Diana membuka matanya, ia meringis merasakan perih di lehernya, netra cokelatnya mencoba terbuka lebih lebar untuk melihat lebih jelas. Ia tidak dapat melihat apapun. gelap.
Tangannya terangkat memijat pelan keningnya, kepalanya berdenyut saat ingat sosok menyeramkan yang tadi hampir membunuhnya. Diana cepat cepat bangun, Ia masih tidak tahu dimana ia berada sekarang
Hampir saja Diana terjatuh jika tidak segera menyeimbangkan diri. Ia meraba-raba disekitar lantai mencari senter yang tadi ia jatuhkan.
Sial.
Ia tidak dapat melihat apapun, sepertinya hari sudah malam. Sejak pindah ke asrama Buana Diana tidak lagi menyukai malam, padahal sebelumnya ia adalah penikmat malam yang menurutnya sangat menyenangkan. Pandangan itu berubah semenjak tiba disini, malam tidak lagi menyenangkan,
Jendela.
Tadi ia melihat jendela, ia harus melihat keadaan diluar dari situ. Tapi tentu saja ia harus menemukan senternya terlebih dahulu.
Diana waspada takut sosok menyeramkan tadi kembali untuk membunuhnya, meskipun Diana tidak mengerti alasan kenapa ia mau dibunuh, ia bahkan tidak mengenal sosok itu. lantas kenapa pulan sosok perenouan bergaun merah itu meminta tubuhnya pada Diana. Hal itu membuat Diana lebih kaget dan agak heran, ia bahkan tidak pernah menyembunyikan tubuh siapapun lalu kenapa sosok itu meminta tubuhnya pada Diana. Dan siapa pula sosok perempuan bergaun merah itu? Diana bahkan bingung sekarang berada dimana. Lorong itu membawanya ke ruangan ini, Semakin lama Diana semakin merasa Asrama Buana memang menyembunyikan sesuatu.
ah, akhirnya, menemukan senter yang ia cari, ia langsung menyalakannya. Ternyata ia masih berada di ruangan tadi. Diana memerhatikan sekilas ranjang dimana ia berbaring tadi, siapa yang memindahkannya ke ranjang? Tadi sebelum pingsan ia melihat sosok pria yang diceritakan Feby datang mengusir makhluk menyeramkan tersebut. Tangan Diana memegang lehernya.
"oh, ****... " ringis Diana menekan perban yang membalut lehernya. Bisa jadi pria itu yang menolongnya, tapi untuk alasan apa?
Yaa... diana tahu mungkin memang ada beberapa orang yang mau menolong tanpa alasan, melakukan kebaikan kecil sebagai sesama makhluk sosial, tapi bagi Diana ia tidak mempercayai pertolongan tanpa pamrih. Pasti ada sesuatu yang mendasari kenapa pria itu mau menolongnya.
Diana mendekati jendela, ia menyibak gorden warna abu-abu tua itu dan dari tempat nya berdiri sekarang ia dapat melihat halaman yang cukup luas namun tidak terawat, juga pagar besi setinggi sepuluh meter yang mengelilingi halaman tersebut. Diana menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas, dibalik pagar besi itu terdapat banyak pohon pohon besar..
"Hutan? Rumah ini berada di hutan? " gumam Diana. Sekarang ia memiliki tebakan dimana ia berada.
Diana sekarang yakin ia berada didalam Mansion yang ia lihat dari asrama. Jadi lorong panjang itu adalah jalan menuju Mansion ini?
Menarik.
Apa yang sebenarnya disembunyikan Asrama Buana sampai memiliki lorong yang terhubung dengan Mansion yang terletak di tengah hutan.
Diana mengambil ponselnya dari dalam tas, ia melirik layar ponsel sekilas, jam setengah delapan malam. Apakah ia pingsan selama itu, ketika bangun bahkan hari sudah gelap.
Diana kembali menutup gorden, ia harus kembali ke asrama, khawatir sosok menyeramkan itu kembali untuk membunuhnya.
"DIANA!!! " Teriak Feby yang baru saja datang dengan nafas ngos-ngosan, ia masih mengenakan jas laboratorium. Ia mengatur nafasnya sambil sedikit menekuk kakinya.
"Feby?! " Diana menyorotkan senter ke wajah Feby " Kamu ngapain kesini? "
"Aku khawatir sama kamu, na. Aku ke kamar kamu tadi. Tapi kamunya gak ada. Aku yakin kamu pasti menyusuri lorong karena itulah aku kesini, tapi btw ini kamar siapa? " jelas Feby panjang lebar sambil memperhatikan sekeliling kamar.
"Kita harus kembali ke asrama. Disini gak aman, " kata Diana berjalan ke dekat Feby.
"Gak aman gi-eh.. Leher kamu kenapa? Jangan bilang kamu kesini mau bunuh diri, " Feby menatap horror leher Diana, ia menekan sedikit leher Diana yang diperban.
"Awwh.. Sakit, Feb. " Diana memukul pelan tangan Feby.
"Aku hampir dibunuh tadi... "
"Siapa yang mau bunuh kamu? Pemilik rumah ini? " potong Feby setengah berbisik.
"Bukan.. "
"Diana, "
"Diana, "
Ucapan Diana terhenti saat suara itu kembali memanggil namanya. Wajah Diana memucat,
"Na, kamu kenapa? " Feby menatap heran, ia mengguncang bahu Diana agak keras.
Sementara Diana sekarang melihat sosok perempuan bergaun merah itu berdiri di pintu, menatap menyeringai pada Diana, dari lehernya tidak lagi keluar darah, lehernya tidak koyak seperti tadi siang, namun seringaian nya masih seperti sebelumnya. Diana menatap takut, ia memegang tangan Feby, memberi isyarat agar sahabatnya itu menoleh kebelakang pada sosok yang sekarang berjalan kearah mereka berdua.
"Kamu kenap... Oh my god!!! " Feby melotot kaget, berbeda dengan sebelumnya, kali ini Feby dapat melihat sosok perempuan bergaun merah itu.
"Ki-kita harus pergi dari sini, feb" Diana meremas kuat tangan Feby, mencoba meminimalisir ketakutannya.
"Sepertinya aku pernah melihatnya, " Feby mencoba mengingat wajah yang agak familiar itu. Ia tidak begitu takut pada sosok tersebut. Feby tetaplah feby, si pemberani yang tidak mengenal takut. Ia sebelumnya adalah orang yang tidak terlalu percaya sama makhluk halus seperti hantu atau arwah gentayangan.
Sosok itu berjalan lambat, rambut panjangnya yang agak kusut terkadang menutupi sebagian wajahnya.
"Dokter Ayla! Itu dokter Ayla, na. Dokter yang meninggal bunuh diri! " kata Feby dengan suara keras.
"Arrrrghhhrhhr.... " Sosok itu menggeram marah, ia terbang cepat kearah Feby, mencekik lehernya seperti yang dilakukan pada Diana . Matanya melotot marah pada Feby, lehernya berputar sembilan puluh derajat,
Sreettttt....
Leher itu terkoyak, mengeluarkan cairan bewarna merah agak kehitaman, darah tersebut menetas membasahi jas lab Feby.
Diana mencoba melepaskan sosok itu dari atas tubuh Feby. Tenaga makhluk itu ternyata sangat kuat, ia tidak akan bisa menolong Feby jika menggunakan tangan kosong. Diana melihat lentera yang tergantung di dinding, ia mengambilnya lalu memukulkan pada kepala perempuan bergaun merah.
"Hihihihih..... hihihihi..." Sosok itu menoleh pada Diana, ia menyeringai lebar, memperlihatkan giginya yang penuh darah. Lalu sebelah tangannya mengcengkeram Diana dan menghempaskan ke dinding dengan keras.
Brakk....
"****..! " umpat Diana meringis kesakitan, punggungnya terasa remuk setelah menabrak dinding. Dilihatnya makhluk itu semakin kuat mencekik feby, wajah sahabatnya itu terlihat lemas.
Diana kembali bangkit. Ia harus menyelamatkan feby, ia berjalan terseok-seok menahan sakit di punggungnya.
"Lepasin sahabat saya!!" teriak Diana menarik keras rambut sosok itu dengan tangan gemetar. Ia jelas berusaha keras menahan ketakutan, ia tidak seberani feby.
Sosok itu nampak semakin marah, dilepaskan cengkeraman pada leher Feby yang sudah mengeluarkan darah karena goresan kukunya dan beralih melemparkan diana ke loteng Kamar.
Brukk....
Tubuh Diana jatuh ke lantai dalam keadaan setengah sadar, darah menetes dari sudut bibirnya. Ia melirik Feby yang sudah tidak sadarkan diri,
Sosok menyeramkan itu mendekati Diana, mencekiknya sampai kehabisan nafas.
Diana pasrah, ia sudah tidak ada tenaga untuk melawan. Diambang setengah Sadar itu pandangan Diana buram , ia seperti dikirim ke sebuah ruangan hitam putih dimana terdapat beberapa peneliti dan dokter sedang mengerjakan sesuatu, mata Diana menyipit, ia tidak dapat melihat wajah mereka dengan jelas.
Wajah mereka seperti diberi efek blur. Dimana ia sekarang? Tempat apa ini?
Bersambung....
...***...
Menurutmu Diana ada dimana?
Jangan lupa like, komen dan rate ya😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Mus
diana di cekiknya hingga kehilangan nafas,,,..... berarti diana mati
2023-11-07
1