Tok.... Tok... Tok....
ketukan dipintu semakin keras, Diana dan Feby bersembunyi dibawah selimut sambil sesekali menahan nafas. Feby yang biasanya tidak mengenal takut sekarang mulai merasa sedikit takut sejak mendengar cerita Diana.
"Diana! "
Diana dan Feby saling bertatapan "Bian? "
Kedua sahabat itu menghembuskan nafas lega, Diana keluar terlebih dari selimut untuk membukakan pintu.
"Diana! " panggil Bian kembali,
"Iya, sebentar, " Sahut Diana berjalan tergesa-gesa.
"Ada apa? Udah hampir jam dua belas bukannya tidur malah gangguin orang, "gerutu Diana setelah membuka pintu.
"Nih, ponsel kamu ketinggalan tadi didapur. Harusnya berterimakasih sama aku karena sudah berbaik hati mengantarkan kesini, " cibir Bian sambil menyodorkan ponsel berlogo apel dengan casing biru laut itu.
"Makasih, " ucap Diana lalu kembali masuk kedalam.
"Gitu doang? " Bian menahan daun pintu yang hendak ditutup oleh Diana
Diana mengangkat sebelah alisnya seakan bertanya 'kenapa? '
"Aku gak ditawarin masuk dulu?, "
"Heh, udah malam. Sana balik! " dengus Diana menggeplak lengan Bian cukup keras, lalu Diana langsung menutup pintu kamar.
"Ada yang lagi pdkt nih, " goda Feby menarik turunkan sebelah alisnya, Diana mendelik sebal lalu duduk diatas ranjang disebelah Feby.
"Bian ganteng ya, Na? Dia juga dewasa, kayaknya udah siap menikah tuh, "
"Terus? Kamu mau nikah sama Bian?"
"Ya, enggak lah. Bian-nya buat kamu aja. Dihati aku cuma ada Erlangga, si manusia dingin berhati malaikat," kata Feby dramatis. Gadis itu memang sudah sejak lama menyukai Erlangga Nugraha, pemilik klub sepakat bola terkenal di kota tempat mereka dibesarkan.
"Dih, masih aja berharap sama Erlangga, " cibir Diana dengan wajah ditekuk. Bukan hanya Feby yang menyukai Erlangga, Diana juga jatuh cinta pada pria sejuta pesona itu.
Sejak duduk di bangku perkuliahan kedua sahabat itu bersaing dalam usaha mereka mendapatkan secuil perhatian Erlangga, Lelaki tampan yang juga kakak tingkat mereka di Universitas. Kerap kali Diana dan Feby bersiteru perihal Erlangga. Misalnya ketika tanpa sengaja Diana satu organisasi dengan Erlangga membuat Feby menjauhinya selama satu minggu. Mereka berdua bahkan tidak pacaran saat kuliah karena sibuk mengejar Erlangga.
Hingga pada semester lima mereka harus berhenti mengejar Erlangga karena pria tersebut sudah menemukan tambatan hatinya. Diana dan Feby jelas patah hati mendengar kabar Pria impian mereka akan menikah.
"Menurutmu apa Erlangga bahagia sama istrinya? " tanya Feby sambil berbaring.
"Pasti. Kalau tidak dia tidak akan menikahi perempuan itu, " kesal Diana ikut berbaring.
"Kalau diingat lagi kita dulu memang naif ,ya, kita berdua terus mengejar Erlangga padahal dia tidak berlari sama sekali. Ia berjalan ditempat, tapi tempat itu bukan radar kita, " Ujar Feby mengingat masa lalu, sampai hari ini nama pria itu masih tersimpan rapi didalam hatinya.
"Kamu benar. Erlangga yang tampan, kaya dan terhormat, tidak mungkin memimpikan kita berdua untuk menjadi pendamping hidupnya. meski mengetahui kenyataan tersebut, aku tetap berharap bisa memilikinya. Dan sialnya aku beneran patah hati ketika dia nikah, " Diana menghela nafas panjang, ia menatap rumit langit-langit kamar. Erlangga adalah cinta pertamanya, tentu saja nama dia masih ada di ruang tersendiri disudut hati Diana. Bagaimana pun setelah itu Diana tidak pernah lagi jatuh cinta, mungkin karena masih berharap bisa memiliki Erlangga.
"Sudah hampir enam tahun, " gumam Feby
"Aku masih penasaran siapa yang jadi istrinya, "
"Aku juga ingin tahu wanita beruntung mana yang berhasil memiliki hatinya. " Ujar Feby mulai memejamkan matanya. Diana sudah sedari tadi terpejam meskipun belum terlelap.
Diana juga penasaran siapa istri Erlangga, pernikahan nya bersifat rahasia yang hanya dihadiri oleh keluarga kedua mempelai. Sebagai anak bungsu penjabat penting dikota mereka kala itu harusnya ada beberapa foto yang bocor ke publik. Tapi sayangnya tidak ada, mereka hanya mengabarkan pernikahan tapi tidak pernah mempublikasikan moment bahagia tersebut. Mungkin karena itulah Diana dan Feby masih berharap, pernah berpikir kalau Erlangga belum menikah.
Meski menurut mereka Erlangga belum menikah, Diana dan Feby tidak lagi mengejar pria itu. Kedua sahabat itu hanya menatap dari jauh pria idaman mereka jika kembali ke kota kelahiran mereka.
Jam dinding berputar teratur seperti biasa, Diana dan Feby tertidur dalam mengenang masa lalu.
Tepat pukul satu malam, dinding kamar empat belas bergetar. Di luar asrama angin berhembus sedikit kencang,
Krakkk...
Suara patahan ranting yang cukup keras di dekat jendela membuat Diana terbangun. Ia menoleh kesamping, Feby masih tertidur pulas tidak terganggu sama sekali.
Diana melirik jam, baru pukul satu dini hari. Ia menarik selimut lalu kembali tidur.
Je vous parle d'un temps...
Sebelum mata Diana terpejam Diana mendengar suara perempuan sedang bernyanyi, suaranya pelan dan indah.
Que les moins de vingt ans....
Ne peuvent pas connaître......
Siapa yang bernyanyi tengah malam begini?
Montmartre en ce temps-là...
Diana bangun dari tidurnya, ia duduk di tepi ranjang sambil menatap kearah dinding.
Accrochait ses lilas....
Jusque sous nos fenêtres....
Nyanyian itu terus berlanjut, suaranya makin jauh dan pelan. Diana tidak begitu mendengar liriknya
Et si l'humble garni......
Qui nous servait de nid....
Ne payait pas de mine....
C'est là qu'on s'est connu....
Suara itu makin jauh sebelum akhirnya sepenuhnya hilang. Meski tidak mengerti dengan bahasanya Diana yakin lagu yang baru saja ia dengar berbahasa Prancis.
"Feby, feby!, " Diana mencoba membangunkan Feby, suasana malam cukup aneh, Diana merasa tak nyaman, ia butuh seseorang untuk diajak bicara.
"Feby!" Diana mengguncang tubuh feby,
"Eungh... " Feby menggeliat tak nyaman "kenapa, na? "
"Bangun, feb. Aku baru saja dengar orang nyanyi, " kata Diana pelan
"Hah? Apa? " Feby langsung duduk, menatap Diana agar mengulang kembali perkataannya.
"Aku baru saja dengar orang nyanyi, " ulang Diana.
"Kamar sebelah kali, " Feby mengangkat bahunya tak acuh kembali hendak berbaring.
"Kamu lupa kamar sebelah kosong, "
Feby melotot kaget, tidak jadi berbaring " terus kita harus ngapain? "Tanyanya.
" ayo kita selidiki, " Diana mencoba mengumpulkan keberanian dengan menatap meyakinkan pada feby.
"Ogah. Mending tidur aja, yuk! "
Tiba-tiba lampu kamar berkedip-kedip,
Mereka berdua termangu sambil bertatapan.
Lampu terus berkedi-kedip selama satu menit, lalu mati total.
"Asrama belum bayar listrik ya? " celetuk Feby, ia menjangkau ponselnya yang diletakan disamping bantal.
Feby hendak meraih ponselnya yang terasa sangat dingin dan berat. Dahinya mengerut, kenapa jadi begitu berat? Ia meraba-raba sekitar, ia dapat merasakan sekarang kalau yang dipegang bukanlah ponsel melainkan sebuah tangan. Feby dapat merasakan ruas-ruas jarinya,
"Lama banget. Katanya mau hidupin senter HP, " ujar Diana yang sedari tadi menunggu Feby menyalakan senter,
"Feb, kok diam? Kamu tidur lagi ya? " tanya Diana lalu memutuskan untuk menggunakan ponselnya.
Ketika lampu senter menyoroti Feby, gadis itu terdiam dengan wajah sedikit pucat.
"Hei, kamu kenapa? " Diana mengguncang bahu Feby
"A-ada tangan, " gagap Feby
"tangan? " Diana menatap bingung "tanganmu kenapa? "
"bukan tangan aku,na, " Feby meneguk salivanya gugup, ia menatap serius kesamping ranjang.
Tidak ada apa-apa. hanya lantai marmer putih yang terdapat setitik cat warna merah.
tunggu?
Feby melihat lebih dekat, cat merah menyala yang nampak kontras dilantai warna putih. oh tidak! itu bukan cat, melainkan...
setetes darah.
Bersambung.......
...***...
Note : Untuk terjemahan lirik lagu akan ditulis pada bab yang nanti berhubungan lebih jelas dan intens dengan rahasia kamar empat belas. untuk sekarang biarkan saja lagu tersebut menjadi misteri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
hanz
apa penghuni lelaki bisa masuk secara bebas ke asrama perempuan ? tidak ada jam malam ?
2025-01-27
0
yg pasti aku orng:)
sebenernya lagu itu gk misterius juga sihh, soalnya kan ada..ekhem, google translate, hehe😄🙏
2024-01-30
1
Eti Susilawati
mulai merinding
2023-11-12
1