"Apa yang kamu lakukan disini? "
Diana terlonjak kaget, ia menoleh kebelakang.
Ternyata madam susan, kepala asrama yang bertanggungjawab mengelola asrama Buana. Perempuan yang sudah berusia lebih dari setengah abad itu menatap tajam kearahnya. Rambutnya yang sebagian sudah beruban disanggul sedemikian rupa, ia juga mengenakan gaun lengan panjang bewarna hitam yang membuatnya nampak anggun.
"Selamat malam madam, " sapa Diana sambil tersenyum canggung,ia sedikit merinding. Wajah judes dan tatapan tajam madam Susan membuat Diana tak nyaman.
"Malam. Kenapa kamu belum tidur? Kamu peneliti baru kan?," tanya madam Susan dengan tatapan menyelidik.
"Tadi saya mau kedapur, madam. Tapi ketika saya lewat didepan kamar ini, saya mendengar suara tangisan.... "
"Siapa yang akan menangis didalam sana? kamar ini sudah lama tidak ditempati dan sudah dijadikan gudang," potong madam Susan sambil tersenyum geli.
"Sebaiknya kamu istirahat, sepertinya kamu kelelahan. " lanjut madam susan menarik tangan Diana lalu menuntun Diana kembali ke kamarnya.
Meski sedikit ragu Diana mengikuti kepala asrama. Ia yakin mendengar suara tangisan, tapi kalau kamar itu beneran kosong lalu siapa yang menangis?
*
"jangan, "
" Il ne sait pas,.. "
" berhenti!,"
" et si nous étions les prochains, sortons d'ici. "
Diana seketika terbangun mendengar suara pelan yang datang dari kamar sebelah. Ada yang berbicara didalam sana dengan bahasa yang dicampur-campur. Tangan Diana terulur mengambil ponsel diatas nakas, pukul satu dini hari. Siapa yang mengobrol tengah malam begini?
Diana bangun dari ranjangnya lalu berjalan kedekat lemari, menempelkan telinganya di dinding untuk mendengar lebih jelas.
Hening.
Tidak ada suara apapun. Apa yang tadi itu mimpi? Ah, mungkin saja tadi Diana memang sedang bermimpi. Diana menghela nafas panjang lalu kembali ke tempat tidur.
"combien de temps sommes-nous ici ?"
Suara itu kembali terdengar ketika Diana baru saja hendak kembali ke ranjang. Suara lirih yang berbicara pelan sekali, hampir berbisik namun mampu didengar oleh Diana dengan jelas.
"Hallo, kamu tidak tidur? Ini sudah malam lho," Diana mengetuk pelan dinding.
Tidak ada jawaban. Kamar tersebut kembali hening,
Diana mengerutkan dahi lalu matanya sedikit melotot teringat perkataan kepala asrama tadi, kamar sebelah kan kosong. Dengan jantung berdegup kencang Diana kembali ke ranjang, Diana membungkus seluruh tubuhnya dengan selimut. Berharap matanya kembali terlelap.
Kamar itu jelas kosong. Ada makhluk lain yang tinggal disana, membayangkan ada makhluk lain yang tinggal disana membuat tubuh Diana gemetar. Kantuk nya sudah hilang sedari tadi.
"Diana... "
"Diana.... "
Suara itu tiba tiba memanggil namanya, Diana semakin gemetar. Kedua telapak tangannya menekap erat telinga.
"Diane, s'il te plaît... "
Namun suara itu seakan masuk kedalam otaknya,
"Si-siapa?, " cicit Diana, suaranya hampir tercekat ditenggorokan.
Tidak ada jawaban.
Sekali lagi hening.
Diana menarik nafas lega sambil mengubah posisinya menjadi duduk. Punggungnya basah oleh keringat, Diana mengambil ponsel untuk menghubungi Feby yang merupakan rekan peneliti sekaligus teman dekatnya di Lab. Kebetulan dia juga tinggal di asrama Buana, tepatnya di kamar nomor 5. Cukup jauh dari kamar Diana.
Memanggil......
Tapi sialnya ponsel Feby tidak aktif. Kenapa disaat seperti ini sahabatnya itu tidak bisa dihubungi ? Ingin sekali Diana pergi ke kamar Feby tapi untuk keluar kamar saja Diana sudah sangat takut.
Saat sedang panik menghubungi Feby, dari kamar sebelah terdengar suara alat operasi yang sedang digunakan. Diana menatap takut kearah dinding, dadanya naik turun, nafasnya tersendat-sendat.
Suara itu awalnya terdengar tidak begitu keras namun makin lama semakin keras dan nyaris membuat gendang telinga Diana pecah.
"Lorena, "
Diambang ketakutannya Diana refleks memanggil Lorena. Entah kenapa nama itu yang keluar dari mulutnya.
Suara itu berhenti.
"Huuh..." Diana mengembuskan nafas lega. Lalu tanpa berpikir panjang Diana keluar kamar sambil melawan ketakutannya.
Dilorong sangat gelap tanpa penerangan apapun, pasti kepala asrama yang mematikan lampu lorong. Diana merasa kepala asrama tersebut terlalu berlebihan, seharusnya dia tidak perlu membuat lorong menjadi se-gelap sekarang yang membuat Diana kesulitan berjalan.
Untung saja Diana membawa ponselnya, sedikit lega setelah menghidupkan senter. Tujuan Diana sekarang adalah ke dapur asrama untuk menemui Lorena walaupun kecil kemungkinan dia akan berada disana mengingat sekarang masih jam tidur.
Diana mempercepat langkahnya saat melewati kamar nomor 14, kamar itu membuat bulu kuduk Diana meremang. Ada yang tidak beres dengan kamar tersebut, kamar tersebut lebih suram dibanding kamar lainnya.
Diana membuka pelan pintu dapur, hampir tidak mengeluarkan suara.
"Lorena, "
Disana Lorena sedang sibuk memotong beberapa bahan masakan, meski tidak terlalu terang Diana dapat melihat dengan jelas wajah Lorena masih pucat. Lorena menoleh sekilas sambil tersenyum ramah.
"Ada apa, Diana? Kamu sudah bangun? " tanya Lorena sambil menumis daging. Ia sudah selesai dengan kegiatan memotong,
" eum, Kamu masak sebanyak itu untuk siapa? Kamu gak tidur? " Diana jelas tidak mengerti kenapa perempuan itu memasak sebanyak itu ditengah malam. Apa untuk sarapan besok pagi? Bukankah itu terlalu cepat?
"Aku bangun setengah jam lalu. Tentu saja aku masak sarapan untuk penghuni asrama,"
"Kenapa tidak besok pagi saja?, "
" ini sudah hampir pagi, Diana. Lihat!, " Lorena menunjuk jam dinding yang berada tepat dibelakang Diana.
Diana menoleh kebelakang, pukul setengah lima.
Diana membelalak terkejut, benar sudah hampir pagi. Diana berpikir cepat, tidak mungkin waktu secepat itu berputar, Diana terbangun belum sampai satu jam dan Diana terbangun tepat jam satu. Atau karena suara-suara aneh dari kamar 14 yang membuat Diana tidak sadar sudah lebih dari tiga jam sejak ia terbangun.
"Aku pikir tadi masih malam, " ucap Diana menghampiri Lorena, meski masih sedikit tak yakin namun Diana tidak mau berpikir lebih jauh.
" sepertinya tidurmu tidak terlalu nyenyak? Kamu pasti belum terbiasa tinggal disini, sabar, nanti kamu juga akan betah dan terbiasa, " kata Lorena tersenyum menenangkan,
"Dulu aku juga seperti kamu, pertama kali datang kesini aku kurang nyaman dan hampir seminggu tidak bisa tidur nyenyak. Mungkin karena aku membutuhkan pekerjaan ini jadi lama-kelamaan aku menjadi terbiasa, " lanjut Lorena.
Diana mengangguk kaku, tidak yakin akan terbiasa tidur dengan suara aneh tersebut.
"Apa benar kamar yang disamping kamarku tidak ada yang menempati? " tanya Diana. Meskipun sudah dijelaskan oleh madam Susan jika kamar tersebut memang kosong Diana masih berharap suara yang ia dengar itu berasal dari manusia bukan dari makhluk lain yang hendak mengganggunya.
"tentu saja ada yang tinggal disana, "
"Siapa? Kepala asrama mengatakan tidak ada yang menempati, " kata Diana terkejut.
"Sebenarnya ada staf asrama yang tinggal disana tanpa sepengetahuan kepala asrama, "
Diana mengangguk mengerti lalu kembali bertanya " tadi aku mendengar suara orang berbicara pelan dari sana? Kamu tahu ada berapa orang yang tinggal disana? "
" dua orang. Satu orang staf asrama dan satu lagi seorang dokter spesialis bedah. Mereka memang sering ngobrol seperti itu tengah malam, aku harap kamu tidak terganggu." jelas Lorena.
Diana diam tidak menanggapi atau bertanya lagi. Dalam keadaan yang tidak terlalu terang Diana dapat melihat wajah Lorena yang pucat. Perempuan cantik itu masih sibuk memasak. Ingin sekali Diana menanyakan tentang penyakit apa yang diderita oleh Lorena sehingga wajahnya terlihat pucat. Apa leukemia? Diana menggeleng, tidak, Diana tidak akan menanyakan hal tersebut takut menyinggung perasaan Lorena.
BERSAMBUNG....
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Reksa Nanta
betul. setidaknya sisakan beberapa lampu yang menyala. pengiritan tagihan listrik atau gimana ni ? 😅
2025-02-03
0
Reksa Nanta
dokter spesialis bedah tinggal di asrama pegawai laboratorium ?
2025-02-03
0
Reksa Nanta
ada gudang terselip di antara deretan kamar ? 🤔
2025-02-03
0