Edgard herlambang atau yang biasa dipanggil Eddie adalah peneliti yang sudah bekerja di Lab Buana selama lebih dari sepuluh tahun, tahun lalu dia masih menjabat sebagai kepala Lab sebelum akhirnya digantikan oleh Adams blake. Sekarang dia menjabat sebagai wakil yang mendampingi Adams.
Siang ini Eddie bertanggungjawab memimpin rapat mingguan tentang bakteri yang sedang mereka teliti.
Diana menyimak rapat dalam diam, banyak pertanyaan yang bersarang di otaknya. Siapa Lorena? kenapa hanya Diana yang bertemu dengannya? Pikiran Diana melayang pada saat Lorena mengantarkan makanan, ketika tanpa sengaja tangan Diana menyentuh tangan Lorena , ia dapat merasakan betapa dinginnya tangan itu. Bahkan untuk sesaat Diana seperti menyentuh balok es, juga wajah pucat perempuan cantik itu yang sempat Diana kira karena penyakit. lalu jika mengingat lagi tentang Lorena, bagaimana setiap ia tersenyum wajahnya tidak nampak hidup, tidak ada rona sama sesekali. Tadi malam yang ada dipikiran Diana hanyalah Lorena yang sedang sakit.
"Diana, "
jantung Diana berdegup kencang, tangannya gemetar, suara itu persis sama dengan suara yang memanggilnya tadi malam.
"Diana, "
Diana mencoba menebak dari mana arah datangnya suara itu, matanya meneliti sekitar ruangan. Suara lirih itu bisa didengar dengan jelas namun juga terdengar sangat jauh,
"Diana! "
Diana menunduk takut, suara itu berubah dari pelan menjadi keras, terasa sangat dekat padahal tadi Diana hanya mendengarnya sangat pelan hampir berbisik
"Diana!! "
Diana menutup rapat matanya sambil terus menunduk.
"Naa, dipanggil pak Eddie tuh," Feby menyikut gelisah lengan Diana.
"hah? " Diana langsung mengangkat kepalanya,
"kamu tidak menyimak penjelasan saya ? katanya kamu berbakat tapi apa yang saya lihat hari ini jauh dari kata berbakat, " sinis pak Eddie
"ma-maaf pak, " Diana meneguk kasar salivanya kasar,
"buat laporan tentang semua yang sampaikan tadi, besok pagi antarkan ke ruangan saya, " perintah pak Eddie mutlak.
Diana hanya mengangguk kaku.
"rapat selesai. kembali ke pekerjaan Masing-masing. " kata pak Eddie menutup rapat siang itu.
*
Diana mengaduk pelan kopi yang baru saja ia seduh, ia berdiri didekat kompor yang menempel ke dinding dapur. Mencuci sendok yang baru saja ia gunakan di wastafel lalu memilih duduk dikursi.
Diana sengaja datang ke dapur untuk menemui Lorena. Sudah hampir satu jam ia menunggu tetapi Lorena tidak datang, sebelum ke dapur Diana sudah mencari kesetiap sudut asrama. Lorena tidak ia temukan.
Diana duduk dengan tenang meski diselimuti rasa takut. Selain menunggu Lorena, ia juga sedang menunggu Feby yang masih belum kembali dari Lab karena masih ada pekerjaan. Udara malam hari cukup dingin, untung saja Diana mengenakan sweater tebal.
Krieetttt....
Diana menoleh cepat kearah pintu ketika seseorang masuk, Diana menghembuskan nafas kecewa karena yang datang bukan orang yang ia tunggu. Melainkan Bian yang masuk membawa nasi goreng instan.
"Nunggu siapa, Di? " tanya Bian berjalan kearah microwave untuk memanaskan nasi goreng.
" lagi nunggu Feby, "
"Kenapa gak nunggu dikamar aja? udah malam bukannya tidur malah nongkrong di dapur, " ujar Bian yang sudah mulai menyalakan microwave setelah terlebih dahulu menempatkan loyang berisi nasi goreng didalamnya.
" kami mau masak bareng, " jawab Diana tersenyum canggung.
Diana tidak begitu mengenal Bian, yang ia tahu pria itu sudah termasuk penelitian senior meski belum genap berusia tiga puluh tahun. Bian terkenal humble dengan siapa saja, mungkin karena itulah dia mempunyai banyak teman dari berbagai kalangan.
Bian menarik sebuah kursi lalu duduk didepan Diana " Feby mungkin pulang tengah malam, Na. Dari yang aku dengar pekerjaan Feby masih banyak, "
Diana menyesap kopinya tanpa menyahuti ucapan Bian.
Untuk sejenak Diana menatap ragu pada Bian lalu berkata " kamu udah berapa lama tinggal disini? "
"Sekitar lima tahun, "
"Kamu tahu siapa yang dulu tinggal di kamar empat belas? "
Bian mengangguk singkat lalu berdiri untuk memeriksa microwave.
"Siapa? " tanya Diana mengikuti Bian.
"Kamu gak akan kenal, " sahut Bian
"Kasih tau aja dulu, "
"Ada syaratnya," Bian menatap Diana sambil tersenyum penuh arti
"Apa syaratnya? " gerutu Diana mengerucutkan bibirnya kesal, ternyata pria itu cukup menyebalkan.
Bian hanya tersenyum sambil mengeluarkan makanannya dari microwave, lalu membawanya ke meja makan.
"Aku penasaran, Bian. Siapa yang tinggal di sana? " Desak Diana mengekori Bian.
"Ayo menikah," ajak Bian tiba-tiba.
" apaan sih, " Diana melotot lalu memukul keras lengan pria itu.
Bian terkekeh pelan memberi isyarat agar Diana ikut duduk. Meski kesal Diana menurut, ia duduk dengan kasar didepan Bian.
" gak ada syarat kok, Na, senang aja liat kamu kesal. Lagian bukan informasi penting kok, " kata Bian sambil makan, ia juga menyodorkan piring berisi nasi goreng pada Diana setelah membagi dari piringnya. Bian hanya membawa sebungkus nasi goreng dan ia masih ingin membaginya dengan Diana.
" terus siapa yang tinggal di sana? "
" penghuni terakhir kamar itu dokter Ayla sama Lorena, "
Bola mata Diana melebar, jelas terkejut dengan informasi tersebut.
" terus sekarang mereka dimana? " Tanya Diana setelah mengatasi rasa kegetnya, lalu menyendokan nasi goreng ke mulutnya satu sendok penuh, ia tidak ingin Bian curiga. Walau bagaimanapun Diana tidak ingin terlalu dekat dengan Bian
" Dokter Ayla meninggal karena penyakit jantung, sedangkan Lorena kembali ke Prancis. Cuma itu aku tahu, aku cuma sebentar mengenal mereka, palingan baru satu bulan aku datang kesini dokter Ayla meninggal."
*
"Jadi, Lorena beneran ada? " tanya Feby kaget. Diana langsung menceritakan apa yang ia dengar dari Bian ketika sahabatnya itu baru saja pulang.
Tadi setelah mendapat jawaban atas pertanyaannya Diana dengan cepat pamit pada Bian.
Diana pergi ke kamar Feby dan kebetulan sahabatnya itu baru saja sampai di asrama.
"Masuk akal sih, Na, mungkin kemarin Lorena singgah disini. Mungkin dia nostalgia sama pekerjaannya dulu sebagai koki asrama makanya dia masak buat kamu, " kata Feby sambil membersihkan make up diwajahnya.
"Tapi, aneh gak sih?, "
"Aneh gimana? " Feby melirik Diana yang sedang rebahan diranjang dari kaca rias.
" lorena kan pernah kerja disini, kalau beneran dia kemarin memang kesini kenapa coba dia gak menemui kepala asrama? Maksudku, dia dulu pernah tinggal disini, masa iya nyelonong masuk terus pergi juga tanpa pamit," ujar Diana merubah posisinya menjadi duduk.
" bener juga sih, " Feby ikut duduk di samping Diana.
" apalagi wajahnya pucat banget, tangannya juga dingin, "
"Jangan bilang kalau kamu berpikir Lorena sudah meninggal terus gentayangan. Fantasimu liar amat, Na, " Feby geleng-geleng kepala, tidak lagi peduli dengan pembahasan yang tadi menarik minatnya.
" sekali ini aja percaya sama aku, "tatap Diana penuh harap.
" ya, anggaplah kalau yang kamu bilang bener. Lorena meninggal, terus sekarang arwahnya gentayangan. Terus kamu mau ngapain? Gak mungkin dong kamu mau idupin dia lagi cuma gara-gara dia pernah masakin kamu,"
Masakan? Diana baru ingat kalau kemarin malam Lorena mengantarkan makanan untuknya dan masih ia simpan di lemari es. Diana bangkit dari ranjang, ia harus memeriksa makanan tersebut.
" ayo ke kamarku sekarang! " ajak Diana menarik tangan Feby,
"Ish, mau ngapain sih? Aku ngantuk, Na, " protes Feby
"Udah. Ikut aja, " lalu Diana menyeret Feby .
Diana langsung memeriksa lemari es begitu sampai di kamarnya, matanya langsung tertuju pada nampan yang kemarin dibawa Lorena. Mata Diana hampir copot, makanan yang kemaren terlihat lezat dan mewah ala restoran bintang lima yang belum Diana sentuh sama sekali sekarang terlihat menjijikkan. Foie gras dan salmon tartare sudah berubah menjadi kumpulan belatung yang sebagian sudah keluar dari nampan.
" kamu kenapa sih? Ngajak aku kesini tapi ma... " Ucapan Feby terhenti saat melihat belatung yang sangat banyak didalam kulkas Diana.
"K-kamu gila. Untuk apa kamu nyimpan belatung? " Ucap Feby mengalihkan pandangannya dari belatung yang menjijikkan tersebut.
Diana diam, mulutnya terkunci rapat, dadanya naik turun. Tubuhnya gemetar, lalu..
Diana berlari kekamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Teringat kemarin dia sempat makan vol au vent buatan Lorena.
"Na, kamu gak apa-apa? " Feby bergegas menyusul Diana ke kamar mandi. Ia menatap khawatir, tangannya mengusap pelan tengkuk Diana. Stelah perutnya agak nyaman Diana keluar dari kamar mandi dipapah oleh Feby.
"Kenapa bisa ada belatung dikulkas kamu, Na?, " tanya Feby setelah keduanya duduk.
" itu masakan yang diberi Lorena, "lirih Diana, ia masih syok dan lemas. Rasanya tenaga Diana sudah terkuras habis.
Feby membelalak terkejut. Ia mulai sedikit ragu mengenai pendapatnya tentang hantu, sedikit takut ia menatap kearah dinding . Bagaimana kalau hantu itu benaranada?
Tok.... Tok....
Diana dan Feby saling bertatapan. Siapa yang mengetuk pintu?
Tok.... Tok.. Tok...
Ketukan dipintu semakin keras, kedua gadis itu saling bertatapan lalu keduanya bersembunyi dibalik selimut.
Tok... Tok... Tok.. Tok...
Sekarang pintu digendor dengan kencang dari luar.
Bersambung......
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
hanz
laporan yang harus diserahkan ke dokter Eddie bagaimana ?
2025-01-27
0
Reksa Nanta
darimana Bian mendapatkan nasi goreng instan ?
2025-02-03
0
Fye
asik banget ceritanyaa
2023-11-18
1