Bab 15. Karena keadaan

Sudah seminggu, Sandra berstatus sebagai istri Zamar. Tidak ada yang berubah, selain status keduanya. Mereka berbicara layaknya teman, tidur sekamar, tapi tidak seranjang. Kadang, dalam sehari mereka lebih banyak diam.

Sandra tahu, apa yang dialami Zamar. Pria itu, sering tidur, menjelang subuh. Kadang menggigau, menyebut nama Maya. Bahkan, foto Maya dalam layar ponselnya, seolah menjadi obat untuknya. Dia menderita, sama sepertinya. Tapi, hidup, tidak memberi mereka pilihan.

Di meja makan, hanya suara sendok yang beradu dengan piring. Zamar dan Sandra duduk bersebelahan, tapi tidak saling menyapa. Hari ini, Zamar lebih banyak diam, dari biasanya.

"Sayang. Kamu mulai magang, kan, hari ini?"

"Iya, Ma. Pulangnya, sekitar jam dua."

"Beritahu supir, pulang nanti kamu menemani Mama arisan. Nama mau memperkenalkan kamu kepada teman-teman Mama."

"Baik, Ma."

Seperti kesepakatan sebelumnya, Sandra tidak boleh menolak, apapun permintaan ibu Zamar. Karena, wanita paruh baya itu, sudah bersusah payah, menutupi krisis pernikahan putranya.

"Aku berangkat," pamitnya pada mereka.

"Kamu juga, jangan lupa jemput istrimu."

"Iya, Ma."

Berpura-pura, dengan keadaan, itu sungguh menyiksa. Tersenyum, dengan terpaksa dan entah berlangsung sampai kapan.

"Tuan, kita sudah tiba."

Zamar, menengok sebentar. Sapaan para karyawan, hanya dibalasnya dengan tatapan dingin. Mungkin, semua mengatakan dia berubah. Pria yang masih berstatus pengantin baru, seharusnya selalu dipenuhi senyuman. Namun, dia berbeda. Senyuman itu, hanya ditunjukkan pada sang ibu. Senyuman yang bermakna, bahwa dia baik-baik saja dengan pernikahan ini.

"Tunda, semua jadwal ku sampai minggu depan."

"Tapi, Tuan. Bagaimana dengan kerjasama dengan perusahaan Atlantis? Kesepakatannya, esok lusa."

"Tunda. Bilang, kesehatanku terganggu."

"Baik, Tuan."

"Kamu keluarlah! Jangan ada yang menggangguku."

Tidak ingin diganggu! Sudah seminggu, ia mengatakan itu. Entah apa yang dilakukannya, dalam ruangan seorang diri.

Zamar mengeluarkan bingkai foto, dari laci meja. Gadis berambut panjang, dengan senyuman manisnya. Ia membelai wajah, dengan air mata yang nyaris jatuh. Zamar mendongak, dengan napas tertahan.

Ia ingin mengatakan sesuatu, namun tak mampu bibirnya berucap.

"Kau menang, Maya. Kau menang!" ujarnya dalam hati.

Maya sudah berhasil menyiksanya, dalam seminggu ini. Ia tidak menampik, kalau ia munafik. Bibir berkata benci, namun kenyataannya, ia sangat tersiksa. Rindu, mungkin adalah hukuman untuknya. Hukuman yang pelan-pelan menggerogoti sukma, hingga menjadi lara tak terobati.

Huan yang masih berada didepan pintu, enggan mengetuk. Didalam tampak sunyi, hingga memilih untuk pergi.

"Pak," Huan menoleh. "Jangan disini! Ikut aku!"

Membicarakan hal penting dan sensitif, sebaiknya mencari tempat tersendiri.

"Bagaimana?"

"Panti asuhan itu, kini dikelola anak ibu Lisa, sejak tiga tahun lalu. Ia bercerai dan akhirnya pulang ke panti."

"Wanita itu kemana?"

"Anaknya berkata, dia keluar negeri untuk berobat. Namun, berdasarkan catatan imigrasi, ibu Lisa tidak pernah keluar negeri. Dia masih dinegara ini dan kami masih mencari keberadaannya."

Huan, menatap gedung-gedung pencakar langit dari ketinggian. Tiupan angin, membuat jasnya bergoyang. Ia berada diatap gedung perusahaan. Tempat, yang menurutnya sepi dan jarang didatangi karyawan.

"Pria itu?"

"Kami masih mengintainya. Dia bekerja sebagai cleaning servis, di swalayan. Dia juga sudah menikah."

"Cari keberadaan ibu Lisa, lebih dulu. Pria itu, tetap awasi." Huan, memberikan amplop putih yang cukup tebal. "Cari keberadaan, Nona Maya!"

"Baik."

Huan kembali menemui Zamar, seolah tidak terjadi apa-apa. Bertanya, jika memerlukan sesuatu, setelah itu, dia akan pergi.

Namun, pria yang duduk di kursi kebesarannya, hanya membisu menatapnya.

Tuan, apa Anda menyesal sekarang?

Hening. Huan masih mematung, dengan beberapa dokumen di tangannya. Menunggu perintah, yang entah kapan, akan didengarnya.

"Apa aku salah?" lirih Zamar. Sayup kedua matanya memandang, dengan gurat kesedihan diwajahnya.

"Saya tidak berani, mengatakan itu Tuan. Tapi, menurut saya, Anda harus menyelidiki terlebih dahulu. Kita tidak dapat mempercayai begitu saja, apa yang sedang terjadi didepan mata."

Getir. Mudah untuk mengatakannya, namun sulit untuk melakukannya. Bagaimana, ia tidak bisa percaya, jika pemandangan itu, membuat darahmu mendidih seketika.

"Dia mengaku, Huan. Itu bukan anakku!"

Pengakuan Maya, sudah cukup baginya. Untuk apa lagi, mencari kebenaran. Meski, tercekik dengan keadaan, ia tidak ingin menerima Maya kembali. Ia percaya, suatu hari rasa ini, akan hilang dengan sendirinya, seiring waktu.

Waktu yang terus berjalan, dari menit menjadi jam, yang tak disadari. Langit mendung, sore ini. Mega hitam berkumpul di atas sana, hempasan angin cukup menerjangkan dedaunan kering dan ranting pohon.

Zamar masih setia, dengan kegiatannya. Membaca beberapa laporan dan membubuhkan tanda tangannya. Ia menengok keadaan diluar, melalui dinding kaca.

"Aku pergi. Ingatlah, apa yang pernah kau katakan padaku. Jangan pernah menyesalinya."

Kata-kata Maya, saat itu, di hari yang masih buta. Entah apa yang pernah Zamar, katakan padanya hingga akan membuatnya menyesal. Saat itu, banyak kalimat menyakitkan yang terlontar dari bibirnya, namun itu tidak sepadan dengan luka, yang ia dapatkan.

Yah, luka yang sudah seminggu ini, membuatnya tercekik. Pernikahan palsu, berpura-pura bahagia dan tersenyum setiap saat, pada sang ibu. Ia berakting dengan baik, meski kadang merasa lelah dan muak.

Setiap malam, ia harus sekamar dengan wanita yang dianggapnya sebagai teman. Meski, tidak seranjang, ia merasa risih dan tidak nyaman. Bagaimanapun, dia laki-laki normal. Hati memang berada ditempat lain, namun nafsu dan pikiran kotor, siapa yang mampu mengendalikan. Itulah kenapa, ia merasa tercekik dengan keadaan.

"Akhir pekan, aku ingin ke pantai. Buat jadwal, agar ibuku tidak curiga."

"Anda pergi sendirian?"

"Kita berdua. Aku tidak ingin menyetir. Bulan depan, buatkan aku jadwal ke luar kota. Minimal, seminggu tiga kali."

"Baik, Tuan. Tapi, Anda ingin kemana?"

"Tidak kemana-mana. Aku akan tinggal di apartemen, urus pelayan untuk membersihkannya."

"Saya laksanakan, Tuan."

Menghindar mungkin jalan terbaik bagi Zamar. Ia tidak ingin melakukan kesalahan pada Sandra. Apalagi, ia tahu wanita itu tidak memiliki perasaan padanya, sama seperti dirinya. Mereka hanya terikat hubungan, simbiosis mutualisme. Dan itu, akan berakhir, jika di antara mereka, ingin mundur dan mengakhirinya lebih dulu.

🍋

🍋

Restoran bergaya ala Eropa, dengan sentuhan modern. Ibu-ibu sosialita, berkumpul dalam satu meja. Membicarakan banyak hal, yang lebih tepatnya, memamerkan kehidupan mereka. Mulai dari suami yang penyayang dan loyal, anak yang penurut dan sukses, serta menantu dari kalangan atas yang cantik, terpelajar dan sukses.

Tas-tas mewah dan bermerek, sengaja diletakkan diatas meja. Perhiasan yang melekat di tubuh mereka, tak lupa diperkenalkan. Mereka tertawa, namun saling menyindir satu sama lain, dengan ujung mata yang seperti sebilah pisau, yang ingin melesat.

Sandra merasa muak, dengan sekitarnya. Topik pembicaraan, yang entah berapa episode pun, tidak akan selesai. Ia tahu betul situasi apa ini, karena ia sudah mengalaminya, sejak dulu, berkat sang ibu.

"Jadi, dia menantumu?"

"Benar. Dia putri Laura."

"Laura Abram. Pantas saja, dia secantik ibunya yang model dan ayahnya yang tampan dan pengusaha sukses. Kau benar-benar beruntung, memiliki menantu sepertinya. Tapi, bukankah putramu bertunangan dengan wanita lain sebelumnya?"

"Oh, wanita itu sudah meninggal, dengan tiba-tiba. makanya, putraku tidak mengumumkan batalnya pertunangan."

Darah Sandra berdesir, dengan pengakuan Resti. Apa tidak ada alasan lain, untuk menutupi kebohongan? Kematian, bukanlah lelucon, apalagi dijadikan sebagai alasan.

🍋 Bersambung

Terpopuler

Comments

linda 2R

linda 2R

apa saya harus mengingatkan apa yang sudah kau katakan kepada maya ,,zamarr😡😡😠😠

2025-01-24

0

Katherina Ajawaila

Katherina Ajawaila

gara2 ulah mu sandra licik jd benci liat sandra sm zamar biar kena karma thour🤫

2024-11-03

0

Leni

Leni

ini yg muka 2 siapa y

2024-12-11

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Kejutan
2 Bab 2. Cincin
3 Bab 3. Bukti
4 Bab 4. Pengakuan
5 Bab 5. Berakhir
6 Bab 6. Menyerah??
7 Bab 7. Mungkin lebih baik
8 Bab 8. Hadiah terakhir.
9 Bab 9. Pengantin pengganti
10 Bab 10. Musuh dalam selimut
11 Bab 11. Flashback. Ayo, menikah!
12 Bab 12. Tempat yang aku tuju
13 Bab 13. Aku tidak bisa
14 Bab 14. Seperti ini.
15 Bab 15. Karena keadaan
16 Bab 16. Mindset
17 Bab 17. Teman??
18 Bab 18. Rindu
19 Bab 19. Untuk sang istri
20 Bab 20. Kembali
21 Bab 21. Suara Adzan
22 Bab 22. Salah paham
23 Bab 23. Belum sepenuhnya.
24 Bab 24. Mereka cucuku
25 Bab 25. Khaira dan Khaysan.
26 Bab 26. Seperti ini keluarga
27 Bab 27. Laut, saksi kita.
28 Bab 28. Di mana ayah?
29 Bab 29. Ikatan
30 Bab 30. Pencarian Huan
31 Bab 31. Temukan, siapapun!
32 Bab 32. Frustasi
33 Bab 33. Luapan hati
34 Bab 34. Mari berpisah.
35 Bab 35. Fotokopi
36 Bab 36. Rencana Resti
37 Bab 37. Menuntut hak
38 Bab 38. Musabab
39 Bab 39. Hampir dekat
40 Bab 40. Namanya Rian
41 Bab 41. Dia
42 Bab 42. Sesal (1)
43 Bab 43. Sesal (2)
44 Bab 44. Yang aku dan mereka inginkan.
45 Bab 45. Kesempatan
46 Bab 46. Momen ulang tahun
47 Bab 47. Aku benci....
48 Bab 48. Papa?
49 Bab 49. Usaha Zamar (1)
50 Bab 50. Usaha Zamar (2)
51 Bab 51. Nasehat Papa
52 Bab 52. Ego
53 Bab 53. Mengambil Hak.
54 Bab 54. Sehari saja
55 Bab 55. Permohonan Zamar
56 Bab 56. Pilihan
57 Bab 57. Memori
58 Bab 58. Semua butuh proses
59 Bab 59. Keinginan Zamar
60 Bab 60. Terusir
61 Bab 61. Karma
62 Bab 62. Mendadak
63 Bab 63. Drama malam
64 Bab 64. Masa lalu dan alasan
65 Bab 65. Waktu
66 Bab 66. Mantan
67 Bab 67. Yang terasing
68 Bab 68. Gelisah
69 Bab 69. Masalah hati
70 Bab 70. Curhat
71 Bab 71. Alasan.
72 Bab 72. Tidak lebih
73 Bab 73. Frustasi.
74 Bab 74. Shock
75 Bab 75. Dia yang datang, padaku.
76 Bab 76. Dibelakang Zamar.
77 Bab 77. Restu yang terlambat
78 Bab 78. Terpuruk
79 Bab 79. Rindu yang menyakitkan
80 Bab 80. Keputusan apa?
81 Bab 81. Tekad
82 Bab 82. Harapan yang menjadi mimpi
83 Bab 83. Suram
84 Bab 84. Aila, Mau Daddy.
85 Bab 85. Memeluk tanpa suara
86 Bab 86. Amarah
87 Bab 87. Tidak sabar
88 Bab 88. Caraku mencintaimu
89 Bab 89. Siapa Bryan?
90 Bab 90. Tujuan Ansel
91 Bab 91. Jalani, seperti air mengalir
92 Bab 92. Permintaan Maaf.
93 Bab 93. Provokasi Bryan.
94 Bab 94. Pelajaran Untuknya.
95 Bab 95. Menghilang.
96 Bab 96. Hanya
97 Bab 97. Lembaran baru (1)
98 Bab 98. Lembaran baru (2)
99 Bab 99. Kegalauan Huan.
100 Bab 100. Hubungan yang tidak seperti dulu.
101 Bab 101. Maya yang aneh.
102 Bab 102. Ada apa dengan Maya?
103 Bab 103. Final Episode
104 Pesan Author
Episodes

Updated 104 Episodes

1
Bab 1. Kejutan
2
Bab 2. Cincin
3
Bab 3. Bukti
4
Bab 4. Pengakuan
5
Bab 5. Berakhir
6
Bab 6. Menyerah??
7
Bab 7. Mungkin lebih baik
8
Bab 8. Hadiah terakhir.
9
Bab 9. Pengantin pengganti
10
Bab 10. Musuh dalam selimut
11
Bab 11. Flashback. Ayo, menikah!
12
Bab 12. Tempat yang aku tuju
13
Bab 13. Aku tidak bisa
14
Bab 14. Seperti ini.
15
Bab 15. Karena keadaan
16
Bab 16. Mindset
17
Bab 17. Teman??
18
Bab 18. Rindu
19
Bab 19. Untuk sang istri
20
Bab 20. Kembali
21
Bab 21. Suara Adzan
22
Bab 22. Salah paham
23
Bab 23. Belum sepenuhnya.
24
Bab 24. Mereka cucuku
25
Bab 25. Khaira dan Khaysan.
26
Bab 26. Seperti ini keluarga
27
Bab 27. Laut, saksi kita.
28
Bab 28. Di mana ayah?
29
Bab 29. Ikatan
30
Bab 30. Pencarian Huan
31
Bab 31. Temukan, siapapun!
32
Bab 32. Frustasi
33
Bab 33. Luapan hati
34
Bab 34. Mari berpisah.
35
Bab 35. Fotokopi
36
Bab 36. Rencana Resti
37
Bab 37. Menuntut hak
38
Bab 38. Musabab
39
Bab 39. Hampir dekat
40
Bab 40. Namanya Rian
41
Bab 41. Dia
42
Bab 42. Sesal (1)
43
Bab 43. Sesal (2)
44
Bab 44. Yang aku dan mereka inginkan.
45
Bab 45. Kesempatan
46
Bab 46. Momen ulang tahun
47
Bab 47. Aku benci....
48
Bab 48. Papa?
49
Bab 49. Usaha Zamar (1)
50
Bab 50. Usaha Zamar (2)
51
Bab 51. Nasehat Papa
52
Bab 52. Ego
53
Bab 53. Mengambil Hak.
54
Bab 54. Sehari saja
55
Bab 55. Permohonan Zamar
56
Bab 56. Pilihan
57
Bab 57. Memori
58
Bab 58. Semua butuh proses
59
Bab 59. Keinginan Zamar
60
Bab 60. Terusir
61
Bab 61. Karma
62
Bab 62. Mendadak
63
Bab 63. Drama malam
64
Bab 64. Masa lalu dan alasan
65
Bab 65. Waktu
66
Bab 66. Mantan
67
Bab 67. Yang terasing
68
Bab 68. Gelisah
69
Bab 69. Masalah hati
70
Bab 70. Curhat
71
Bab 71. Alasan.
72
Bab 72. Tidak lebih
73
Bab 73. Frustasi.
74
Bab 74. Shock
75
Bab 75. Dia yang datang, padaku.
76
Bab 76. Dibelakang Zamar.
77
Bab 77. Restu yang terlambat
78
Bab 78. Terpuruk
79
Bab 79. Rindu yang menyakitkan
80
Bab 80. Keputusan apa?
81
Bab 81. Tekad
82
Bab 82. Harapan yang menjadi mimpi
83
Bab 83. Suram
84
Bab 84. Aila, Mau Daddy.
85
Bab 85. Memeluk tanpa suara
86
Bab 86. Amarah
87
Bab 87. Tidak sabar
88
Bab 88. Caraku mencintaimu
89
Bab 89. Siapa Bryan?
90
Bab 90. Tujuan Ansel
91
Bab 91. Jalani, seperti air mengalir
92
Bab 92. Permintaan Maaf.
93
Bab 93. Provokasi Bryan.
94
Bab 94. Pelajaran Untuknya.
95
Bab 95. Menghilang.
96
Bab 96. Hanya
97
Bab 97. Lembaran baru (1)
98
Bab 98. Lembaran baru (2)
99
Bab 99. Kegalauan Huan.
100
Bab 100. Hubungan yang tidak seperti dulu.
101
Bab 101. Maya yang aneh.
102
Bab 102. Ada apa dengan Maya?
103
Bab 103. Final Episode
104
Pesan Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!