)
44
Bab 44. Yang aku dan mereka inginkan.
45
Bab 45. Kesempatan
46
Bab 46. Momen ulang tahun
47
Bab 47. Aku benci....
48
Bab 48. Papa?
49
Bab 49. Usaha Zamar (1)
50
Bab 50. Usaha Zamar (2)
51
Bab 51. Nasehat Papa
52
Bab 52. Ego
53
Bab 53. Mengambil Hak.
54
Bab 54. Sehari saja
55
Bab 55. Permohonan Zamar
56
Bab 56. Pilihan
57
Bab 57. Memori
58
Bab 58. Semua butuh proses
59
Bab 59. Keinginan Zamar
60
Bab 60. Terusir
61
Bab 61. Karma
62
Bab 62. Mendadak
63
Bab 63. Drama malam
64
Bab 64. Masa lalu dan alasan
65
Bab 65. Waktu
66
Bab 66. Mantan
67
Bab 67. Yang terasing
68
Bab 68. Gelisah
69
Bab 69. Masalah hati
70
Bab 70. Curhat
71
Bab 71. Alasan.
72
Bab 72. Tidak lebih
73
Bab 73. Frustasi.
74
Bab 74. Shock
75
Bab 75. Dia yang datang, padaku.
76
Bab 76. Dibelakang Zamar.
77
Bab 77. Restu yang terlambat
78
Bab 78. Terpuruk
79
Bab 79. Rindu yang menyakitkan
80
Bab 80. Keputusan apa?
81
Bab 81. Tekad
82
Bab 82. Harapan yang menjadi mimpi
83
Bab 83. Suram
84
Bab 84. Aila, Mau Daddy.
85
Bab 85. Memeluk tanpa suara
86
Bab 86. Amarah
87
Bab 87. Tidak sabar
88
Bab 88. Caraku mencintaimu
89
Bab 89. Siapa Bryan?
90
Bab 90. Tujuan Ansel
91
Bab 91. Jalani, seperti air mengalir
92
Bab 92. Permintaan Maaf.
93
Bab 93. Provokasi Bryan.
94
Bab 94. Pelajaran Untuknya.
95
Bab 95. Menghilang.
96
Bab 96. Hanya
97
Bab 97. Lembaran baru (1)
98
Bab 98. Lembaran baru (2)
99
Bab 99. Kegalauan Huan.
100
Bab 100. Hubungan yang tidak seperti dulu.
101
Bab 101. Maya yang aneh.
102
Bab 102. Ada apa dengan Maya?
103
Bab 103. Final Episode
104
Pesan Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!