Pagi ini setelah selesai presentasi Diana memilih berdiam diri diruang spektro, lingkaran bawah matanya sedikit menghitam karena kurang tidur.
Diana menatap lurus ke lantai, banyak hal yang tidak Diana mengerti perihal tadi malam. Tentang suara orang berbicara yang hampir seperti bisikan dari kamar empat belas, apalagi mereka berbicara menggunakan bahasa luar yang tidak Diana mengerti. Juga tentang waktu yang sangat cepat berlalu setelah ia datang ke dapur. Bukan hanya itu saat ingin mengobrol lebih jauh dengan Lorena, mata Diana tanpa sengaja melihat jam yang tertera dilayar ponsel yang masih menyala menunjukan pukul dua lewat lima belas menit. Diana dengan ragu menoleh kearah jam dinding, disana jelas jam setengah lima namun yang tidak ia sadari sebelumnya adalah jarum jam sama sekali tidak berputar, hanya stop di angka setengah lima. Jam tersebut mati. Lalu apakah Lorena tidak tahu kalau jam itu mati? Apa karena perempuan itu mengira hari sudah pagi makanya dia mulai memasak?
Saat Diana menoleh kearah Lorena ingin memberitahu hal tersebut, ia tidak melihat siapapun,
kosong,
Lorena yang tadi sedang memasak tidak ada lagi disana. Hanya ada meja dapur yang kosong tanpa apapun. Tidak ada bahan masakan sama sekali, bahkan dapur terlihat seperti belum digunakan sama sekali.
Diana mengucek matanya berharap ia hanya sedang berhayal, tapi tetap saja tidak ada apapun.
Tidak ada Lorena yang sedang memasak,
Tidak ada bahan masakan,
Tidak ada kompor yang menyala,
Dan tidak ada daging yang ditumis.
Hanya ada Diana yang seakan baru terbangun dari mimpi.
"Lorenaaa!!" panggil Diana gemeteran, matanya penuh ketakutan menatap sekeliling.
Hening.
Tidak ada sahutan.
Karena ketakutan yang amat besar Diana pingsan di dapur. Diana beru sadar saat mencium aroma minyak kayu putih yang dioleskan pada hidungnya oleh Feby yang kebetulan pergi kedapur untuk sarapan.
"Hoii, mikiran apa sih? "
"Eum-Enggak, " Lamunan Diana tentang kejadian tadi malam buyar saat Feby duduk didepannya, perempuan yang katanya blasteran Indo-korea itu menatap penasaran pada Diana. Dua tangannya memegang masing-masing segelas kopi yang masih mengepul.
"Mau kopi gak? Kebetulan aku ambilnya dua, " kata Feby menawarkan segelas kopi yang ia bawa.
"Kamu emang sengaja ambilnya dua gelas buat dikasih sama aku kan? Pasti ada sesuatu nih mendadak jadi baik, " cibir Diana yang sudah hapal dengan tabiat sahabatnya itu, tangannya terulur mengambil gelas kopi yang Feby tawarkan.
" tau aja, " Feby tertawa renyah lalu meletakkan kopi miliknya diatas meja.
"Jadi, kali ini kamu butuh bantuan aku tentang apa?, "
"Bukan. Aku cuma penasaran kenapa Kamu bisa pingsan di dapur, Na? " Tanya Feby penasaran, sejak mengenal Diana beberapa tahun lalu, Feby belum pernah mendapati Sahabatnya itu pingsan. Bahkan perempuan yang tahun ini genap berusia dua puluh tujuh tahun itu tergolong kuat.
"Kalau aku cerita, kamu bakalan percaya gak? " Diana tahu Feby tidak percaya dengan hal-hal mistis. Baginya orang yang sudah mati bisa gentayangan lagi itu hanya omong kosong, dongeng yang digunakan untuk menakuti anak kecil.
" pake nanya, aku kan selalu percaya sama kamu, " Feby menoyor gemas kepala Diana.
" tapi yang ini beda, kamu gak akan percaya, " kata Diana tak yakin Feby akan percaya dengan apa yang akan dia ceritakan.
"Cerita aja dulu, "
Diana mengangguk lalu menceritakan kenapa dia bisa pingsan. Berawal dari Diana yang mendengar suara pelan dari kamar sebelah, lalu memutuskan untuk pergi kedapur mencari Lorena, kemudian sempat mengbrol dengan Lorena. Sampai akhirnya perempuan itu menghilang tanpa jejak seakan tidak pernah ada didapur sebelumnya.
" lorena? Asrama kita punya koki? " tanya Feby, wajahnya nampak bingung.
" kamu belum pernah bertemu koki asrama? Kamu kan lebih dulu tinggal disini? Astaga, apa pekerjaan disini memang se-sibuk itu sampai kamu tidak pernah bertemu dengan Lorena? " ujar Diana kaget menatap Feby tak percaya.
"Bukan gak pernah ketemu, Na, "Feby menatap serius, ia sedikit menggeser posisi duduknya lebih kedepan sambil menyesap kopi yang sudah mulai dingin.
"Di Asrama Buana kita masak sendiri, hanya bahan masakan yang diganti sekali tiga hari oleh madam Susan. Jadi enggak ada koki seperti yang kamu katakan, " lanjut Feby menggeleng pelan.
Pupil mata Diana membesar, lantas siapa yang kemaren menyiapkan makanan? Siapa yang mengantarkan makanan untuknya? Apa yang dia makan itu beneran makanan? Oh, tidak. Apa Lorena bukan manusia?
"Na, Dianaa!," panggil Feby mengibaskan tangannya didepan wajah Diana. Sahabatnya itu terlihat syok juga linglung.
Diana menatap nanar kopi yang sudah mulai dingin. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Lalu yang tadi malam siapa? " gumam Diana, menggigit bibir bawahnya cemas. Buluk kuduknya meremang memikirkan berbagai kemungkinan. Hatinya menjadi gelisah,
Feby diam, lalu otaknya mencoba mengingat apa ia pernah mengenal perempuan bernama Lorena di asrama? Atau setidaknya pernah mendengar nama itu sejak pindah ke asrama? Nihil. Tidak ada staf asrama ataupun peneliti yang bernama Lorena disini.
"Kamu mungkin cuma kelelahan, Na. Mungkin itu cuma ilusi karena efek capek setelah membersihkan kamar" kata Feby menenangkan sambil mengelus pelan tangan Diana.
" itu bukan ilusi, Feb, aku mendengarnya, aku juga berbicara dan berkenalan dengan Lorena. Semua itu nyata, aku masih ingat perkataan Lorena juga wajahnya" racau Diana, ia mengacak kasar rambutnya. Kenapa Feby tidak bisa mempercayainya?
"Jadi, menurut kamu beneran ada orang bernama Lorena tinggal di asrama tanpa se-pengetahuan madam Susan?"
"Bagaimana kalau bukan orang? " cicit Diana pelan, rasa takut membuat tubuh Diana gemetar.
"Maksud kamu hantu? "
Diana mengangguk ragu.
"Hantu itu gak ada, Na. Cuma perasaan kamu aja kali, " ejek Feby sambil menandaskan kopinya dalam sekali tegukan.
"Aku gak bohong, Feby. Aku beneran bertemu dan berkenalan dengan Lorena, "
"Oke. Mungkin memang ada orang bernama Lorena yang menyelinap masuk asrama lalu berpura-pura menjadi koki, " Feby mengangguk mengerti.
"Kamu beneran gak percaya? "
"Aku percaya sama kamu, Na. Lorena itu orang bukan hantu. Hantu itu gak ada, Jangan kebanyakan nonton horror. "
Diana mengatupkan mulutnya, ia menatap Feby kesal.
"Feby, Diana, ke ruang rapat sekarang! Ada rapat bersama pak Eddie, " panggil Bian dari luar pintu, seorang ahli kimia yang kesehariannya berkutat dengan cairan kimia.
" terserah kalau kamu gak percaya, aku akan cari tahu tentang kamar empat belas. Aku yakin ada sesuatu disana. "tegas Diana sambil berdiri lalu berjalan keluar tanpa menyentuh kopi yang tadi dibawakan oleh Feby.
Feby menghela nafas panjang lalu menyusul Diana keluar.
"Naa, tunggu!," panggil Feby, ia berjalan cepat menyusul Diana.
Diana menoleh kebelakang tanpa menghentikan langkahnya.
" jangan ngambek dong. Nanti aku bantu kamu cari tahu siapa Lorena dan apakah dia yang tinggal di kamar empat belas, " celetuk Feby setelah berjalan sejajar dengan Diana.
"Siapa yang ngambek? Orang aku mau keruang analisis, " cibir Diana
Feby tertawa pelan lalu merangkul Diana. Mereka berjalan beriringan ke ruang rapat. Mereka tidak boleh telat, jangan sampai pak Eddie yang menunggu mereka. Pria itu adalah orang yang sensitif, dia tidak segan mendepak orang menyinggungnya dan bahkan bisa memusuhi orang tersebut seumur hidupnya.
Bersambung.....
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
hanz
sudah jelas kalau Lorena bukanlah manusia.
2025-01-27
0
hanz
hantu itu tidak ada di dunia nyata. kalau di film dan novel hantu itu ada.
2025-01-27
1
Nita Kalitengah
suka banget sama ceritanya kk
2023-09-20
2